Kaleidoskop 2019: Pesta Pora Medan Merdeka
Githa Farahdina • 24 Desember 2019 12:29
Jakarta: Tahun 2019 layaknya roller coaster. Tensi politik naik turun.
Lebih-lebih pascapelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin (Ma’ruf), 20 Oktober 2019, di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Pesta pora agaknya bermula dari situ.
Dunia politik yang dikira mulai adem, justru makin panas gegara bagi-bagi kue. Pesta kemenangan dengan ‘kue’ tinggi menjulang layaknya keik ulang tahun anak konglomerat harus dipotong rapi agar semua menikmati.
Tahap awal, ketika Jokowi-Ma’ruf menyusun Kabinet Indonesia Maju, ia menjanjikan susunan kabinet bakal sangat menarik.
"Pokoknya, kabinet yahud," kata Jokowi ketika bertemu pimpinan media di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Agustus 2019.
Berbagai spekulasi muncul. Nama-nama yang muda hingga sepuh juga ikut mencuat untuk pos-pos tertentu.
Kata kuncinya milenial, profesional, dan politikus. Komposisinya, 55 persen dan 45 persen. Milenial mewakili mereka yang disebut profesional maupun politikus.
Singkatnya, kabinet terbentuk. Nadiem Makarim bisa disebut pejabat milenial yang membawahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Wishnutama Kusubandio juga cukup mewakili kaum muda dan dipercaya memegang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Keik untuk sepuh diberikan kepada Mahfud MD. Tokoh yang sempat digadang-gadang menjadi calon wakil presiden untuk Jokowi itu diberi pos strategis di Kementerian bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Jatah Oposan
Susunan itu dianggap biasa. Hal luar biasa justru terjadi ketika oposan mendapat dua kursi. Serunya, rival Jokowi pada Pemilu 2019, Prabowo Subianto, pada akhirnya merapat. Ia dihadiahi ‘keik’ terbesar dari segi anggaran, Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Kemhan diguyur anggaran Rp131,2 triliun. Angkanya naik Rp21,6 triliun ketimbang sebelumnya. Guyuran anggaran menjawab kritik Prabowo, bahkan dalam debat, soal pertahanan Indonesia yang lemah.
Angka ratusan triliun seolah menjadi tantangan Prabowo. Penambahan anggaran di bawah kepemimpinan eks Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu harusnya bisa menjawab kritiknya sendiri. Mampu tidaknya Prabowo memperkuat pertahanan Indonesia harus dibuktikan selama menjabat
Ketua Umum Partai Gerindra yang kencang mengkritik pemerintah pada periode 2014-2019 kini berada di ketiak Jokowi, sang pemilik keik.
Tak tanggung-tanggung, tangan kanan Prabowo, Edhy Prabowo, juga ditarik masuk ke area pesta. Edhy diberi kuasa memegang Kementerian Kelautan dan Perikanan. Masih di sekitaran Medan Merdeka.
Keberadaan Prabowo dan Edhy di lingkungan pemerintahan mendapat reaksi partai oposan lainnya. Ketua DPP PAN Yandri Susanti menuding Prabowo menerima potongan keik dari Jokowi untuk tujuan tertentu. Ia dianggap ingin memperbaiki citra diri.
"Mungkin itu juga mimpi besar Pak Prabowo bisa aktif kembali atau mungkin bisa membersihkan nama baiknya. Selama ini banyak pro-kontra ya kan," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Oktober 2019.
Semua Kebagian
Selain kompromi untuk oposan, Jokowi menerapkan politik akomodatif. Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menyebut kondisi itu nyata karena adanya desakan berbagai pihak.
Posisi wakil menteri yang jumlahnya empat kali lipat dari periode sebelumnya menjadi bukti. Begitu pula sosok lain di 'lingkaran 1' Jokowi.
"Perwakilan Papua, partai yang tak lolos ke Senayan (MPR/DPR), wakil NU (Nahdlatul Ulama); wamen, menjawab itu semua, cukup sederhana," ujar Adi di Jakarta, Sabtu, 26 Oktober 2019.
Beberapa nama bisa mewakili argumentasi Adi. Salah satunya, Angela Tanoesodibjo. Wakil menteri berusia 32 tahun itu menjadi perwakilan Perindo, partai yang tak lolos Parlemen.
Ada pula keik yang diberikan kepada sahabat lama Jokowi, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama. Namun, 'hadiah' untuk Ahok bukan sekadar bagi-bagi kekuasaan. Jokowi punya alasan kuat menunjuk mitranya di DKI 2012 itu.
Melalui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, terkuak bahwa Ahok dianggap sangat mumpuni menjadi komisaris utama PT Pertamina (Persero). Ahok diyakini mampu membantu Pertamina mencapai target dalam mengurangi impor migas.
"Kita perlu figur pendobrak," tegas Erick di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 22 November 2019.
Di sisi lain, pesta pora di Medan Merdeka harus diakui membuat beberapa pihak cemburu. Jokowi, empunya pesta, sangat menyadari tak bisa menyenangkan semua orang.
Penyusunan kabinet saja sudah membuatnya mumet. Ia harus melihat sisi kedaerahan, suku, agama, partai politik, hingga sosok profesional, agar susunan kabinet dan pejabat di lingkungannya proporsional.
Ia meminta semua pihak memahami kondisi itu. "Pasti kecewa. Artinya yang kecewa pasti lebih banyak dari yang senang," tegas Jokowi.
Pesta Tahun Baru
Tapi, pesta sepertinya tak selesai di 2019. Tahun Baru 2020 masih bisa dirayakan dengan bagi-bagi kue.
Masih banyak pos untuk mereka yang belum mencicipi keik. Badan Pusat Legislasi Nasional (BPLN) sangat mungkin terbentuk.
Pembentukan badan tersebut dilontarkan Jokowi dalam debat capres-cawapres, Kamis, 17 Januari 2019. Badan itu memiliki tugas menyinkronkan berbagai aturan perundangan yang dinilai banyak tumpang-tindih selama ini.
Latar belakang pembentukan badan baru cukup jelas. Desakan juga datang dari Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani. Menurut dia, pembentukan BPLN bisa menghindari terbentuknya regulasi diskriminatif di tingkat daerah.
"Rencana pembentukan BPLN yang disampaikan Presiden Jokowi adalah peluang terbaik melakukan respons produk hukum daerah diskriminatif yang existing yang berujung pada rekomendasi political review pada masing-masing daerah yang menerbitkannya," kata Ismail di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Agustus 2019.
Artinya, masih ada antrean kursi untuk mereka yang belum mendapat jatah. Setidaknya, Jokowi juga menjanjikan pembentukan Badan Riset Nasional serta Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah.
Kesempatan mendapat keik pada 2020 masih sangat terbuka. Publik cukup menunggu siapa mendapat apa.
Jakarta: Tahun 2019 layaknya roller coaster. Tensi politik naik turun.
Lebih-lebih pascapelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin (Ma’ruf), 20 Oktober 2019, di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Pesta pora agaknya bermula dari situ.
Dunia politik yang dikira mulai adem, justru makin panas gegara bagi-bagi kue. Pesta kemenangan dengan ‘kue’ tinggi menjulang layaknya keik ulang tahun anak konglomerat harus dipotong rapi agar semua menikmati.
Tahap awal, ketika Jokowi-Ma’ruf menyusun Kabinet Indonesia Maju, ia menjanjikan susunan kabinet bakal sangat menarik.
"Pokoknya, kabinet yahud," kata Jokowi ketika bertemu pimpinan media di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Agustus 2019.
Berbagai spekulasi muncul. Nama-nama yang muda hingga sepuh juga ikut mencuat untuk pos-pos tertentu.
Kata kuncinya milenial, profesional, dan politikus. Komposisinya, 55 persen dan 45 persen. Milenial mewakili mereka yang disebut profesional maupun politikus.
Singkatnya, kabinet terbentuk. Nadiem Makarim bisa disebut pejabat milenial yang membawahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Wishnutama Kusubandio juga cukup mewakili kaum muda dan dipercaya memegang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Keik untuk sepuh diberikan kepada Mahfud MD. Tokoh yang sempat digadang-gadang menjadi calon wakil presiden untuk Jokowi itu diberi pos strategis di Kementerian bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Jatah Oposan
Susunan itu dianggap biasa. Hal luar biasa justru terjadi ketika oposan mendapat dua kursi. Serunya, rival Jokowi pada Pemilu 2019, Prabowo Subianto, pada akhirnya merapat. Ia dihadiahi ‘keik’ terbesar dari segi anggaran, Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Kemhan diguyur anggaran Rp131,2 triliun. Angkanya naik Rp21,6 triliun ketimbang sebelumnya. Guyuran anggaran menjawab kritik Prabowo, bahkan dalam debat, soal pertahanan Indonesia yang lemah.
Angka ratusan triliun seolah menjadi tantangan Prabowo. Penambahan anggaran di bawah kepemimpinan eks Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu harusnya bisa menjawab kritiknya sendiri. Mampu tidaknya Prabowo memperkuat pertahanan Indonesia harus dibuktikan selama menjabat
Ketua Umum Partai Gerindra yang kencang mengkritik pemerintah pada periode 2014-2019 kini berada di ketiak Jokowi, sang pemilik keik.
Tak tanggung-tanggung, tangan kanan Prabowo, Edhy Prabowo, juga ditarik masuk ke area pesta. Edhy diberi kuasa memegang Kementerian Kelautan dan Perikanan. Masih di sekitaran Medan Merdeka.
Keberadaan Prabowo dan Edhy di lingkungan pemerintahan mendapat reaksi partai oposan lainnya. Ketua DPP PAN Yandri Susanti menuding Prabowo menerima potongan keik dari Jokowi untuk tujuan tertentu. Ia dianggap ingin memperbaiki citra diri.
"Mungkin itu juga mimpi besar Pak Prabowo bisa aktif kembali atau mungkin bisa membersihkan nama baiknya. Selama ini banyak pro-kontra ya kan," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Oktober 2019.
Semua Kebagian
Selain kompromi untuk oposan, Jokowi menerapkan politik akomodatif. Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menyebut kondisi itu nyata karena adanya desakan berbagai pihak.
Posisi wakil menteri yang jumlahnya empat kali lipat dari periode sebelumnya menjadi bukti. Begitu pula sosok lain di 'lingkaran 1' Jokowi.
"Perwakilan Papua, partai yang tak lolos ke Senayan (MPR/DPR), wakil NU (Nahdlatul Ulama); wamen, menjawab itu semua, cukup sederhana," ujar Adi di Jakarta, Sabtu, 26 Oktober 2019.
Beberapa nama bisa mewakili argumentasi Adi. Salah satunya, Angela Tanoesodibjo. Wakil menteri berusia 32 tahun itu menjadi perwakilan Perindo, partai yang tak lolos Parlemen.
Ada pula keik yang diberikan kepada sahabat lama Jokowi, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama. Namun, 'hadiah' untuk Ahok bukan sekadar bagi-bagi kekuasaan. Jokowi punya alasan kuat menunjuk mitranya di DKI 2012 itu.
Melalui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, terkuak bahwa Ahok dianggap sangat mumpuni menjadi komisaris utama PT Pertamina (Persero). Ahok diyakini mampu membantu Pertamina mencapai target dalam mengurangi impor migas.
"Kita perlu figur pendobrak," tegas Erick di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 22 November 2019.
Di sisi lain, pesta pora di Medan Merdeka harus diakui membuat beberapa pihak cemburu. Jokowi, empunya pesta, sangat menyadari tak bisa menyenangkan semua orang.
Penyusunan kabinet saja sudah membuatnya mumet. Ia harus melihat sisi kedaerahan, suku, agama, partai politik, hingga sosok profesional, agar susunan kabinet dan pejabat di lingkungannya proporsional.
Ia meminta semua pihak memahami kondisi itu. "Pasti kecewa. Artinya yang kecewa pasti lebih banyak dari yang senang," tegas Jokowi.
Pesta Tahun Baru
Tapi, pesta sepertinya tak selesai di 2019. Tahun Baru 2020 masih bisa dirayakan dengan bagi-bagi kue.
Masih banyak pos untuk mereka yang belum mencicipi keik. Badan Pusat Legislasi Nasional (BPLN) sangat mungkin terbentuk.
Pembentukan badan tersebut dilontarkan Jokowi dalam debat capres-cawapres, Kamis, 17 Januari 2019. Badan itu memiliki tugas menyinkronkan berbagai aturan perundangan yang dinilai banyak tumpang-tindih selama ini.
Latar belakang pembentukan badan baru cukup jelas. Desakan juga datang dari Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani. Menurut dia, pembentukan BPLN bisa menghindari terbentuknya regulasi diskriminatif di tingkat daerah.
"Rencana pembentukan BPLN yang disampaikan Presiden Jokowi adalah peluang terbaik melakukan respons produk hukum daerah diskriminatif yang existing yang berujung pada rekomendasi political review pada masing-masing daerah yang menerbitkannya," kata Ismail di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Agustus 2019.
Artinya, masih ada antrean kursi untuk mereka yang belum mendapat jatah. Setidaknya, Jokowi juga menjanjikan pembentukan Badan Riset Nasional serta Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah.
Kesempatan mendapat keik pada 2020 masih sangat terbuka. Publik cukup menunggu siapa mendapat apa. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)