KITA sengaja menguji pandangan para calon wakil presiden berkaitan dengan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini isu yang sangat penting karena pembangunan harus dimulai dari kesiapan manusianya.
Dalam beberapa diskusi yang diselenggarakan Lembaga Ketahanan Nasional, dua hal itulah yang menjadi perhatian utama. Kita tidak akan pernah mencapai pembangunan yang menyejahterakan apabila tidak disertai pembangunan pada manusia dan penguasaan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selama ini kita terlalu terpukau kepada pembangunan dalam bentuk fisik. Tidak usah heran apabila kita sudah berpuas diri ketika perekonomian bisa tumbuh tinggi dan itu dilihat dari banyak bangunan-bangunan modern yang kita dirikan.
Akibat pendekatan itu kita lupa mendorong anak-anak bangsa ini menggapai pendidikan yang lebih tinggi. Kita seharusnya prihatin ketika kemerdekaan sudah hampir mencapai 70 tahun, rata-rata pendidikan bangsa ini baru mencapai 7 tahun.
Dengan pendidikan rata-rata yang rendah seperti itu, tidak usah heran apabila kita tidak mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa adanya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka produk yang kita hasilnya masih tidak berbeda jauh dengan zaman penjajahan dulu yakni hanya bertumpu kepada sumber daya alam.
Kita memang mampu memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi harga yang harus dibayar terlalu mahal. Kita kuras habis minyak dan gas yang kita miliki hanya untuk mendapatkan devisa. Demikian pula dengan hasil tambang dan sumber daya lainnya.
Jumlah kelas menengah kita memang tumbuh signifikan. Kita memiliki jumlah orang super kaya yang besar. Tetapi jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan jauh lebih besar. Kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin begitu menganga.
Semua ini akibat dari kualitas manusia yang tidak merata. Hanya mereka yang mendapat pendidikan tinggi yang memetik manfaat. Apalagi ketika yang terdidik itu pun tidak mempunyai hati sehingga tidak peduli kepada saudaranya yang tertinggal.
Dengan kualitas pendidik yang rendah, maka mereka tidak mampu memberdayakan dirinya. Mereka tidak peduli dengan tingkat kesehatan, tidak peduli dengan angka kelahiran. Tidak usah heran apabila kita masuk negara dengan tingkat kelahiran tertinggi di dunia.
Tingkat kelahiran kita sekarang ini mencapai 1,52 persen. Artinya, dibandingkan antara orang yang lahir dan orang yang meninggal, maka setiap tahun rata-rata jumlah pertambahan penduduk di Indonesia sekarang ini mencapai 4 juta orang. Ini artinya sama dengan setiap tahun ada Singapura baru yang muncul di Indonesia.
Pendidikan akan bisa membuka mata setiap orang untuk menciptakan kondisi terbaik bagi diri mereka. Hanya masyarakat yang berpendidikan yang akan peduli akan nasib keluarga dan juga bangsanya.
Kita ingin ingatkan lagi pandangan yang muncul saat APEC Leader's Meeting di Bali tahun lalu. Semua pemimpin negara-negara yang hadir menekankan pentingnya pendidikan. Bahkan pendidikan itu harus menjadi proses yang tidak pernah berhenti.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan, ia tidak pernah bosan mengingatkan rakyatnya untuk tidak berhenti untuk belajar. Siapa pun dia, apa pun profesinya, semua harus terus mau meningkatkan kemampuan dirinya.
Sebab, sekarang ini kita hidup di zaman yang terbuka. Hanya bangsa yang paling siaplah yang akan bisa memetik manfaat keterbukaan itu. Untuk itu semua harus berpikiran terbuka dan maju ke depan.
Kita pun tidak boleh ketinggalan kalau tidak mau menjadi bangsa yang kalah. Semua itu tidak cukup hanya diomongkan, tetapi harus dilakukan. Kita harus terbuka matanya bahwa dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan serta teknologi kita sudah tertinggal di belakang.
Kita tidak butuh lagi sekadar wacana. Kita membutuhkan tindakan nyata untuk mendorong minat anak-anak mau menimba pendidikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab, hanya dengan itulah kita akan bisa menjadi bangsa pemenang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di