Jakarta: Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Perkara Nomor 90 mengenai syarat calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) menandai adanya politisasi yudisial. Kondisi tersebut berpengaruh pada konsolidasi
demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
"Kita sekarang menghadapi politisasi yudisial. Hal ini membuat konsolidasi demokrasi dan HAM dalam situasi yang sulit, sebagaimana disampaikan oleh banyak ahli," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar dalam keterangan yang dikutip Rabu, 22 November 2023.
Hal itu diungkap Wahyudi dalam diskusi Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan HAM Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (FH UGM). Mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis dan Constitutional Law Society, Wahyudi menilai hal ini perlu disadari seluruh pihak.
Dia meminta mereka yang sudah menyadari hal ini memberikan edukasi mendalam pada masyarakat. Sehingga, mengerti dampak politisasi yudisial ini. Yakni, semakin suburnya politik dinasti dan seberapa bahaya jenis politik itu.
"Perlu adanya penguatan (awarenes) publik terhadap isu
politik dinasti, karena kalau dilihat dari survei publik tidak terlalu terpengaruh dengan adanya isu dinasti politik," ujar dia.
Sastrawan Okky Madasari menyebut ada pola fabrikasi mitos Orde Baru yang digunakan saat ini. Salah satunya, presiden yang mengungkap dirinya netral.
"Ini harus diwaspadai," kata Okky.
Akademisi Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar menyebut Indonesia menghadapi 'putar balik' demokrasi. Karena, ada kemunduran akibat dari politisasi yudisial.
"Semua proses konsolidasi demokrasi itu terbajak, terbukti dari yang terjadi selama ini, politik uang, nepotisme dalam pemilihan pejabat publik, politisasi judiciary, dan lain-lain," kata dia.
Sementara itu, akademisi FISIPOL UGM Kusridho Ambardi menyebut terjadi pergeseran dinasti politik belakangan. Dari yang sebelumnya di tingkat lokal sekarang di tingkat nasional.
"Politik dinasti memiliki efek negatif dengan menggunakan infrastruktur kebijakan dan fasilitas negara," ujar dia.
Menurut Kusridho, politik dinasti dapat mengubah perilaku wasit yang seharusnya netral malah mengintervensi. Selain itu, politik dinasti membuka ruang penggunaan fasilitas anggaran untuk menggerakkan kekuatan pemenangan.
"Dan hal ini perlu kita lihat dan lakukan antisipasi," ujar dia.
Akademisi Fakultas Hukum UII Nikmah, menyebut situasi politik yang terjadi saat ini kemungkinan baru permulaan. Sebab, ada preseden buruk dari putusan MK terkait Perkara Nomor 90.
"Ini akan memunculkan situasi yang lebih serius lagi, seperti sengketa pemilu. Komposisi Hakim MK tentu akan menentukan bagaimana arah politik di Indonesia ke depannya," kata dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AZF))