Jakarta: Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 bisa menjadi acuan penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 yang aman. Sebab, pesta demokrasi pada 2024 itu dinilai berat karena tiga pemilihan dilakukan serentak.
"Di (Pilkada) 2020 menurut hemat kami jauh lebih berbahaya dari (Pemilu) 2019," kata Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar di diskusi virtual Polemik Trijaya, Sabtu, 13 Maret 2021.
Tantangan terbesar Pilkada 2020 yaitu pandemi covid-19. Namun, potensi penyebaran bisa diminimalkan upaya mitigasi yang tepat.
Misalnya, menyiagakan petugas kesehatan. Tenaga medis itu selalu mendampingi penyelenggara dalam menjalankan tugasnya.
"Toh enggak ada masalah di (Pilkada) 2020. Tidak ada kematian, tidak keterpaparan (covid-19) secara signifikan," ungkap dia.
Strategi tersebut bisa diterapkan pada Pemilu akbar 2024. Diharapkan, tidak ada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang menjadi korban pesta demokrasi selanjutnya.
"Jadi praktek 2020 bisa menjadi contoh menangani masalah kesehatan tadi itu," sebut dia.
Baca: KPU Siapkan Modifikasi Tahapan untuk Pelaksanaan Pemilu 2024
Selain itu, hal lain yang harus dilakukan yaitu memperbaiki manajemen distribusi logistik pemungutan suara. Dia mendapatkan laporan, beban petugas KPPS bertambah karena logistik Pemilu 2019 tidak sesuai jadwal.
Akibatnya, kata Bahtiar, petugas KPPS harus membantu mempersiapkan kebutuhan pemungutan suara. Akibatnya, hal itu membebani fisik mereka.
"Seperti manajemen distribusi yang buruk misalnya yang mengakibatkan bukan pekerjaan KPPS harus dikerjakan oleh KPPS," ujar dia.
Tak hanya itu, hal lain yang harus diperbaiki yaitu penyederhanaan dokumen atau formulir. Dia menyebutkan, petugas KPPS harus mempersiapkan banyak formulir setiap penyelenggaraan Pemilu Indonesia.
"Bisa ga disederhanakan itu formulir. Pemilu di Indonesia mungkin Pemilu yang paling banyak blankonya di penyelenggara itu," kata dia.
Tak bisa dibandingkan
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengkritisi pernyataan Bahtiar soal perbandingan bahaya Pemilu 2019 dengan Pilkada 2020. Menurut dia, konteks kedua pesta demokrasi di Indonesia itu tidak bisa dibandingkan.
Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu menyebutkan, kompleksitas kedua pemilihan tersebut berbeda. Seperti, jumlah surat suara yang harus diurus petugas KPPS.
Pada Pemilu 2019, petugas KPPS harus menyelesaikan penghitungan lima jenis surat suara, yakni pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, serta DPRD provinsi dan kota. Sedangkan Pilkada hanya satu surat suara, yaitu kepala daerah.
"Jadi itu bukan semata-mata membandingkan antara penyelenggaraan Pilkada 2020 dengan Pemilu 2019, beda," kata Ferry di diskusi virtual Polemik Trijaya, Sabtu, 13 Maret 2021.
Dia pun meminta pembuat kebijakan dan penyelenggara Pemilu membuat inovasi menyikapi beratnya beban penyelenggara pada Pemilu akbar 2024 tersebut. Jangan sampai Pemilu 2019 yang menelan nyawa 894 petugas KPPS kembali terulang.5
Jakarta: Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (
Pilkada) 2020 bisa menjadi acuan penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 yang aman. Sebab, pesta demokrasi pada 2024 itu dinilai berat karena tiga pemilihan dilakukan serentak.
"Di (Pilkada) 2020 menurut hemat kami jauh lebih berbahaya dari (Pemilu) 2019," kata Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kementerian Dalam Negeri (
Kemendagri) Bahtiar di diskusi virtual Polemik Trijaya, Sabtu, 13 Maret 2021.
Tantangan terbesar Pilkada 2020 yaitu pandemi covid-19. Namun, potensi penyebaran bisa diminimalkan upaya mitigasi yang tepat.
Misalnya, menyiagakan petugas kesehatan. Tenaga medis itu selalu mendampingi penyelenggara dalam menjalankan tugasnya.
"Toh enggak ada masalah di (Pilkada) 2020. Tidak ada kematian, tidak keterpaparan (covid-19) secara signifikan," ungkap dia.
Strategi tersebut bisa diterapkan pada Pemilu akbar 2024. Diharapkan, tidak ada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang menjadi korban pesta demokrasi selanjutnya.
"Jadi praktek 2020 bisa menjadi contoh menangani masalah kesehatan tadi itu," sebut dia.
Baca:
KPU Siapkan Modifikasi Tahapan untuk Pelaksanaan Pemilu 2024
Selain itu, hal lain yang harus dilakukan yaitu memperbaiki manajemen distribusi logistik pemungutan suara. Dia mendapatkan laporan, beban petugas KPPS bertambah karena logistik Pemilu 2019 tidak sesuai jadwal.
Akibatnya, kata Bahtiar, petugas KPPS harus membantu mempersiapkan kebutuhan pemungutan suara. Akibatnya, hal itu membebani fisik mereka.
"Seperti manajemen distribusi yang buruk misalnya yang mengakibatkan bukan pekerjaan KPPS harus dikerjakan oleh KPPS," ujar dia.
Tak hanya itu, hal lain yang harus diperbaiki yaitu penyederhanaan dokumen atau formulir. Dia menyebutkan, petugas KPPS harus mempersiapkan banyak formulir setiap penyelenggaraan Pemilu Indonesia.
"Bisa ga disederhanakan itu formulir. Pemilu di Indonesia mungkin Pemilu yang paling banyak blankonya di penyelenggara itu," kata dia.