Jakarta: Usulan dana saksi pemilu yang dibebankan ke anggaran pendapatan dan penerimaan negara (APBN) dianggap pemborosan. Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti memandang lebih baik APBN untuk membantu korban bencana ketimbang untuk saksi.
Dia mengasumsikan pemerintah harus merogoh dana Rp10 triliun untuk membiayai saksi. Di sisi lain, dana tersebut bisa dipakai membangun puluhan ribu rumah di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Tengah.
"Rp10 triliun itu dalam dua kali putaran (Pemilu). Rp10 triliun itu jika dihitung-hitung bisa membangun 80 ribu rumah untuk 80 ribu jiwa," kata Ray saat diskusi di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis, 18 Oktober 2018.
DPR, kata dia, mengusulkan hal tanpa mempertimbangkan ideologi Indonesia, khususnya sila ke lima Pancasila. Seharusnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dipertimbangkan dalam usulan tersebut.
Keadilan bagi pemilu, menurut Ray tidak sepadan dengan keadilan bagi masyarakat Indonesia. Khususnya mereka yang baru tertimpa musibah.
"Ibaratnya, 80 ribu orang kita biarkan tidak punya tempat tinggal demi membiayai saksi," tutur dia..
Lagipula, ia menyebut keberadaan saksi hanya sebuah 'sunnah' dalam pemilu. Dianggap wajib lantaran kecurigaan partai politik saru terhadap partai politik lainnya dalam pemilu.
Bagi Ray, pengawasan cukup dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lagi pula telah dibentuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPK).
"Lama kelamaan mungkin akan dibentuk Komite Etik Pemilu. Di negara lain tak ada saksi dalam TPS di Pemilu. Ada atau tidak ada saksi tidak mempengaruhi proses demokrasi," jelas Ray.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((SCI))