Jakarta: Selama masa
kampanye yang dimulai sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, para calon dan partai politik berusaha memperoleh dukungan dari masyarakat.
Meski begitu, tidak semua pihak boleh terlibat dalam kampanye
Pemilu. Ada beberapa golongan justru wajib netral dan tidak boleh mendukung atau menentang salah satu calon atau partai politik apalagi ikut berkampanye.
Hal ini bertujuan untuk menjaga integritas dan kredibilitas Pemilu, serta menghindari konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Namun sayangnya, di Indonesia masih banyak ditemukan pihak-pihak yang seharusnya netral namun malah ikut aktif berkampanye.
Pihak-pihak yang tidak boleh ikut berkampanye
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, diatur tentang pihak atau golongan yang dilarang terlibat dalam kampanye pemilu. Mengacu pada Pasal 280 ayat (2), berikut ini golongan yang tidak boleh ikut kampanye:
- Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung, dan hakim pada semua peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA) serta hakim konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK).
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
- Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia (BI).
- Dewan direksi, dewan komisaris, dewan pengawas, dan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
- Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
- Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri.
- Kepala desa.
- Perangkat desa.
- Anggota badan permusyawaratan desa.
- Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak mempunyai hak memilih (belum punya KTP).
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((PRI))