"Olahraga ini bukan hanya milik KONI, tapi semua pihak. Jika ingin meraih kesuksesan dan prestasi, maka semua pihak harus bersinergis," kata Djoko saat menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan bertajuk "Diskusi Sehari Evaluasi Prestasi Jawa Timur di PON XIX 2016, Jawa Barat" di hotel Mercure, Surabaya, Senin (5/12/2016).
Jika sinergitas terbangun dengan baik, Djoko optimis olahraga di daerah akan mencapai prestasi. Ia mencontohkan, atlet bekerjasama dengan universitas-universitas di Jatim yang memiliki fasilitas lengkap khususnya dalam bidang olahraga.
Baca: KONI Jatim: Mulai 2017, Setiap Pelatih Puslatda Harus Punya Sertifikat
Misalnya, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang memiliki Fakultas Kedokteran, KONI Jatim bisa bersinergis dengan Unair dalam bidang kesehatan para atlet. Kemudian Universitas Surabaya (Ubaya) memiliki laboratorium yang bagus, KONI bisa menggunakan lab tersebut untuk keperluan para atlet.
"Intinya harus terbangun sinergitas yang bagus jika benar-benar ingin meraih prestasi dan kesuksesan dalam bidang olahraga," tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Tandiyo Rahayu, salah satu guru besar Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Semarang (Unnes), menilai Jatim memiliki potensi besar untuk meraih prestasi dalam bidang olahraga.
"Saya lihat Jatim tidak pernah kehabisan bahan baku, bahkan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) juga bagus. Jadi potensi meraih prestasi dalam bidang olahraga sangat besar," kata Tandiyo.
Baca juga: Demi Olimpiade, Persilat Sasar Tiga Negara Amerika Latin
Hanya saja, lanjut Tandiyo, Jatim ibarat mobil F1 dengan bahan bakar pertamax. Dimana hanya mampu melaju 50 kilometer saja, lebih dari itu akan berjalan melambat.
"Jatim ini potensinya ibarat mobil F1, saya percaya itu. Yang jadi pertanyaannya adalah bahan bakar minyak (BBM) mobil F1 nya apa? Kalau BBM nya pertamax tentu tidak sesuai, apalagi premium. Nah, analogi itu adalah tentang posisi sport nutrition alias tergantung nutrisi si atlet. Kalau nutrisinya bagus, maka lajunya juga akan bagus," jelasnya.
Menurut Tandiyo, itu merupakan hasil penelitian yang dilakukannya di Pelatnas Cipayung pada tahun 1992 silam. Saat itu, lanjut dia, atlet asal Jatim memiliki postur tubuh dan kualitas bagus.
"Tapi kualitas itu tidak didukung dengan pola makan, dan nutrisi yang sehat. Akibatnya, diketahui bahwa fisik atlet rendah setelah dilakukan tes. Jatim ini sudah punya hardware yang bagus, tapi sayang kalau bbm/nutrisinya tidak bagus, maka hasilnya juga tidak akan bagus," tandasnya.
Video: Peti Jenazah Tim Chapecoense Tiba di Arena Conda
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News