Jakarta: Kementerian Perhubungan diminta bijak menyesuaikan penaikan tarif ojek daring. Pengemudi meminta tarif tak naik lebih dari 10 persen.
"Apabila tarif naik jangan terlalu signifikan terlebih dahulu. Jadi biar masyarakat juga tidak terlalu terkejut dengan kenaikan tarif," kata Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) Indonesia, Igun Wicaksono, saat dihubungi Medcom.id, Kamis, 30 Januari 2020.
Kemenhub mewacanakan penaikan tarif 25 persen atau dari Rp2.000 per kilometer (km) menjadi Rp2.500 per km. Igun menjelaskan bila skema penaikan tarif maksimal 10 persen seperti usulan pengemudi maka penaikan tarif berkisar Rp2.200 hingga Rp2.300 per km.
"Ini akumulasi per kilometer kalau menempuh jarak 10 km bagi penumpang terasa sekali. Kalau kita minta maksimal 10 persen nanti per tiga bulan bisa kita evaluasi kembali," ujar Igun.
Igun juga meminta Kemenhub mengevaluasi tarif sistem zonasi. Dia meminta diubah menjadi tarif regional provinsi. Tarif zonasi 1 mencakup Sumatra, Jawa, dan Bali; Zonasi 2 Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, serta Zonasi 3 yakni Kalimantan dan kawasan Indonesia Timur.
Sistem zonasi dinilai merugikan pengemudi di setiap provinsi. Igun menegaskan kemampuan finansial pelanggan berbeda-beda.
"Karena tiap daerah kan miliki geografis yang berbeda-beda, terus yang kedua adalah tingkat pendapatan atau kemampuan masyarakat untuk membayar ojek online beda-beda. Mungkin Kemenhub sebagai regulatornya gitu. Namun mengkaji, menyesuaikan tarif per provinsi per pendapatan masyarakatnya," ujar Igun.
Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Ahmad Yani mengatakan opsi penyesuaian tarif ojek baru bisa naik, tetap, bahkan turun. Terdapat perbedaan keinginan antara tarif di daerah dan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Ahmad Yani menyebut pengemudi di daerah menginginkan tarif ojek daring tidak naik. Sementara pengemudi di Jabodetabek meminta penaikan tarif.
Jakarta: Kementerian Perhubungan diminta bijak menyesuaikan penaikan tarif ojek daring. Pengemudi meminta tarif tak naik lebih dari 10 persen.
"Apabila tarif naik jangan terlalu signifikan terlebih dahulu. Jadi biar masyarakat juga tidak terlalu terkejut dengan kenaikan tarif," kata Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) Indonesia, Igun Wicaksono, saat dihubungi
Medcom.id, Kamis, 30 Januari 2020.
Kemenhub mewacanakan
penaikan tarif 25 persen atau dari Rp2.000 per kilometer (km) menjadi Rp2.500 per km. Igun menjelaskan bila skema penaikan tarif maksimal 10 persen seperti usulan pengemudi maka penaikan tarif berkisar Rp2.200 hingga Rp2.300 per km.
"Ini akumulasi per kilometer kalau menempuh jarak 10 km bagi penumpang terasa sekali. Kalau kita minta maksimal 10 persen nanti per tiga bulan bisa kita evaluasi kembali," ujar Igun.
Igun juga meminta Kemenhub mengevaluasi tarif sistem zonasi. Dia meminta diubah menjadi tarif regional provinsi. Tarif zonasi 1 mencakup Sumatra, Jawa, dan Bali; Zonasi 2 Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, serta Zonasi 3 yakni Kalimantan dan kawasan Indonesia Timur.
Sistem zonasi dinilai merugikan pengemudi di setiap provinsi. Igun menegaskan kemampuan finansial pelanggan berbeda-beda.
"Karena
tiap daerah kan miliki geografis yang berbeda-beda, terus yang kedua adalah tingkat pendapatan atau kemampuan masyarakat untuk membayar ojek online beda-beda. Mungkin Kemenhub sebagai regulatornya gitu. Namun mengkaji, menyesuaikan tarif per provinsi per pendapatan masyarakatnya," ujar Igun.
Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Ahmad Yani mengatakan opsi penyesuaian tarif ojek baru bisa naik, tetap, bahkan turun. Terdapat perbedaan keinginan antara tarif di daerah dan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Ahmad Yani menyebut pengemudi di daerah menginginkan tarif ojek daring tidak naik. Sementara pengemudi di Jabodetabek meminta penaikan tarif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)