Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencoret Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Oedang (OSO)--Medcom.id/Arga Sumantri
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencoret Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Oedang (OSO)--Medcom.id/Arga Sumantri

OSO tak Terima Dicoret sebagai Calon Anggota DPD

Arga sumantri • 20 September 2018 20:07
Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencoret Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Oedang (OSO) sebagai calon anggota DPD. OSO tak terima dengan keputusan itu.
 
"Enggak ada coret-coret, siapa yang berani coret-coret. Belum," kata OSO di Posko Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 20 September 2018.
 
OSO memastikan telah mengguat keputusan KPU ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bukan hanya ke Bawaslu, OSO mengaku telah pula mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Uji materi juga sudah. Sudah diterima dan dinyatakan pantes untuk dipersoalkan. Memenuhi syarat uji dan materiil," ujarnya.
 
OSO acuh dengan keputusan KPU. Ia menegaskan tetap mencalonkan diri sebagai anggota DPD. "Saya mau DPD kek mau DPR kek, saya bisa saja kalau mau," tegasnya.
 
Baca: Hanura akan Gugat KPU soal Pencoretan OSO
 
OSO berkukuh berhak mencalonkan diri sebagai Anggota DPD, kendati saat ini masih menjabat sebagai ketua umum partai politik. OSO menyebut Undang-undang mengakomodasi setiap warga negara untuk dipilih dan memilih. "Lihat Pasal 28 UUD 1945."
 
Baca: OSO Dicoret dari Daftar Calon Anggota DPD
 
KPU resmi mencoret OSO dari daftar calon anggota DPD 2019. Kebijakan ini mengacu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang menyebutkan pelarangan pencalonan anggota DPD dari unsur partai politik dan tidak berlaku surut.
 
MK memutuskan Anggota DPD dilarang menjadi pengurus partai politik. Artinya, semua bakal calon anggota DPD harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pengurus maupun fungsionaris partai saat mendaftar ke KPU.
 
Putusan itu berlaku setelah MK mengabulkan gugatan permohonan uji materi Pasal 182 huruf l frasa pekerjaan lain pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
 
MK berpendapat frasa 'pekerjaan lain' dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD yang diatur Pasal 182 huruf l UU Pemilu. Sehingga, menimbulkan ketidakpastian hukum apakah perseorangan warga negara Indonesia yang sekaligus pengurus partai politik dapat atau boleh menjadi calon anggota DPD.
 
Jika ditafsirkan dapat atau boleh, hal itu bertentangan dengan hakikat DPD sebagai wujud representasi daerah. Itu juga berpotensi melahirnya perwakilan ganda (double representation).
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan