Wakil Ketua DPR Bidang Korinbang Rachmat Gobel di acara Diplomatic Reception di KBRI Ankara, Turki. (Istimewa)
Wakil Ketua DPR Bidang Korinbang Rachmat Gobel di acara Diplomatic Reception di KBRI Ankara, Turki. (Istimewa)

Gobel Ajak Diplomat Dunia Bersatu Demi Kemakmuran Bersama

Medcom • 27 September 2022 10:31
Ankara: Wakil Ketua DPR Bidang Korinbang Rachmat Gobel mengajak para diplomat dari seluruh dunia bersatu membangun perdamaian dunia. Hal itu disampaikan Gobel di acara Diplomatic Reception, dalam rangka peringatan 77 tahun kemerdekaan Indonesia di KBRI Ankara, Turki.
 
"Dunia ini terlalu sempit untuk kita berperang dan konflik. Kita harus bersatu untuk berbagi, saling menolong, makmur bersama, dan menciptakan lingkungan hidup yang hijau dan segar," kata Gobel, di Ankara, pada Rabu malam, 14 September 2022 lalu.
 
Acara itu dihadiri para diplomat dari kedutaan besar seluruh dunia yang ada di Ankara. Hadir juga Menteri Perindustrian dan Teknologi Turki Mustafa Varank dan Kepala Industri Pertahanan Turki (Savunma Sanayii Baskani/SSB) Ismail Demir.

Dalam kesempatan itu hadir juga anggota DPR  dari Komisi IV Muhammad Syafrudin (PAN), anggota Komisi III Yakhobus Jacki Uly (Partai NasDem), dan dua anggota Komisi I Muhammad Farhan (Partai NasDem) dan Nurul Arifin (Partai Golkar). Para anggota DPR hadir atas undangan Duta Besar Indonesia untuk Turki, Lalu Muhammad Iqbal. Hadir pula Konsul Jenderal RI untuk Istanbul, Imam As’ari.
 
Pada kesempatan itu Gobel diminta memberikan pidato kunci. Dalam pidatonya, Gobel mengatakan Turki dan Indonesia memiliki hubungan yang kuat karena memiliki ikatan sejarah dan emosional yang kuat.

Baca: Rachmat Gobel Dorong Parlemen Tingkatkan Kerja Sama dengan Turki


Dalam keterangannya kepada wartawan, Gobel mengatakan hakikatnya manusia itu satu. Yang berbeda hanya warna kulit, bahasa, geografi, dan beragam identitas lainnya.
 
"Namun jika kita saling mengenal maka kita akan makin menyadari bahwa kita adalah satu kesatuan," ungkap dia.
 
Dia mencontohkan Indonesia adalah negeri dengan jumlah penduduk 275 juta jiwa, dengan jumlah kelompok etnik lebih dari 300, dan jumlah etnik mencapai 1.340 etnik.
 
Adapun jumlah pulau di Indonesia adalah 16.766. Sedangkan jumlah bahasa daerah mencapai 718 bahasa. Namun Indonesia hanya memiliki satu bahasa nasional, yaitu Bahasa Indonesia.
 
"Kami bersatu dalam negara kesatuan Republik Indonesia dengan dasar negara Pancasila dan motto Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu, walaupun Indonesia mengakui beragam agama, dan mayoritas penduduknya beragama Islam, namun Indonesia bukanlah negara agama. Indonesia adalah negara demokrasi yang inklusif, toleran, dan pluralistik," papar Gobel.
 
Sebagai negara yang pernah dijajah selama 350 tahun, kata Gobel, Indonesia sangat merasakan menderitanya dalam penjajahan, dominasi, dan hegemoni suatu negara. Perang Dunia II, kata Gobel, juga membuat penderitaan yang hebat bagi rakyat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. 

Baca: Gobel: Mari Bangun Politik Berwawasan Budaya


Karena itu, kata Gobel, salah satu tujuan dibentuknya negara Indonesia adalah untuk menciptakan perdamaian dunia. "Politik luar negeri Indonesia menganut prinsip bebas-aktif. Bebas menentukan sikap dan kebijakannya serta aktif memberikan kontribusi dalam percaturan internasonal. Indonesia adalah negeri yang cinta damai dan menolak penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa antarnegara," jelas dia.
 
