medcom.id, Jakarta: Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan urgensi pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Kata Yusril, berdasarkan pasal 22 UUD 1945, perppu hanya bisa diterbitkan dalam kondisi genting dan memaksa.
"Kegentingan yang memaksa itu ditafsirkan oleh putusan MK Nomor 138 Tahun 2009, ada tiga syarat," kata Yusril di markas HTI, Jalan Dr. Soepomo, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu 12 Juli 2017 malam.
(Baca: HTI Sebut Banyak Pasal Karet di Perppu Ormas)
Pertama, ada keadaan mendesak yang memerlukan satu langkah penyelesaian berdasarkan norma UU. Sementara UU itu sendiri belum tercipta.
Kedua, UU yang sudah ada tidak memadai untuk menyelesaikan persoalan-persoalan. Ketiga karena waktu yang sempit untuk diajukan kepada DPR.
"Namun kini kegentingan yang memaksa apa yang ada di pikiran presiden keluarkan perppu ini," ujar Yusril.
Yusril menyadari perppu ini telah mempunyai kekuatan hukum yang efektif secara UU. Dan dengan perppu ini sudah bisa membubarkan ormas. Meski begitu,
pemerintah harus menyampaikan kepada DPR, harus pula ada sikap DPR menerima atau menolak perppu ini.
(Baca: HTI bakal Gugat Perppu Ormas)
Perppu Nomor 2 Tahun 2017 atas Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas ini sendiri memuat larangan dan sanksi terhadap ormas. Perubahan substansial terletak dalam beberapa pasal. Pasal 59 melarang ormas menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan.
Ormas juga dilarang menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi warna, lambang, atau bendera ormas. Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar ormas lain atau partai politik.
Ormas tidak diperbolehkan menerima dari atau memberikan kepada pihak manapun sumbangan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mereka juga tidak boleh mengumpulkan dana untuk partai politik.
medcom.id, Jakarta: Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan urgensi pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Kata Yusril, berdasarkan pasal 22 UUD 1945, perppu hanya bisa diterbitkan dalam kondisi genting dan memaksa.
"Kegentingan yang memaksa itu ditafsirkan oleh putusan MK Nomor 138 Tahun 2009, ada tiga syarat," kata Yusril di markas HTI, Jalan Dr. Soepomo, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu 12 Juli 2017 malam.
(Baca:
HTI Sebut Banyak Pasal Karet di Perppu Ormas)
Pertama, ada keadaan mendesak yang memerlukan satu langkah penyelesaian berdasarkan norma UU. Sementara UU itu sendiri belum tercipta.
Kedua, UU yang sudah ada tidak memadai untuk menyelesaikan persoalan-persoalan. Ketiga karena waktu yang sempit untuk diajukan kepada DPR.
"Namun kini kegentingan yang memaksa apa yang ada di pikiran presiden keluarkan perppu ini," ujar Yusril.
Yusril menyadari perppu ini telah mempunyai kekuatan hukum yang efektif secara UU. Dan dengan perppu ini sudah bisa membubarkan ormas. Meski begitu,
pemerintah harus menyampaikan kepada DPR, harus pula ada sikap DPR menerima atau menolak perppu ini.
(Baca:
HTI bakal Gugat Perppu Ormas)
Perppu Nomor 2 Tahun 2017 atas Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas ini sendiri memuat larangan dan sanksi terhadap ormas. Perubahan substansial terletak dalam beberapa pasal. Pasal 59 melarang ormas menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan.
Ormas juga dilarang menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi warna, lambang, atau bendera ormas. Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar ormas lain atau partai politik.
Ormas tidak diperbolehkan menerima dari atau memberikan kepada pihak manapun sumbangan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mereka juga tidak boleh mengumpulkan dana untuk partai politik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)