Jakarta: Wacana penundaan pemilu 2024 menuai reaksi dari berbagai kalangan. Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Muhammadiyah Abdul Rohim Ghazali mengatakan penundaan pemilu akan menghambat regenerasi kepemimpinan nasional.
"Penundaan pemilu akan menjadi preseden buruk jika dilakukan sebab kepala negara bisa seenaknya mengatur masa jabatan tanpa memperhatikan kesepakatan yang telah dibangun," ujarnya dalam diskusi publik virtual, Sabtu, 26 Februari 2022.
Pemerintah dan DPR telah berkomitmen menetapkan jadwal pemilu 2024. Ia mengaku heran manakala muncul wacana penundaan pemilu yang dilontarkan politikus di parlemen.
Menurutnya, pemilu merupakan salah satu bentuk demokrasi, rakyat memilih presiden dan wakil presiden lima tahun sekali. Demokrasi bagian dari komponen penting membangun negeri, menciptakan kestabilan, dan pertumbuhan ekonomi. Menurut dia, alasan penundaan pemilu karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi perlu diluruskan.
"Upaya mengkambinghitamkan demokrasi berasal dari aktor-aktor politik. Menurut kami itu kontradiksi. Partai politik pilar demokrasi kalau ingin merenggut demokrasi itu cara berpikir yang salah," ucap dia.
Ia menerangkan konstitusi mengatur jelas bahwa masa jabatan presiden dibatasi lima tahun. Kemudian, dapat dipilih kembali lima tahun berikutnya. Memperpanjang masa jabatan presiden, tegas dia, melanggar amanat konstitusi.
Baca: Sehebat Apapun Presiden, Tak Bisa Dipilih Usai 2 Periode
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang, Sumatra Barat, Feri Amsari mengatakan wacana penundaan pemilu jauh dari jalur yang diatur UUD 1945. Penundaan pemilu berpotensi berujung pada perpanjangan masa jabatan presiden.
Selain melanggar konstitusi, kata dia, upaya memperpanjang masa jabatan presiden patut diduga ada niat menjadikan sistem presidensial saat ini menjadi kerajaan atau monarki. Perpanjangan masa jabatan presiden juga berpotensi mengembalikan Indonesia pada rezim otoritarian seperti orde baru saat masa jabatan presiden tidak dibatasi.
"Ini berbahaya bagi demokrasi kita. Ciri format sistem presidensial dibatasi masa kekuasaannya. Kalau melewati dari apa yang diatur dalam konstitusi Indonesia akan masuk dalam rezim otoritarian," tutur Feri.
Presiden Joko Widodo dinilai harus tegas menghentikan polemik penundaan pemilu. Presiden dianggap perlu meminta penyelenggara pemilu menentukan segera menentukan tahapan-tahapan pemilu.
"Presiden, DPR dan partai politik punya kewajiban melindungi konstitusi. Saya harap ini tidak benar-benar terjadi. Ini hanya gimmick-gimmick menjelang pemilu 2024 dan jangan sampai konstitusi kita seperti benda yang tidak berada," ujar Fery.
Wakil Dekan FISIPOL Universitas Muhammadiyah Jakarta Ridho Al- Hamdi menduga isu penundaan pemilu bisa jadi strategi para politikus yang ingin mencalonkan diri menjadi presiden pada pemilu 2024 untuk menguji reaksi publik. Atau, mengulur waktu karena nama mereka tidak masuk radar survei.
Wacana penundaan pemilu 2024 dilontarkan pertama kali oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Hal itu ia kemukakan seusai menerima pelaku usaha mikro, pengusaha, dan analis ekonomi, Rabu, 23 Februari 2022.
Muhaimin menyebut para analis memperkirakan Indonesia akan mengalami perbaikan ekonomi usai dua tahun pandemi covid-19. Muhaimin menilai perbaikan ekonomi tersebut tidak boleh terganggu dengan ajang pemilu.
Jakarta: Wacana penundaan
pemilu 2024 menuai reaksi dari berbagai kalangan. Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Muhammadiyah Abdul Rohim Ghazali mengatakan penundaan pemilu akan menghambat regenerasi kepemimpinan nasional.
"Penundaan pemilu akan menjadi preseden buruk jika dilakukan sebab kepala negara bisa seenaknya mengatur masa jabatan tanpa memperhatikan kesepakatan yang telah dibangun," ujarnya dalam diskusi publik virtual, Sabtu, 26 Februari 2022.
Pemerintah dan DPR telah berkomitmen menetapkan jadwal
pemilu 2024. Ia mengaku heran manakala muncul wacana penundaan pemilu yang dilontarkan politikus di parlemen.
Menurutnya, pemilu merupakan salah satu bentuk demokrasi, rakyat memilih presiden dan wakil presiden lima tahun sekali. Demokrasi bagian dari komponen penting membangun negeri, menciptakan kestabilan, dan pertumbuhan ekonomi. Menurut dia, alasan penundaan pemilu karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi perlu diluruskan.
"Upaya mengkambinghitamkan demokrasi berasal dari aktor-aktor politik. Menurut kami itu kontradiksi.
Partai politik pilar demokrasi kalau ingin merenggut demokrasi itu cara berpikir yang salah," ucap dia.
Ia menerangkan konstitusi mengatur jelas bahwa masa jabatan presiden dibatasi lima tahun. Kemudian, dapat dipilih kembali lima tahun berikutnya. Memperpanjang masa jabatan presiden, tegas dia, melanggar amanat konstitusi.
Baca:
Sehebat Apapun Presiden, Tak Bisa Dipilih Usai 2 Periode
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang, Sumatra Barat, Feri Amsari mengatakan wacana penundaan pemilu jauh dari jalur yang diatur UUD 1945. Penundaan pemilu berpotensi berujung pada perpanjangan masa jabatan presiden.
Selain melanggar konstitusi, kata dia, upaya memperpanjang masa jabatan presiden patut diduga ada niat menjadikan sistem presidensial saat ini menjadi kerajaan atau monarki. Perpanjangan masa jabatan presiden juga berpotensi mengembalikan Indonesia pada rezim otoritarian seperti orde baru saat masa jabatan presiden tidak dibatasi.
"Ini berbahaya bagi demokrasi kita. Ciri format sistem presidensial dibatasi masa kekuasaannya. Kalau melewati dari apa yang diatur dalam konstitusi Indonesia akan masuk dalam rezim otoritarian," tutur Feri.