Jakarta: Rekonsiliasi antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto perlu pemaknaan mendalam. 'Jabatan tangan' kedua tokoh bangsa itu tak bisa hanya diartikan bagi-bagi jatah kursi di kabinet pemerintah.
"Bahwa rekonsiliasi itu bukan sekedar memberi jabatan menteri kemudian selesai masalah pilpres, yang punya makna strategis dan penting dari rekonsiliasi itu adalah rekonsiliasi ideologis," ujar Sekretaris Jenderal Seknas Jokowi, Dedy Mawardi di Jakarta, Selasa, 25 Juni 2019.
Rekonsiliasi ini, kata dia, memerlukan itikad baik semua pihak, tak hanya soal Jokowi dan Prabowo saja. Semua partai politik dan kekuatan lain yang terlibat dalam kontestasi pemilu 2019, harus punya komitmen serupa.
Yakni komitmen untuk menjaga dan menjalankan ideologi Pancasila, NKRI dan kebhinekaan. Itikad baik ini juga harus ditegaskan dengan membuang ideologi lain selain Pancasila.
"Tanpa rekonsiliasi ideologi, pemerintahan Jokowi-Amin kedepan akan terus direpotkan oleh politik identitas," ujar dia.
(
Baca: Bergabungnya Gerindra ke Koalisi Pemerintah Dinilai Positif)
Tak hanya itu, intoleransi, radikalisme, juga punya potensi untuk berkembang, jika semua pihak tak berkomitmen menjaga NKRI. Dedy menyebut, semua stakeholder yang terlibat punya kewajiban untuk mengembalikan jati diri bangsa.
Budaya yang penuh kebhinekaan, toleransi yang menghormati perbedaan karena suku, agama, maupun ras dan demokratis berdasarkan Pancasila, harus kembali dilaksanakan. Sebab, ia menilai ciri khas Indonesia ini nyaris tumbang saat proses pemilu 2019.
"Dengan rekonsiliasi ideologi, jati diri bangsa dan negara Indonesia berdasarkan Pancasila akan kembali utuh dan kokoh," ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((JMS))