Jakarta: Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI) mengajukan permohonan pengujian Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan mereka menyangkut larangan hasil survei yang dirilis pada masa tenang dan waktu penayangan hitung cepat.
"Larangan publikasi hasil survei pada masa tenang dan hitung cepat dua jam setelah penutupan pemungutan suara sudah pernah dibatalkan oleh MK. Akan tetapi, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu kembali dihidupkan," kata kuasa hukum AROPI, Veri Junaidi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, 15 Maret 2019.
Pasal yang dimohonkan untuk diuji materi Pasal 449 ayat 2, 5 dan 6, kemudian Pasal 509 dan Pasal 540. Menurut Veri, beberapa ketentuan pasal ini sudah dibatalkan dua kali oleh MK.
Veri mengatakan, aturan tersebut pernah dibatalkan oleh MK yang tertuang di dalam UU Nomor 8 Tahun 2008 dan UU Nomor 10 Tahun 2012. "Karena bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 28D ayat (1), 28E ayat (3), Pasal 28F dan Pasal 31 ayat (1)," ucap dia.
Baca: Lembaga Survei Diminta Ikut Aturan Hitung Cepat
Veri mengatakan, aturan ini berpotensi menghambat publik dalam mendapatkan informasi secara cepat. Padahal, lanjut dia, hasil rekap pemilu memerlukan proses panjang.
"Oleh karena itu dibutuhkan transparansi, akuntabilitas, percepatan informasi sehingga itu bisa jadi pembanding dan juga informasi bagi publik," ujar Veri.
Dia berharap, MK segera memutus permohonan uji materi tersebut. Sebab, Pemilu 2019 akan digelar kurang satu bulan lagi.
"Memohon pada MK memberikan waktu yang cepat untuk memutus perkara ini. Karena sebenarnya tidak ada perdebatan lagi tentang ini karena sudah pernah dibatalkan oleh MK dua kali," ucap Veri.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((FZN))