Jakarta: Ketua DPR Puan Maharani menyoroti maraknya fenomena post-truth, terutama di masa pandemi covid-19. Dia mengajak mahasiswa melawan fenomena yang merupakan era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran itu lewat gerakan hantam hoaks.
"Fenomena post-truth sudah seperti pandemi, dia menyebar secara cepat dan global, serta dapat menjangkiti siapa pun tanpa pandang bulu," kata Puan saat menjadi pembicara dalam Webinar Internasional Prodi Psikologi Institut Agama Islam Negeri Syaikh Abdurrahman Siddik (IAIN SAS), Bangka Belitung, Kamis, 14 Juni 2022.
Menurut Puan, saat ini banyak terjadi orang dari kelompok masyarakat mana pun dan tingkat pendidikan apa pun dengan mudah terjangkit post-truth. Mereka cenderung mengabaikan fakta dan etika dalam berpendapat dan lebih menyepakati hal-hal yang dekat dengan keyakinan pribadinya.
"Di dunia post-truth, yang berjaya adalah hoaks dan teori konspirasi yang tidak berdasar fakta tetapi tersebar dengan luas dan dipercaya banyak orang. Dan ketika ingin diluruskan malah bersembunyi di balik istilah kebebasan berpendapat," kata perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR itu.
Mantan Menko PMK menyebut banyak orang secara tidak sadar melakukan tindakan konfirmasi bias yang merupakan kecenderungan mencari bukti-bukti untuk mendukung pendapat atau kepercayaannya. Tindakan tersebut dilakukan dengan mengabaikan bukti-bukti empiris yang menyatakan sebaliknya.
"Bahkan tidak berlebihan jika kita mengatakan Indonesia sebenarnya masih dalam kondisi darurat hoaks. Sepanjang 2021 saja, pemerintah menyebutkan sudah memblokir ratusan ribu konten di media sosial dan internet karena masuk dalam kategori hoaks," ucap Puan.
 
Dalam diskusi bertajuk ‘Fenomena Post-Truth Pada Masa Covid 19’ itu, Puan menyebut post-truth mengambil energi dari rasa ketakutan dan kecemasan masyarakat. Sebab, Post-truth dimulai dengan menanam benih keraguan di hati masyarakat dan kemudian bertumbuh besar dengan pupuk ketakutan.
 
"Ketakutan itu menjadi semakin cepat membesar besar terlebih di dalam situasi seperti pandemi covid-19 yang dapat berujung kepada munculnya kepanikan publik dan dekadensi trust. Kita lihat saat di awal covid-19 masuk ke Indonesia sempat terjadi panic buying, orang saling mencurigai dan banyak hal negatif lainnya terjadi karena hoaks merajalela di media sosial dan aplikasi chat," kata Puan.
Menurut Puan, post-truth jugalah yang menyebabkan munculnya fenomena di mana sebagian orang tidak percaya bahwa covid-19 nyata. Kelompok tersebut menganggap covid-19 adalah konspirasi belaka sehingga ada yang tidak mau menjaga protokol kesehatan.
"Akibatnya, angka penularan covid-19 meningkat serta bisa berujung kepada hilangnya nyawa seseorang. Ikhtiar kebangsaan kita untuk melawan covid-19 dengan melakukan vaksinasi pun turut terpengaruhi oleh post-truth," ujar Puan.
 
 
Hoaks soal vaksinasi memang sempat menyebar beberapa waktu lalu. Informasi bohong itu menyebut vaksinasi hanyalah proyek untuk keuntungan pihak tertentu, bahkan ada yang mengeklaim vaksin berbahaya serta munculnya berbagai teori konspirasi lainnya.
 
"Padahal bukti-bukti ilmiah-nya sudah jelas, bahwa vaksinasi menyelamatkan nyawa orang dari covid-19," kata Puan.
Oleh karenanya, cucu Proklamator RI Soekarno (Bung Karno) tersebut mengajak semua pihak melawan fenomena post-truth. Terutama, kalangan akademisi termasuk mahasiswa.
 
"Kita tidak boleh kalah melawan hoaks, karena dapat berujung kepada hilangnya nyawa saudara-saudari sebangsa setanah air. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya? Ini adalah persoalan trust, persoalan kepercayaan," tegas Puan.
Puan mengatakan diperlukan pemahaman variabel-variabel yang dapat membuat orang percaya. Dia menyebut jutaan bukti empiris tidak akan cukup jika tidak didukung keahlian dalam meyakinkan orang sehingga akhirnya tetap saja post-truth yang menang.
"Jangan hanya berpikir bahwa orang akan langsung percaya dengan bukti ilmiah atau fakta yang kita sajikan. Kita harus memahami apa ketakutan terbesar orang, apa harapan terbesar mereka. Dan jalur komunikasi mana yang terbaik bagi kita untuk bisa membuat orang percaya atau trust dengan apa yang kita sampaikan," kata Puan.
Puan menilai sudah tepat sekali webminar ini dilakukan. Hal tersebut dikarenakan salah satu bagian dari ilmu psikologi adalah mendalami cara berpikir manusia.
 
"Saya harap dari webinar ini dapat lahir solusi-solusi aplikatif yang dapat membantu gotong royong kebangsaan kita untuk melawan covid-19," kata Puan.  
  
  
    Jakarta: 
Ketua DPR Puan Maharani menyoroti maraknya fenomena 
post-truth, terutama di masa 
pandemi covid-19. Dia mengajak mahasiswa melawan fenomena yang merupakan era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran itu lewat gerakan hantam 
hoaks. 
"Fenomena 
post-truth sudah seperti pandemi, dia menyebar secara cepat dan global, serta dapat menjangkiti siapa pun tanpa pandang bulu," kata Puan saat menjadi pembicara dalam Webinar Internasional Prodi Psikologi Institut Agama Islam Negeri Syaikh Abdurrahman Siddik (IAIN SAS), Bangka Belitung, Kamis, 14 Juni 2022. 
Menurut Puan, saat ini banyak terjadi orang dari kelompok masyarakat mana pun dan tingkat pendidikan apa pun dengan mudah terjangkit 
post-truth. Mereka cenderung mengabaikan fakta dan etika dalam berpendapat dan lebih menyepakati hal-hal yang dekat dengan keyakinan pribadinya.
"Di dunia 
post-truth, yang berjaya adalah hoaks dan teori konspirasi yang tidak berdasar fakta tetapi tersebar dengan luas dan dipercaya banyak orang. Dan ketika ingin diluruskan malah bersembunyi di balik istilah kebebasan berpendapat," kata perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR itu. 
Mantan Menko PMK menyebut banyak orang secara tidak sadar melakukan tindakan konfirmasi bias yang merupakan kecenderungan mencari bukti-bukti untuk mendukung pendapat atau kepercayaannya. Tindakan tersebut dilakukan dengan mengabaikan bukti-bukti empiris yang menyatakan sebaliknya. 
"Bahkan tidak berlebihan jika kita mengatakan Indonesia sebenarnya masih dalam kondisi darurat hoaks. Sepanjang 2021 saja, pemerintah menyebutkan sudah memblokir ratusan ribu konten di media sosial dan internet karena masuk dalam kategori hoaks," ucap Puan.
 
Dalam diskusi bertajuk ‘Fenomena 
Post-Truth Pada Masa Covid 19’ itu, Puan menyebut 
post-truth mengambil energi dari rasa ketakutan dan kecemasan masyarakat. Sebab, 
Post-truth dimulai dengan menanam benih keraguan di hati masyarakat dan kemudian bertumbuh besar dengan pupuk ketakutan.
 
"Ketakutan itu menjadi semakin cepat membesar besar terlebih di dalam situasi seperti pandemi covid-19 yang dapat berujung kepada munculnya kepanikan publik dan dekadensi 
trust. Kita lihat saat di awal covid-19 masuk ke Indonesia sempat terjadi 
panic buying, orang saling mencurigai dan banyak hal negatif lainnya terjadi karena hoaks merajalela di media sosial dan aplikasi 
chat," kata Puan. 
Menurut Puan, 
post-truth jugalah yang menyebabkan munculnya fenomena di mana sebagian orang tidak percaya bahwa covid-19 nyata. Kelompok tersebut menganggap covid-19 adalah konspirasi belaka sehingga ada yang tidak mau menjaga protokol kesehatan. 
"Akibatnya, angka penularan covid-19 meningkat serta bisa berujung kepada hilangnya nyawa seseorang. Ikhtiar kebangsaan kita untuk melawan covid-19 dengan melakukan vaksinasi pun turut terpengaruhi oleh 
post-truth," ujar Puan.
 
 
Hoaks soal vaksinasi memang sempat menyebar beberapa waktu lalu. Informasi bohong itu menyebut vaksinasi hanyalah proyek untuk keuntungan pihak tertentu, bahkan ada yang mengeklaim vaksin berbahaya serta munculnya berbagai teori konspirasi lainnya.
 
"Padahal bukti-bukti ilmiah-nya sudah jelas, bahwa vaksinasi menyelamatkan nyawa orang dari covid-19," kata Puan. 
Oleh karenanya, cucu Proklamator RI Soekarno (Bung Karno) tersebut mengajak semua pihak melawan fenomena 
post-truth. Terutama, kalangan akademisi termasuk mahasiswa.
 
"Kita tidak boleh kalah melawan hoaks, karena dapat berujung kepada hilangnya nyawa saudara-saudari sebangsa setanah air. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya? Ini adalah persoalan 
trust, persoalan kepercayaan," tegas Puan. 
Puan mengatakan diperlukan pemahaman variabel-variabel yang dapat membuat orang percaya. Dia menyebut jutaan bukti empiris tidak akan cukup jika tidak didukung keahlian dalam meyakinkan orang sehingga akhirnya tetap saja 
post-truth yang menang. 
"Jangan hanya berpikir bahwa orang akan langsung percaya dengan bukti ilmiah atau fakta yang kita sajikan. Kita harus memahami apa ketakutan terbesar orang, apa harapan terbesar mereka. Dan jalur komunikasi mana yang terbaik bagi kita untuk bisa membuat orang percaya atau 
trust dengan apa yang kita sampaikan," kata Puan. 
Puan menilai sudah tepat sekali webminar ini dilakukan. Hal tersebut dikarenakan salah satu bagian dari ilmu psikologi adalah mendalami cara berpikir manusia.
 
"Saya harap dari webinar ini dapat lahir solusi-solusi aplikatif yang dapat membantu gotong royong kebangsaan kita untuk melawan covid-19," kata Puan. 
Cek Berita dan Artikel yang lain di 
            
                
                
                    Google News
                
            Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(JMS)