medcom.id, Jakarta: Pengesahan kenaikkan tunjangan anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota menjadi anomali di tengah defisit anggaran. Padahal, berdasarkan penelitian Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), banyak kabupaten dan kota masih miskin.
Sekjen FITRA Yenny Sucipto mengatakan, dari 524, hanya sekitar 60 kabupaten/kota yang memiliki ruang fiskal lebih dari 23 persen. Selebihnya, kabupaten/kota hanya memiliki ruang fiskal di bawah 23 persen.
"60 persen anggaran kabupaten/kota yang miskin ini sudah habis untuk memenuhi belanja pegawai saja," kata Yenny di Kantor FITRA, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin, 24 Juli 2017.
Sementara itu, 20 persen APBD lainnya sudah habis untuk urusan birokrasi. 20 persen lainnya dibagi untuk pendidikan, kesehatan, dan aksesibilitas. "Biaya pegawai dan birokrasi enggak mungkin dipangkas lagi. Kalau tunjangan ditambah, daerah yang miskin ini akan menangkas anggaran yang mana?" Tutur Yeni.
Ia khawatir, kenaikan tunjangan DPRD akan mengorbankan urusan publik. Pembangunan di daerah-daerah miskin pun akan semakin terbengkalai. "Bakal terjadi stagnansi pembangunan. Dan aturan tersebut akan merepotkan Pemerintah daerah dalam mengatur belanjanya," ucap dia.
Yenny menerangkan, kabupaten/kota miskin hanya bisa mengandalkan dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU). Pasalnya, mereka tak memiliki cukup dana untuk membangun wilayahnya.
"Kalau pemerintah tetap melakukan kebijakan ini, tentu porsi belanja di daerah tidak akan produktif dan pembiayaan anggaran menjadi tidak efisien," pungkas Yenny.
Baca: Pembahasan Raperda Kenaikan Tunjangan Anggota DPRD DKI Dilanjutkan
Kebijakan penaikan tunjangan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Kebijakan ini akan mulai diberlakukan Agustus 2017.
Keputusan ini diambil karena pemerintah melihat ada perbaikan dan peningkatan ekonomi. "Besarnya (tunjangan) dikonsultasikan dengan kepala daerah. Bulan depan sudah bisa diimplementasikan," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo beberapa waktu lalu.
medcom.id, Jakarta: Pengesahan kenaikkan tunjangan anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota menjadi anomali di tengah defisit anggaran. Padahal, berdasarkan penelitian Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), banyak kabupaten dan kota masih miskin.
Sekjen FITRA Yenny Sucipto mengatakan, dari 524, hanya sekitar 60 kabupaten/kota yang memiliki ruang fiskal lebih dari 23 persen. Selebihnya, kabupaten/kota hanya memiliki ruang fiskal di bawah 23 persen.
"60 persen anggaran kabupaten/kota yang miskin ini sudah habis untuk memenuhi belanja pegawai saja," kata Yenny di Kantor FITRA, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin, 24 Juli 2017.
Sementara itu, 20 persen APBD lainnya sudah habis untuk urusan birokrasi. 20 persen lainnya dibagi untuk pendidikan, kesehatan, dan aksesibilitas. "Biaya pegawai dan birokrasi enggak mungkin dipangkas lagi. Kalau tunjangan ditambah, daerah yang miskin ini akan menangkas anggaran yang mana?" Tutur Yeni.
Ia khawatir, kenaikan tunjangan DPRD akan mengorbankan urusan publik. Pembangunan di daerah-daerah miskin pun akan semakin terbengkalai. "Bakal terjadi stagnansi pembangunan. Dan aturan tersebut akan merepotkan Pemerintah daerah dalam mengatur belanjanya," ucap dia.
Yenny menerangkan, kabupaten/kota miskin hanya bisa mengandalkan dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU). Pasalnya, mereka tak memiliki cukup dana untuk membangun wilayahnya.
"Kalau pemerintah tetap melakukan kebijakan ini, tentu porsi belanja di daerah tidak akan produktif dan pembiayaan anggaran menjadi tidak efisien," pungkas Yenny.
Baca: Pembahasan Raperda Kenaikan Tunjangan Anggota DPRD DKI Dilanjutkan
Kebijakan penaikan tunjangan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Kebijakan ini akan mulai diberlakukan Agustus 2017.
Keputusan ini diambil karena pemerintah melihat ada perbaikan dan peningkatan ekonomi. "Besarnya (tunjangan) dikonsultasikan dengan kepala daerah. Bulan depan sudah bisa diimplementasikan," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)