Jakarta: Pemerintah diminta berinovasi mengisi jabatan gubernur yang kosong karena pemilihan kepala daerah (pilkada) ditiadakan pada 2022 dan 2023. Salah satu inovasi yang ditawarkan yaitu membuat aturan uji kepatutan dan kelayakan penjabat kepala daerah.
"Karena rentang waktu yang panjang (masa bertugas penjabat) itu dan ada kekosongan hukum maka dilakukan terobosan membuat regulasi terhadap hal ini," kata anggota Komisi II Guspardi Gaus saat dihubungi, Rabu, 12 Januari 2022.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai uji kepatutan dan kelayakan dibutuhkan. Sebab, masa bakti penjabat kepala daerah cukup lama, yakni, 2 tahun untuk tujuh provinsi dan 1 tahun untuk 27 provinsi.
Di sisi lain, penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan yang memadai. Dikhawatirkan, hal itu membuat upaya menyejahterakan masyarakat menjadi terhambat.
Baca: Pj Gubernur DKI Diharapkan Paham Permasalahan Ibu Kota
Menurut Guspardi, uji kepatutan dan kelayakan tersebut diharapkan bisa membuat kewenangan penjabat bertambah. Sehingga, roda pemerintahan tidak stagnan dan hanya menunggu instruksi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam mengambil kebijakan.
"Tidak selalu ada petunjuk dari Kemendagri. Dia bisa memberikan apresiasi, dia bisa melakukan inovasi, dia bisa mengambil kebijakan," ungkap legislator asal Sumatra Barat itu.
Selain itu, uji kepatutan dan kelayakan dibutuhkan memastikan tidak ada kepentingan politik dalam menunjuk kepala daerah. Sehingga, penjabat bisa menjalankan tugasnya dengan baik tanpa dimanfaatkan partai politik.
"Artinya pemerintah dikelola secara profesional," sebut dia.
Proses Penunjukan Kepala Daerah Mencontoh KPU-Bawaslu
Dia menyampaikan proses uji kepatutan dan kelayakan bisa dilakukan pemerintah dan DPR. Mekanismenya bisa meniru proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu.
Pemerintah dalam hal ini melakukan penyaringan melalui tim seleksi (timsel). Nantinya, pemerintah menyerahkan beberapa nama ke DPR.
"Timsel memilih lima orang, lalu lima orang itu nanti DPR yang melakukan uji kepatutan dan kelayakan," ujar dia.
Terkait syarat harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Untuk posisi penjabat gubernur harus diisi eselon satu. Sedangkan penjabat bupati atau wali kota diisi ASN berstatus eselon dua.
"Pokoknya yang memiliki syarat diberikan ruang lalu ada seleksi (dilakukan) timsel," terang dia.
Selain itu, dia menegaskan proses seleksi harus diikuti ASN aktif. Bukan pejabat eselon satu yang sudah purnabakti.
"Persyaratannya tetap yaitu orang yang berstatus eselon satu aktif, bukan pensiunan," ujar dia.
Proses Penunjukan Kepala Daerah Mencontoh KPU-Bawaslu
Dia menyampaikan proses uji kepatutan dan kelayakan bisa dilakukan pemerintah dan DPR. Mekanismenya bisa meniru proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu.
Pemerintah dalam hal ini melakukan penyaringan melalui tim seleksi (timsel). Nantinya, pemerintah menyerahkan beberapa nama ke DPR.
"Timsel memilih lima orang, lalu lima orang itu nanti DPR yang melakukan uji kepatutan dan kelayakan," ujar dia.
Terkait syarat harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Untuk posisi penjabat gubernur harus diisi eselon satu. Sedangkan penjabat bupati atau wali kota diisi ASN berstatus eselon dua.
"Pokoknya yang memiliki syarat diberikan ruang lalu ada seleksi (dilakukan) timsel," terang dia.
Selain itu, dia menegaskan proses seleksi harus diikuti ASN aktif. Bukan pejabat eselon satu yang sudah purnabakti.
"Persyaratannya tetap yaitu orang yang berstatus eselon satu aktif, bukan pensiunan," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)