?Jangan Remehkan Kejahatan Primitif
?Jangan Remehkan Kejahatan Primitif ()

Jangan Remehkan Kejahatan Primitif

30 Desember 2016 06:24
Peristiwa keji dan memilukan di Pulomas, Jakarta Timur, awal pekan ini, mestinya membuka kesadaran dan mata kita lebar-lebar. Perampokan yang disertai pembunuhan sejatinya merupakan jenis kejahatan yang amat sangat primitif. Jenis kejahatan yang mungkin sama usianya dengan keberadaan manusia itu sendiri.
 
Lalu mengapa kita masih juga bisa kecolongan? Harus diakui selama ini barangkali kita terlalu terlena dan menganggap enteng kejahatan semacam ini. Di tengah merebaknya kejahatan-kejahatan modern seperti korupsi, peredaran narkoba, hingga cyber crime, kita seperti lupa masih ada ancaman serius dari kejahatan konvensional.
 
Kita selalu meneriakkan perang terhadap korupsi dan narkoba serta mendorong penumpasan hingga ke akar-akarnya. Kita tak pernah lelah mendesak pelaku korupsi dan bandar narkoba dihukum seberat-beratnya supaya mereka kapok sekaligus memberi peringatan kepada yang lain untuk tidak mencoba hal yang sama.
 
Namun, semangat menggebu kita di sisi itu ternyata membuat kita melupakan sisi yang lain. Kita kerap alpa memperhatikan kejahatan-kejahatan konvensional yang sesungguhnya tak pernah hilang, bahkan tidak berkurang, dari kehidupan kita sehari-hari. Ketika semua berteriak menuntut hukuman berat bagi koruptor dan bandar narkoba, pada saat yang sama residivis hampir tak pernah mendapat hukuman setimpal. Akibatnya, nafsu dan keinginan mereka untuk terus mengulangi kejahatan sulit dibendung. Seusai menjalani hukuman penjara yang mungkin hanya beberapa bulan, mereka beraksi lagi. Merampok lagi. Membunuh lagi.
 
Seperti itu juga yang terjadi pada Ramlan Butar Butar, salah satu pelaku pembunuhan di Pulomas yang akhirnya mati ditembak polisi saat penangkapan. Ramlan merupakan residivis kambuhan. Pada tahun lalu, 2015, ia diketahui pernah tertangkap karena merampok di Griya Telaga Permai Tapos, Depok. Namun, aneh bin menjengkelkan, setahun kemudian ia dan komplotannya sudah merampok lagi di Pulomas, bahkan disertai dengan pembunuhan.
 
Publik pun dibuat bertanya-tanya, seperti apakah penuntutan dan penegakan hukum untuk penjahat semacam ini? Sebegitu tak menjerakankah hukuman buat mereka sehingga tak ada istilah kapok di kamus mereka?
 
Atau justru sistem di lembaga pemasyarakatan yang terlalu lemah untuk membina mereka? Atau mekanisme pemberian remisi yang terlalu diobral, dan masih banyak atau yang lain.
 
Inilah mengapa kasus Pulomas harus menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Betul, di satu sisi kita harus memberikan apresiasi kepada jajaran Polda Metro Jaya yang sigap dan cepat mengungkap sekaligus meringkus komplotan pelaku pembunuhan sadis itu. Kita berharap polisi juga dapat segera mengurai motif dan latar belakang kasus tersebut agar tidak keburu dipenuhi dengan spekulasi-spekulasi ngawur.
 
Namun, kecepatan saja mungkin belum cukup. Belajar dari kasus perampokan dan pembunuhan di Pulomas, kita mendesak di masa mendatang harus ada konsensus di antara para penegak hukum untuk tidak lagi memberi ruang gerak bagi residivis.
 
Mulai polisi, jaksa, hakim, sampai lembaga pemasyarakatan harus bergerak dalam nada yang sama bahwa hukuman berat juga layak dijatuhkan kepada mereka. Tuntut dan hukum mereka seberat-beratnya, dan pertimbangkanlah untuk tidak dengan mudah memberikan remisi atau pengurangan hukuman dalam bentuk apa pun.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase pembunuhan di pulomas

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif