Jakarta: CEO Media Group News Mohammad Mirdal Akib menyayangkan digitalisasi televisi atau analog switch off (ASO) Indonesia berjalan lambat. Lambannya migrasi televisi berdampak sampai masyarakat di perbatasan.
“Kalau negara tetangga sudah beralih ke digital, sudah terbayang risikonya apa. Mereka (masyarakat perbatasan) akan lihat program TV negara tetangga,” kata Mirdal dalam diskusi virtual di Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020.
Dia menyebut kualitas siaran dan jangkauan televisi digital lebih baik jika dibandingkan dengan jaringan analog. Akibatnya, masyarakat Indonesia di perbatasan justru lebih akrab dengan acara televisi negara lain.
Baca: Migrasi Penyiaran Terjegal Tiga Industri Media
Mirdal menyebut digitalisasi televisi sedianya dimulai pada 2005. Hal itu ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.
Indonesia, Singapura, dan Malaysia sejak awal berkomitmen menjadi pelopor televisi digital di Asia Tenggara. Setelah menyusun peta jalan, Indonesia sampai di tahap konsorsium televisi digital.
“Televisi swasta mencoba trial and error. Waktu itu prosesnya mulus,” terang Mirdal.
Semangat itu dilanjutkan oleh sejumlah televisi swasta. Mereka berinvestasi membeli infrastruktur siaran digital pada 2015.
Sayangnya, euforia itu luntur hingga 2019. Sampai akhirnya Menteri Komunikasi dan Informatika kala itu, Rudiantara, kembali mendorong digitalisasi televisi.
Satu Langkah Lagi
Mirdal mengatakan realisasi digitalisasi televisi tinggal selangkah lagi. Industri televisi sudah menyiapkan infrastruktur digital dan televisi digital sudah terjangkau oleh masyarakat.
“Hulunya seperti studio, kaset, kamera, dan televisi di rumah sudah digital. Tapi sekarang transmitternya analog. Tinggal satu titik (masalah) itu,” tutur Mirdal.
Baca: Keterlambatan Migrasi Penyiaran Berdampak ke Negara Tetangga
Menurut Mirdal, tidak ada alasan Indonesia enggan beralih ke digital. Perubahan zaman kian cepat dan menuntut gaya hidup serba modern.
“Masalah keamanan, kedutaan, intelijen, dan lain-lain butuh frekuensi. Solusinya satu yaitu migrasi dari analog ke digital,” tegas dia.
Jakarta: CEO Media Group News Mohammad Mirdal Akib menyayangkan digitalisasi televisi atau
analog switch off (ASO) Indonesia berjalan lambat. Lambannya
migrasi televisi berdampak sampai masyarakat di perbatasan.
“Kalau negara tetangga sudah beralih ke digital, sudah terbayang risikonya apa. Mereka (masyarakat perbatasan) akan lihat program TV negara tetangga,” kata Mirdal dalam diskusi virtual di Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020.
Dia menyebut kualitas siaran dan jangkauan
televisi digital lebih baik jika dibandingkan dengan jaringan analog. Akibatnya, masyarakat Indonesia di perbatasan justru lebih akrab dengan acara televisi negara lain.
Baca:
Migrasi Penyiaran Terjegal Tiga Industri Media
Mirdal menyebut digitalisasi televisi sedianya dimulai pada 2005. Hal itu ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.
Indonesia, Singapura, dan Malaysia sejak awal berkomitmen menjadi pelopor televisi digital di Asia Tenggara. Setelah menyusun peta jalan, Indonesia sampai di tahap konsorsium televisi digital.
“Televisi swasta mencoba
trial and error. Waktu itu prosesnya mulus,” terang Mirdal.
Semangat itu dilanjutkan oleh sejumlah televisi swasta. Mereka berinvestasi membeli infrastruktur siaran digital pada 2015.
Sayangnya, euforia itu luntur hingga 2019. Sampai akhirnya Menteri Komunikasi dan Informatika kala itu, Rudiantara, kembali mendorong digitalisasi televisi.