Jakarta: Tim Kajian Lintas Disiplin Ilmu Universitas Gadjah Mada (UGM) mengimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) merekrut petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang tak memiliki riwayat penyakit. Ini untuk menghindari kejadian ratusan petugas KPPS wafat pada Pemilu 2019 terulang.
"Ke depan kami harapkan minimal orang yang bekerja di garis depan pemilu tak memiliki riwayat penyakit yang
multiple morbidity atau riwayat penyakit berulang," kata Peneliti UGM, Abdul Gaffar Karim dalam konferensi pers di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa, 25 Juni 2019.
Gaffar menyebut orang dengan riwayat multiple morbidity sangat rentan terkena penyakit. Mereka memiliki risiko kematian lebih besar setelah dihadapkan dengan beban kerja petugas KPPS.
Selain memilih petugas sehat, KPU juga diminta membenahi manajemen risiko petugas KPPS di lapangan. Hasil kajian tim peneliti UGM menyebut manajemen risiko bagi petugas KPPS saat bertugas masih kurang diperhatikan.
"Kalau ada orang yang sakit tidak ada mekanisme yang jelas mau dibawa ke mana, mau ditangani seperti apa sehingga itu turut berkontribusi terhadap meninggalnya petugas KPPS," ujarnya.
(Baca juga:
Peneliti UGM: Petugas KPPS Meninggal Karena Faktor Alami)
Meski tak menemukan adanya indikasi kesengajaan dalam kematian ratusan petugas KPPS, tim peneliti UGM tetap menganggap ini sebagai kejadian luar biasa, "Seharusnya ini tidak terjadi dan bisa dicegah kalau ada manajemen risiko yang baik," tuturnya.
Berdasarkan kajian yang dilakukan UGM, median beban kerja petugas pemilu, baik petugas KPPS, PPS, maupun PPK yaitu 20-22 jam saat pelaksanaan pemungutan suara, 7,5 jam saat mempersiapkan TPS, dan 8,5 jam saat mendistribusikan undangan.
Kajian ini dilakukan tim peneliti UGM dari tiga fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK), serta Fakultas Psikologi UGM.
Kajian dilakukan dengan melakukan autopsi verbal kepada lingkungan tempat ditemukanya kasus petugas KPPS meninggal. Adapun populasi survei terbagi dua, yaitu perwakilan tempat pemungutan suara (TPS) dan petugas pemilu yang terdiri dari KPPS, PPS, dan PPK. Sebanyak 400 TPS di DI Yogyakarta dipilih sebagai sampel.
"Kajian ini akan kami kembangkan ke level nasional. Saat ini kami mematangkan yang DIY dulu agar kami bisa menguatkan instrumen sebelum ke seluruh daerah di indonesia," ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))