Jakarta: Gelaran Indonesian Basketball League (IBL) akhirnya kembali bergulir pada 10 Maret. Setelah menunggu satu tahun, akhirnya IBL bisa menjawab kerinduan pencinta bola basket Tanah Air.
Kali ini, IBL tampil dengan suasana berbeda. Selain tanpa kehadiran penonton di lapangan, kompetisi IBL juga menerapkan sistem gelembung.
Kompetisi IBL juga diikthiarkan untuk persiapan tim nasional basket Indonesia untuk menyambut kejuaraan FIBA Asia yang dihelat pada Agustus 2021. Pada ajang tersebut, jika Indonesia sukses menembus delapan besar, maka bisa dipastikan skuat Merah Putih bisa berlaga di FIBA World Cup 2023. Indonesia menjadi tuan rumah bersama dengan Filipina dan Jepang.
Well, untuk mengetahui bagaimana cara IBL mengarungi kompetisi pada masa pandemi Covid-19, medcom.id mewawancarai Direktur Utama IBL, Junas Miradiarsyah lewat instagram live Ngobras Medcom, kemarin.
Berikut petikan wawancaranya:
Pada season 2021, berapa klub yang menjadi peserta?
Total ada 12 klub. Ada tiga dari Jakarta, Solo, Salatiga, Yogyakarta, Bali, Bandung, Surabaya ada dua klub, lalu ada juga dari timnas Indonesia dengan tim mudanya.
Bagaimana cara IBL meyakinkan pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk menggulirkan IBL pada masa pandemi Covid-19?
Perjalanan panjang. Alhamdulilah kita bisa berjalan sejak 10 Maret, dari kita persiapkan bulan Juni 2020. Jadi waktu itu kita siapkan cukup panjang, waktu itu IBL berhenti di tengah-tengah karena pandemi. Kemudian kita pikirkan lagi upaya untuk memulai kembali. Kita rencana melanjutkan pada Oktober, tapi waktu itu ada kondisi lain yang tidak memungkinkan, akhirnya kita setop.
Akhirnya kita menatap musim 2021 pada Januari, teknis udah siap, lokasi, klub, dukungan dari pemerintah, tapi ada PSBB Jawa-Bali akhirnya kita diminta untuk menunda, hingga akhirnya Maret bisa menggulirkan kembali IBL. Kuncinya protokol kesehatan (prokes). Dokumen prokes sudah siapkan sejak Juni tahun lalu, dan kita sudah mendapatkan rekomendasi dari Kemenpora, BNPB, Dinkes DKI. Setelah protokol itu modal awal untuk maju ke Kepolisian. Tapi, kita perlu memperjuangkan lagi, bagaimana bisa meyakinkan Kepolisian memberikan izin.
Saat kita menghadap Kemenpora, kita coba meyakinkan bahwa ini sebuah industri yang mau tidak mau harus kita lakukan, kalau menunggu kapan pandemi selesai, mau sampai kapan. Oleh karena itu, kita harus terus menyesuaikan diri dengan Covid. Kalau tidak dijalankan, bisa rubuh karena menyangkut banyak stakeholder.
Ketika bertemu dengan Kepolisian, kita tekankan kegiatan ini tidak ada kerumunan, lalu semua yang terlibat kita ketat prokes, kita juga melakukan kampanye untuk pencinta basket bisa menyaksikan pertandingan tapi mendukung dari rumah. Jadi, pihak-pihak yang mendukung merasa tenang, karena tidak ada kerumunan.
Lalu, bagaimana menjalankan skema protokol kesehatan di IBL?
Jadi ada dua tahapan besar. Tahapan pertama, sebelum memasuki IBL Camp. Ada monitoring berkala, setiap minggu cek, tujuh hari sebelum memasuki IBL Camp, semua harus karantina mandiri, lalu harus lolos tes PCR selama dua kali, mereka akan mendapatkan surat clearance untuk berangkat. Jadi kalau satu negatif dan kedua positif, dia tidak akan bisa mendapatkan surat clearance dan tidak bisa berangkat. Ketika tiba di lokasi, dia harus menjalankan tes PCR ketiga. Kemudian untuk menunggu PCR, mereka harus isolasi mandiri di cottage sampai hasil PCR keluar, setelah hasilnya keluar, boleh aktitivas latihan dan bertanding.
Tahapan kedua, setiap enam hari sekali kita tes PCR. Semua yang terlibat, pemain, wasit, ofisial, tukang bersih area, tukang masak, kita tes semua. Kita total 12 kali PCR selama penyelenggaraan, Covid kan dinamis, kita tidak bisa menggaransi 100 persen, tapi kita usahakan menekan resiko yang ada. Jadi jika ada kasus, kita sudah siap, karena ada isolasi, prosedur tracing, ada klinik 24 jam untuk mengecek pemain yang terpapar.
FOLLOW US
Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan