Jakarta: Eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka menilai banyak pertimbangan hakim yang tidak tepat.
Penasihat hukum HTI Gugum Ridho Putra menjelaskan, pihaknya tidak sependapat dengan dua pertimbangan yang disebutkan majelis hakim. Salah satunya mengenai bukti berupa video.
"Dari awal kami nyatakan bahwa bukti itu tidak clear bagaimana cara memperolehnya. Video (Muktamar HTI) itu diverifikasi 19 September 2017. Jadi setelah lima bulan HTI dibubarkan, baru buktinya mau diverifikasi," kata Gugum di PTUN Jakarta, Senin, 7 Mei 2018.
Gugum melanjutkan, pertimbangan majelis hakim yang tidak tepat lainnya mengenai prosedur. Dia bilang, tidak ada prosedur HTI pernah diperiksa terkait masalah ajaran khilafah yang dianggap menyimpang dari Pancasila.
Baca: HTI Merasa Diperlakukan seperti Teroris
"Karena sejak awal HTI tidak pernah dipanggil, diperiksa dan dimintai keterangan. Jadi menyimpulkan bahwa HTI itu bersalah, dan dianggap telah melanggar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 Perubahan Atas UU nomor 17 tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), padahal pemeriksaan sendiri tidak pernah dilakukan," jelas Gugum.
Juru bicara eks HTI Ismail Susanto mengatakan, perspektif majelis hakim masih sama dengan pemerintah. Dia menganggap, putusan pemerintah yang membubarkan HTI lantaran menyebarkan ajaran khilafah sebagai sebuah kezaliman.
Baca: Gerindra-PKS Dukung Upaya Banding HTI
"Ibarat menilai jeruk dengan persepektif nangka atau mangga. Dakwah HTI tidak pernah dipersalahkan, tidak ada yang berkaitan dengan hukum, atau dipanggil untuk diperiksa. Semua berjalan dengan tertib, damai dan semua mendapatkan dengan izin. Jadi di mana letak salahnya," tutur Ismail.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/5b2V5Ovb" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka menilai banyak pertimbangan hakim yang tidak tepat.
Penasihat hukum HTI Gugum Ridho Putra menjelaskan, pihaknya tidak sependapat dengan dua pertimbangan yang disebutkan majelis hakim. Salah satunya mengenai bukti berupa video.
"Dari awal kami nyatakan bahwa bukti itu tidak clear bagaimana cara memperolehnya. Video (Muktamar HTI) itu diverifikasi 19 September 2017. Jadi setelah lima bulan HTI dibubarkan, baru buktinya mau diverifikasi," kata Gugum di PTUN Jakarta, Senin, 7 Mei 2018.
Gugum melanjutkan, pertimbangan majelis hakim yang tidak tepat lainnya mengenai prosedur. Dia bilang, tidak ada prosedur HTI pernah diperiksa terkait masalah ajaran khilafah yang dianggap menyimpang dari Pancasila.
Baca: HTI Merasa Diperlakukan seperti Teroris
"Karena sejak awal HTI tidak pernah dipanggil, diperiksa dan dimintai keterangan. Jadi menyimpulkan bahwa HTI itu bersalah, dan dianggap telah melanggar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 Perubahan Atas UU nomor 17 tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), padahal pemeriksaan sendiri tidak pernah dilakukan," jelas Gugum.
Juru bicara eks HTI Ismail Susanto mengatakan, perspektif majelis hakim masih sama dengan pemerintah. Dia menganggap, putusan pemerintah yang membubarkan HTI lantaran menyebarkan ajaran khilafah sebagai sebuah kezaliman.
Baca: Gerindra-PKS Dukung Upaya Banding HTI
"Ibarat menilai jeruk dengan persepektif nangka atau mangga. Dakwah HTI tidak pernah dipersalahkan, tidak ada yang berkaitan dengan hukum, atau dipanggil untuk diperiksa. Semua berjalan dengan tertib, damai dan semua mendapatkan dengan izin. Jadi di mana letak salahnya," tutur Ismail.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)