Jakarta: Perjalanan
Pemilu 2024 cukup dikhawatirkan jika
Mahkamah Konstitusi (MK) tidak independen. Kekhawatiran itu timbul pasca putusan gugatan Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait syarat umur calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
Hal itu disampaikan aktivis demokrasi dan juga pakar politik Ikrar Nusa Bakti. Ikrar juga ikut dalam Deklarasi Juanda yang mengkritisi putusan MK soal syarat umur capres-cawapres.
“Jika dalam penentuan (keputusan MK) siapa menjadi capres-cawapres banyak dipertanyakan orang bagaimana MK bisa dipercaya dalam memutuskan sebuah kasus pemilu yang akan datang,” kata Ikrar melalui keterangan tertulis, Jumat, 20 Oktober 2023.
Ikrar menyebut banyak pakar hukum mempertanyakan putusan MK tersebut. Sebab, banyak keanehan dalam putusan tersebut.
“Kenapa gugatan (soal yang sama) ditolak, kenapa yang itu (gugatan umur capres-cawapres yang baru-baru ini diputus MK) diterima? Kalau standingnya mahasiswa, memang dia mau menjadi wapres? tidak masuk akal,” kata Ikrar.
Dia menilai putusan MK tersebut adanya kepentingan politik yang menginginkan
Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres di
Pilpres 2024. Keinginan tersebut terhalang jika aturan usia minimal 40 tahun tak diubah.
“Makanya diduga adanya penyalahgunaan kekuasaan MK untuk memutuskan perkara umur ini,” papar dia.
Dia mengatakan demokrasi bakal mundur jika ada pemaksaan anak presiden menjadi cawapres. Kemunduran demokrasi dinilai cukup parah.
“Pada masa sebelum 1998 pun Pak Soeharto tidak pernah mengajukan anaknya menjadi capres/cawapres. Mbak Tutut hanya jadi menteri sosial. Kalau kita mundur lagi, kapan kita akan selesai bicara soal demokrasi,” papar Ikrar.
Hal inilah yang membuat tokoh-tokoh demokrasi menyampaikan deklarasi di Juanda. Tujuannya mengingatkan
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Bukan kita mau menentang Jokowi, tetapi kita ingin menyadarkan,” ungkap dia.
Ikrar mengingatkan menjadikan Gibran sebagai cawapres bukanlah perkara sederhana. Sebab, Jokowi masih menjabat sebagai presiden.
“Bayangkan jika anakmu bertanding untuk jabatan tertentu, dan kamu menjadi juri utamanya. Bagaimana bisa berlangsung netral. Jika Gibran maju maka lapangan berkompetisi itu tidak setara,” kata Ikrar.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ABK))