Jakarta: Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari mengatakan pelarangan mantan napi koruptor nyalon pada pemilu tak bisa dilakukan tanpa mengubah undang-undang. Tanpa revisi, larangan sia-sia.
"Intinya harus ada perubahan undang-undang. Kalau menurut saya, untuk tujuan baik ngapain harus ditunda-tunda? Kan bisa DPR yang baru berinisiatif segera untuk merivisi itu," kata Hasyim di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa, 30 Juli 2019.
Hasyim menilai belum terlambat menindaklanjuti usulan itu untuk Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Jika Undang-Undang Pilkada sudah memuat klausul pelarangan napi korupsi nyalon, KPU bisa menindaklanjutinya dengan menurunkan aturan tersebut dalam Peraturan KPU (PKPU).
Namun, kata Hasyim, revisi bukan satu-satunya jalan untuk mengubah undang-undang. Langkah tercepat mengajukan uji materi Undang-Undang Pilkada ke MK.
"Kalau misalkan mau lebih cepat mungkin ada masyarakat yang mengajukan PU (pengujian Undang-Undang Dasar) terhadap Undang-Undang Pilkada soal syarat calon (koruptor) itu. Itu salah satu langkah yang cepat juga. Maju ke MK," terang Hasyim.
(Baca juga:
Pelarangan Koruptor Ikut Pemilu Butuh Payung Hukum Kuat)
Meski gugatan serupa pernah diajukan ke MK, Hasyim mengatakan, bisa saja pertimbangan Mahkamah berubah berdasarkan perkembangan terkini, "Siapa tahu pertimbangannya berubah, ada pertimbangan baru," ujar Hasyim.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Kudus, Jawa Tengah (Jateng), Muhammad Tamzil, menjadi pelajaran bagi pemilih dan partai politik (parpol). Pasalnya, Tamzil adalah residivis kasus korupsi yang terpilih di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018.
"Jadi saya berharap juga kepada seluruh masyarakat Indonesia agar jangan lagi memilih orang yang punya rekam jejak tidak baik," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jalan Gaharu, Jakarta Selatan, Minggu, 28 Juli 2019.
Lembaga Antirasuah mengimbau parpol tidak mengusung sosok dengan masa lalu yang gelap, terlebih mantan narapidana korupsi. Hal ini diperlukan agar Indonesia bebas dari praktik korupsi.
Tamzil ditetapkan sebagai tersangka suap dan gratifikasi pengisian perangkat daerah di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus. Stasus tersangka juga dikenakan kepada pelaksana tugas Sekretaris Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan dan Staf Khusus Bupati Kudus, Agus Soeranto.
Tanzil dan Agus pernah dipenjara bersama di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang. Setelah keluar dari penjara, Tanzil mengangkat Agus sebagai staf ahli.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))