medcom.id, Jakarta: Kenaikan Tunjangan DPRD disebut sebagai ajang bagi-bagi duit. Advokat Publik Riesqi Rahmadiansyah menyebut, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Adminiatratif Pimpinan dan Anggota DPRD sebagai sogokan eksekutif kepada anggota DPRD.
Riesqi mengatakan, aturan itu untuk menarik partai oposisi agar setuju dengan program pemerintah. Ia khawatir, kebijakan ini memiliki niatan politis.
Baca: Kenaikan Tunjangan DPRD Bisa Kuras APBD
"Setelah mendapatkan Rp165 triliun dari tax amnesty, sebagian besar untuk belanja pegawai," kata Riesqi di Kantor FITRA, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin 24 Juli 2017.
Menurutnya, kebijakan tersebut berlawanan dengan moral. Sebab, di tengah tumpukan hutang, justru anggaran belanja digunakan elit politik untuk menaikkan pendapatan mereka.
"Bila hutang menumpuk untuk memperbaiki fasilitas, infrastruktur, dan demi kemakmuran rakyat dapat dimaklumi," tuturnya.
Baca: Pembahasan Raperda Kenaikan Tunjangan Anggota DPRD DKI Dilanjutkan
Sekjen FITRA, Yenny Sucipto mengatakan, PP Nomor 18 tahun 2017 sebagai alat mobilisasi untuk memperkuat pencalonan di Pilpres 2019. Hal itu terlihat dari pola-pola peningkatan tunjangan untuk DPRD dan hadiah untuk semua aparatur negara, dari provinsi hingga desa. "Ini sebagai alat mobilisasi, sudah terlihat menjelang pemilu soalnya," katanya
Pemerintah diminta mengkaji ulang aturan tersebut. FITRA berencana mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung bila PP tersebut tidak dicabut.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/Gbm683Lk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Kenaikan Tunjangan DPRD disebut sebagai ajang bagi-bagi duit. Advokat Publik Riesqi Rahmadiansyah menyebut, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Adminiatratif Pimpinan dan Anggota DPRD sebagai sogokan eksekutif kepada anggota DPRD.
Riesqi mengatakan, aturan itu untuk menarik partai oposisi agar setuju dengan program pemerintah. Ia khawatir, kebijakan ini memiliki niatan politis.
Baca:
Kenaikan Tunjangan DPRD Bisa Kuras APBD
"Setelah mendapatkan Rp165 triliun dari
tax amnesty, sebagian besar untuk belanja pegawai," kata Riesqi di Kantor FITRA, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin 24 Juli 2017.
Menurutnya, kebijakan tersebut berlawanan dengan moral. Sebab, di tengah tumpukan hutang, justru anggaran belanja digunakan elit politik untuk menaikkan pendapatan mereka.
"Bila hutang menumpuk untuk memperbaiki fasilitas, infrastruktur, dan demi kemakmuran rakyat dapat dimaklumi," tuturnya.
Baca:
Pembahasan Raperda Kenaikan Tunjangan Anggota DPRD DKI Dilanjutkan
Sekjen FITRA, Yenny Sucipto mengatakan, PP Nomor 18 tahun 2017 sebagai alat mobilisasi untuk memperkuat pencalonan di Pilpres 2019. Hal itu terlihat dari pola-pola peningkatan tunjangan untuk DPRD dan hadiah untuk semua aparatur negara, dari provinsi hingga desa. "Ini sebagai alat mobilisasi, sudah terlihat menjelang pemilu soalnya," katanya
Pemerintah diminta mengkaji ulang aturan tersebut. FITRA berencana mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung bila PP tersebut tidak dicabut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)