Gobel menekankan perdamaian dunia adalah suatu keharusan. Menurut dia, perdamaian dunia tak lahir begitu saja.
 
"Perdamaian dunia harus diperjuangkan oleh semua pihak. Hanya melalui perdamaian maka kemajuan dan kemakmuran bersama bisa tercapai. Kita menolak hegemoni dan dominasi. Kita menolak kemakmuran dan kemajuan hanya untuk bangsa dan negara tertentu saja. Kita ingin kemajuan dan kemakmuran bersama. Dan itu harus diperjuangkan secara bersama-sama," ungkap dia.
 
Untuk itu, Gobel mengajak semua pihak untuk membangun mutual trust, mutual respect, dan mutual benefit. Trimutual itu, menurut dia, merupakan satu kesatuan.
 
"Dimulai dengan rasa saling percaya, lalu terbina rasa saling menghormati, dan akhirnya kita sama-sama mendapat benefit. Rasa percaya itu soal hati, soal keyakinan, bahwa umat manusia hakikatnya berhati baik. Karena itu kita menolak jika manusia menjadi serigala bagi yang lainnya. Kita bukan serigala yang saling memangsa. Sudah saatnya kita mengembangkan heart to heart diplomacy, not pocket to pocket diplomacy," terang Gobel.

Baca: Rachmat Gobel Ajak Masyarakat Jadikan Gorontalo Pusat Kuliner Ikan Tuna


Menurut Gobel, hal itu bisa terwujud jika mengedepankan people to people relationship, bukan sekadar government to government relationship. Melalui diplomasi budaya dan diplomasi komunitas.
 
"Maka tujuan-tujuan perdamaian lebih mudah terwujud, karena hati kita sudah saling terpaut," ungkap dia.
 
Gobel mengingatkan saat ini dunia sedang dihadapkan pada tantangan climate change. Hal itu bakal mendatangkan bencana banjir, longsor, dan tenggelamnya dataran-dataran rendah, khususnya di wilayah pesisir. Pola tanam dan pertanian, kata dia, juga terganggu. Hal ini berakibat berkurangnya pasokan pangan dan naiknya harga pangan.
 
Padahal jumlah penduduk bumi terus bertambah dan kini berjumlah sekitar 8 miliar jiwa. Pada sisi lain, menurut Gobel, dunia juga secara bertubi-tubi dihantam berbagai penyakit akibat mutasi virus dan bakteri. Yang paling dahsyat adalah hantaman dari pandemi covid-19. Sudah lebih dari dua tahun namun dunia masih belum lepas dari bayang-bayang virus tersebut.

Baca: Gobel Ajak Raja-raja Nusantara Fokus Bangun SDM


"Semua itu berdampak bagi ketersediaan dan harga pangan. Padahal kemampuan tiap negara tidak sama. Masalah ketersediaan dan harga pangan bisa membuat sejumlah negara akan mengalami kesulitan. Di tengah situasi ini, kita butuh kerja sama, harus saling menolong. Bukan menimbulkan perang dan konflik baru. Perang Rusia-Ukraina telah menambah beban. Rantai pasokan pangan dan energi terganggu. Hal ini berdampak pada ketersediaan dan harga pangan dan energi," jelas dia.
 
Gobel menuturkan agenda dunia harusnya soal bagaimana memperbaiki lingkungan hidup yang rusak akibat emisi gas rumah kaca. Dia mengajak untuk menghijaukan lagi Bumi dengan menanam pohon, menjaga hutan, menggunakan teknologi ramah lingkungan, dan mengurangi penggunaan energi fosil. 
 
"Kita butuh kerja sama yang erat. Dalam situasi ini, heart to heart diplomacy dan people to people relationship makin menunjukkan tingkat relevansinya yang tinggi. Mari kita saling bergandeng tangan. Manusia hadir di dunia bukan untuk saling menikam tapi untuk saling merangkul. Kita hadir di dunia bukan untuk berbuat kerusakan tapi untuk membangun peradaban dan meninggikan kemanusiaan," papar Gobel.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan