Jakarta: Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mendukung imbauan tak memilih mantan koruptor dalam jabatan publik. Namun, Afif menilai perlu payung hukum kuat.
Afif berkaca pada kasus pelarangan eks napi korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2019 lalu. Meski semangatnya baik, namun aturan itu hanya termaktub dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Sehingga, sangat mudah digugat dan akhirnya dimentahkan oleh Mahkamah Agung (MA).
"Persoalan payung hukum harus dibereskan dulu, sehingga nantinya para mantan napi koruptor tidak bisa menyoal (larangan nyaleg) seperti kemarin," ujar Afif ketika dihubungi, Selasa, 30 Juli 2019.
Afif menambahkan pelarangan napi korupsi ikut pemilu seharusnya diatur dalam undang-undang. Pelarangan itu tak bisa hanya mengandalkan PKPU.
"Undang-undang harus jelas terkait itu. Karena PKPU tak bisa melampaui undang-undang," ujarnya.
(Baca juga:
OTT Bupati Kudus Pelajaran Berharga Tak Pilih Residivis)
Afif menambahkan imbauan tak menyalonkan mantan koruptor dalam pemilu seharusnya ditujukan kepada partai politik. Parpol, selaku pihak yang memiliki kuasa untuk menyalonkan seseorang dalam jabatan publik harus memiliki komitmen untuk mencalonkan orang-orang yang tak memiliki rekam jejak korup.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kudus, Jawa Tengah (Jateng), Muhammad Tamzil, menjadi pelajaran bagi pemilih dan partai politik (parpol). Pasalnya, Tamzil adalah residivis kasus korupsi yang terpilih di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018.
"Jadi saya berharap juga kepada seluruh masyarakat Indonesia agar jangan lagi memilih orang yang punya rekam jejak tidak baik," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jalan Gaharu, Jakarta Selatan, Minggu, 28 Juli 2019.
Lembaga antirasuah mengimbau parpol tidak mengusung sosok dengan masa lalu yang gelap, terlebih mantan narapidana korupsi. Hal ini diperlukan agar Indonesia bebas dari praktik korupsi.
Tamzil ditetapkan sebagai tersangka suap dan gratifikasi pengisian perangkat daerah di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus. Stasus tersangka juga dikenakan kepada pelaksana tugas Sekretaris Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan dan staf khusus Bupati Kudus, Agus Soeranto.
Tanzil dan Agus pernah dipenjara bersama di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang. Setelah keluar dari penjara, Tanzil mengangkat Agus sebagai staf ahli.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))