Ilustrasi. Foto: Shutterstock
Ilustrasi. Foto: Shutterstock

Akhirnya Disahkan, 2 Hal Ini Jadi Biang Kerok Lambatnya Pembahasan RUU PDP

Medcom • 20 September 2022 12:00
Jakarta: Pembahasan mengenai aturan perlindungan data pribadi sudah berlangsung sejak 2016. Artinya, butuh enam tahun untuk sampai pada pengesahannya. 
 
Hari ini, dalam rapat paripurna DPR, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) resmi disahkan menjadi undang-undang. Enam tahun berkutat dengan beleid ini, berikut dua hal yang menjadi biang kerok kenapa pemerintah dan DPR sulit sekali untuk segera mengesahkan UU ini.
 

1. Posisi lembaga pengawas

Posisi lembaga pengawas dari awal pembahasan di DPR kerap menjadi persoalan pengesahan RUU PDP. Pemerintah dan DPR tarik-menarik menentukan apakah lembaga ini di bawah kementerian atau bersifat independen.
 
Tarik-menarik ini membuat fraksi di DPR, terutama di Komisi I terbelah. Sampai akhirnya disepakati jika posisi lembaga pengawas ditentukan oleh Presiden.

Chairman Yayasan Internet Indonesia Jamalul Izza mengapresiasi langkah pemerintah dan Komisi I DPR RI memutuskan posisi lembaga pengawas ini. Namun, menurutnya, pemerintah dan DPR masih punya pekerjaan rumah. Tata kelola lembaga pengawas harus benar-benar menjadi perhatian.
 
Baca: Lembaga Otoritas PDP Jadi Ujung Tombak Pelaksana Undang-undang
 
"Yang jelas kami menginginkan, lembaga tersebut dapat berkolaborasi dengan baik ke seluruh stakeholder yang ada. Mampu mengakomodir harapan-harapan besar para pemangku kepentingan," kata Jamal.
 
Menurut Jamal, lembaga ini akan memiliki tugas yang berat dalam menegakkan hukum terkait penyalahgunaan data pribadi. Karena itu, ketika dalam perjalanan pembahasan RUU PDP ini sempat terjadi tarik menarik antara menjadi lembaga independen atau di bawah salah satu kementerian. 
 
"Lembaga ini akan menjadi ujung tombak tindak lanjut penyalahgunaan data pribadi dari sisi hukum. Ini merupakan tanggung jawab yang berat. Maka itu kami juga berharap seluruh pemangku kepentingan yang ada diajak untuk urun rembug membahas lebih detail turunan aturannya,” kata dia.
 

2. Sanksi administrasi dan pidana

Hal kedua yang menjadi biang kerok lambatnya pembahasan RUU PDP adalah persoalan sanksi. Baik itu sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
 
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar Nurul Arifin pada 10 Juli 2022 sempat menyatakan persoalan sanksi belum mendapat titik temu. Masih terdapat perdebatan terkait sanksi penyalahgunaan data pribadi.
 
Baca: Update RUU PDP, Pembahasan Sanksi Administrasi dan Pidana Masih Alot
 
Saat itu, ia menyatakan sebagian besar materi RUU PDP sudah disepakati. Namun, tersisa ketentuan terkait sanksi pelanggaran penggunaan data pribadi.
 
Kini, setelah disahkan, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate memastikan sanksi administrasi maupun pidana yang tercantum di dalam RUU PDP akan sangat berat. Sanksi berat diberlakukan karena menyangkut keamanan data, baik milik masyarakat maupun pemerintah.
 
"Sanksi dendanya cukup tinggi terhadap tindakan korporasi. Itu tinggi sekali," kata dia pada 7 September 2022.
 
Baca: Sanksi Pelanggaran Pengelolaan Data Pribadi di RUU PDP Cukup Berat
 
Sanksi semakin berat jika pelanggaran penggunaan data pribadi digunakan untuk ekonomi. Sanksi denda untuk koorporasi semakin berat. 
 
"Dihitung manfaat ekonominya berapa. Itu juga termasuk dalam sanksi," sebut dia.
 
Selain sanksi denda, RUU PDP juga mengatur tentang sanksi pidana. Sehingga, pengelola data pribadi masyarakat wajib meningkatkan keamanan siber mereka. 
 
"Bagi pelanggar atau yang mengakibatkan kebocoran data dan menggunakan data secara unlawfull, maka di UU PDP diatur sanksinya. Baik sanksi pidana maupun sanksi denda," ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan