Jakarta: Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01 Ma'ruf Amin membantah menjadi karyawan badan usaha milik negara (BUMN). Dia pun yakin jabatannya di Bank BNI Syariah tidak melanggar aturan.
"Bukan dan (Bank BNI Syariah) itu bukan BUMN juga. Orang itu anak perusahaan," kata Ma'ruf di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 11 Juni 2019.
Ma'ruf mengakui jabatannya adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS) di BNI Syariah. Namun, pekerjaan itu bukan juga termasuk dalam karyawan. "Iya DPS, DPS kan bukan karyawan," ujar Ma'ruf.
Ma'ruf enggan mengomentari banyak terkait permasalahan ini. Dia menyerahkan jawaban kepada Tim Kampanye Nasioanl (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf.
"Karena ini sudah jadi ranah hukum, buat TKN saja yang jawab lah, enggak usah saya yang beri penjelasan. Ya sudah lewat TKN saja. Satu pintu saja kalau soal itu," tutur Ma'ruf.
Jabatan Ma'ruf dipermasalahkan tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan cawapres, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Hal ini diungkit pasangan nomor urut 02 saat merevisi berkas permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Ketua tim hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto, menilai Ma'ruf masih menduduki posisi di Dewan Pengawas Syariah di Bank Mandiri Syariah dan Bank BNI Syariah saat mencalonkan diri sebagai cawapres. Dia menilai Ma'ruf melanggar Pasal 227 huruf p Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan seorang bakal calon harus menandatangani informasi atau keterangan di mana tidak boleh lagi menjabat suatu jabatan tertentu ketika sudah mencalonkan.
Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU ) Hasyim Asy'ari menyebut perkara hukum serupa masalah ini sejatinya sudah pernah ditangani Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hasil putusan kasus ini pun menjadi pegangan KPU.
Baca: TKN: Ma'ruf tak Punya Jabatan di BUMN
"Sekadar mengingatkan bahwa pernah ada yurisprudensi gugatan caleg (calon anggota legislatif) Gerindra DPR RI ke Bawaslu atas nama Mirah Sumirat yang merupakan pegawai anak perusahaan BUMN (badan usaha milik negara)," kata Hasyim.
Hasyim mengatakan Mirah awalnya dicoret KPU sebagai bakal caleg lantaran berstatus pegawai PT Jalantol Lingkarluar Jakarta (JLJ), anak perusahaan BUMN, PT Jasa Marga. Tak terima dengan keputusan KPU, Mirah kemudian mengajukan gugatan ke Bawaslu.
Bawaslu, dalam perkara tersebut, mempertimbangkan pegawai anak perusahaan BUMN berbeda dengan pegawai BUMN. Atas dasar itu, Bawaslu mengabulkan gugatan Mirah dan memerintahkan KPU memasukan Mirah sebagai caleg DPR RI daerah pemilihan Jawa Barat VI.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((OGI))