Jakarta: Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menanggapi mengenai kenaikan PPN menjadi 12 persen untuk sektor otomotif. Menurut mereka ada peluang lain untuk mendapatkan pemasukan pajak dari sektor kendaraan bermotor, yakni menerapkan cukai karbon (CO2) kendaraan bermotor menjadi opsi sumber pendapatan negara.
"Potensi cukai ini sebesar Rp92 triliun/tahun (netto), jauh lebih besar ketimbang tambahan 1 persen dari kenaikan PPN yang hanya Rp67 triliun/tahun," ujar Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, dikutip dari Antara.
Menurut dia, selain menjadi amanat global dalam memerangi krisis iklim yang melanda dunia dengan dampak negatifnya, maka mitigasi emisi karbon juga menjadi pemicu bagi pendapatan pemerintah dan pertumbuhan ekonomi sektor otomotif.
Dia mencontohkan melalui cukai karbon kendaraan bermotor , maka serta merta Rp92 triliun/tahun akan diperoleh oleh pemerintah apalagi jika kebijakan tersebut diterapkan di seluruh sektor pembangunan dan industri, maka sangat besar cukai yang diperoleh.
Jumlah tersebut, lanjutnya, adalah netto setelah dikurangi insentif fiskal yang dialokasikan sebagai reward bagi kendaraan emisi karbon rendah (net-zero emission vehicle/net-ZEV).
Net-ZEV adalah tren global saat ini yang mengandalkan power-train (tenaga penggerak) berupa motor listrik berbasis battery (battery electric vehicle/BEV).
BEV sebagai net-ZEV merupakan competitive advantage bagi Indonesia dengan ketersediaan bahan baku yang melimpah untuk komponen BEV terutama baterai (Ni, Co, rare earth), selain prototipe yang berhasil dikembangkan anak bangsa, berpeluang menempatkan Indonesia sebagai bagian penting dari global supply chain of BEV.
"Efisiensi energi adalah keniscayaan demi ketahanan energi nasional sekaligus mencegah menyublimnya income pemerintah akibat beban penyediaan pasokan energi (BBM) nasional," katanya.
Sementara, mitigasi emisi karbon, lanjutnya, adalah amanat dunia dalam mencegah kenaikan temperatur global lebih dari 1,5 derajat Celcius pada 2100 (Paris Agreement yang sudah diratifikasi melalui UU No 16/2016 tentang Ratifikasi Paris Agreement).
Jakarta: Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (
KPBB) menanggapi mengenai kenaikan
PPN menjadi 12 persen untuk sektor
otomotif. Menurut mereka ada peluang lain untuk mendapatkan pemasukan pajak dari sektor kendaraan bermotor, yakni menerapkan cukai karbon (CO2) kendaraan bermotor menjadi opsi sumber pendapatan negara.
"Potensi cukai ini sebesar Rp92 triliun/tahun (netto), jauh lebih besar ketimbang tambahan 1 persen dari kenaikan PPN yang hanya Rp67 triliun/tahun," ujar Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, dikutip dari Antara.
Menurut dia, selain menjadi amanat global dalam memerangi krisis iklim yang melanda dunia dengan dampak negatifnya, maka mitigasi emisi karbon juga menjadi pemicu bagi pendapatan pemerintah dan pertumbuhan ekonomi sektor otomotif.
Dia mencontohkan melalui cukai karbon kendaraan bermotor , maka serta merta Rp92 triliun/tahun akan diperoleh oleh pemerintah apalagi jika kebijakan tersebut diterapkan di seluruh sektor pembangunan dan industri, maka sangat besar cukai yang diperoleh.
Jumlah tersebut, lanjutnya, adalah netto setelah dikurangi insentif fiskal yang dialokasikan sebagai reward bagi kendaraan emisi karbon rendah (net-zero emission vehicle/net-ZEV).
Net-ZEV adalah tren global saat ini yang mengandalkan power-train (tenaga penggerak) berupa motor listrik berbasis battery (battery electric vehicle/BEV).
BEV sebagai net-ZEV merupakan competitive advantage bagi Indonesia dengan ketersediaan bahan baku yang melimpah untuk komponen BEV terutama baterai (Ni, Co, rare earth), selain prototipe yang berhasil dikembangkan anak bangsa, berpeluang menempatkan Indonesia sebagai bagian penting dari global supply chain of BEV.
"Efisiensi energi adalah keniscayaan demi ketahanan energi nasional sekaligus mencegah menyublimnya income pemerintah akibat beban penyediaan pasokan energi (BBM) nasional," katanya.
Sementara, mitigasi emisi karbon, lanjutnya, adalah amanat dunia dalam mencegah kenaikan temperatur global lebih dari 1,5 derajat Celcius pada 2100 (Paris Agreement yang sudah diratifikasi melalui UU No 16/2016 tentang Ratifikasi Paris Agreement).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)