medcom.id, Jakarta: Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara memilih jalan edukasi dan sosialisasi dalam memerangi penyebaran berita palsu atau hoax. Rudiantara mengatakan, blokir bukan pilihan utama dalam hal ini.
"Blokir itu bukan satu-satunya jalan, blokir itu adalah hal terakhir yang akan kita lakukan," kata Rudiantara di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (8/1/2017).
Rudiantara menjelaskan, sosialisasi dan literasi penting dilakukan untuk memberikan pemahaman agar masyarakat tak gampang percaya dan ikut menyebarkan berita palsu itu. Karena, diri sendiri adalah pihak pertama yang bisa menepis rantai penyebaran hoax itu.
Baca: Deklarasi Masyarakat Antihoax untuk Konten Lebih Sehat
Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informasi bersama pegiat sosial media melakukan deklarasi untuk memerangi hoax. Deklarasi ini dilakukan di tengah kegiatan Car Free Day di Jakarta.
Selain Jakarta, deklarasi ini juga dilakukan di lima kota lain seperti Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, dan Wonosobo. Tak hanya sosialisasi, Rudiantara juga menekankan pentingnya literasi terhadap masyarakat.
Baca: 90 Persen Situs yang Diblokir Berisi Pornografi
Kemenkominfo juga telah masuk ke sekolah-sekolah, dan membuatkan aplikasi yang memberi tahu situs sehat yang dapat dikonsumsi. Aplikasi bernama whitelist ini telah dimulai sejak 2015.
"Whitelist ini adalah situs-situs yang sebaiknya diakses oleh sekolah, apakah sekolah formal maupun informal, itu sudah ada 100 ribu lebih situs di dalam whitelist itu," jelas Rudiantara.
Duta Antihoax Komaruddin Hidayat menambahkan, perang terhadap hoax merupakan kepentingan bersama, tak hanya pemerintah tapi juga masyarakat. Ibarat penyebaran penyakit, jika menteri kesehatan tak aktif untuk memeranginya maka masyarakat adalah pihak pertama yang merugi. "Jadi jangan dianggap ini proyek pemerintah, tapi proyek bersama," kata Komaruddin.
Komaruddin mengingatkan, masyarakat harus menyadari maksud di balik penyebaran berita palsu atau hoax. Kata dia, bisa saja penyebaran berita itu untuk mengadu domba masyarakat.
Ia pun meminta masyarakat pintar dalam menghabiskan waktu di dunia maya. Setiap berita yang didapatkan, sebaiknya diklarifikasi terlebih dulu sebelum dibagikan. "Orang harus dilatih klarifikasi, jangan mudah menyebarkan hal yang negatif, itu lebih baik dicegah," jelas dia.
medcom.id, Jakarta: Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara memilih jalan edukasi dan sosialisasi dalam memerangi penyebaran berita palsu atau hoax. Rudiantara mengatakan, blokir bukan pilihan utama dalam hal ini.
"Blokir itu bukan satu-satunya jalan, blokir itu adalah hal terakhir yang akan kita lakukan," kata Rudiantara di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (8/1/2017).
Rudiantara menjelaskan, sosialisasi dan literasi penting dilakukan untuk memberikan pemahaman agar masyarakat tak gampang percaya dan ikut menyebarkan berita palsu itu. Karena, diri sendiri adalah pihak pertama yang bisa menepis rantai penyebaran hoax itu.
Baca: Deklarasi Masyarakat Antihoax untuk Konten Lebih Sehat
Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informasi bersama pegiat sosial media melakukan deklarasi untuk memerangi hoax. Deklarasi ini dilakukan di tengah kegiatan Car Free Day di Jakarta.
Selain Jakarta, deklarasi ini juga dilakukan di lima kota lain seperti Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, dan Wonosobo. Tak hanya sosialisasi, Rudiantara juga menekankan pentingnya literasi terhadap masyarakat.
Baca: 90 Persen Situs yang Diblokir Berisi Pornografi
Kemenkominfo juga telah masuk ke sekolah-sekolah, dan membuatkan aplikasi yang memberi tahu situs sehat yang dapat dikonsumsi. Aplikasi bernama whitelist ini telah dimulai sejak 2015.
"Whitelist ini adalah situs-situs yang sebaiknya diakses oleh sekolah, apakah sekolah formal maupun informal, itu sudah ada 100 ribu lebih situs di dalam whitelist itu," jelas Rudiantara.
Duta Antihoax Komaruddin Hidayat menambahkan, perang terhadap hoax merupakan kepentingan bersama, tak hanya pemerintah tapi juga masyarakat. Ibarat penyebaran penyakit, jika menteri kesehatan tak aktif untuk memeranginya maka masyarakat adalah pihak pertama yang merugi. "Jadi jangan dianggap ini proyek pemerintah, tapi proyek bersama," kata Komaruddin.
Komaruddin mengingatkan, masyarakat harus menyadari maksud di balik penyebaran berita palsu atau hoax. Kata dia, bisa saja penyebaran berita itu untuk mengadu domba masyarakat.
Ia pun meminta masyarakat pintar dalam menghabiskan waktu di dunia maya. Setiap berita yang didapatkan, sebaiknya diklarifikasi terlebih dulu sebelum dibagikan.
"Orang harus dilatih klarifikasi, jangan mudah menyebarkan hal yang negatif, itu lebih baik dicegah," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)