Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta berkonsultasi dengan DPR terkait wacana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atas UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wacana itu muncul setelah Jokowi menerima masukan dari tokoh bangsa.
"Rapat konsultasi atau pertemuan dengan pimpinan partai dan pimpinan DPR, pimpinan fraksi suatu hal yang perlu dan harus dilakukan," kata Politikus PDIP Aria Bima di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 27 September 2019.
Aria mengatakan menerbitkan perppu memang hak Presiden, namun proses politik harus berjalan. Pembahasan perppu harus dilakukan bersama-sama agar hubungan eksekutif dan legislatif tetap harmonis.
"Di mana proses pembuatan RUU perubahan KPK sudah berjalan dalam bangunan hukum pembuatan UU," kata Aria.
Sekretaris Fraksi PAN di DPR Yandri Susanto mengatakan PAN tak masalah dengan pertimbangan Jokowi untuk menerbitkan perppu. Karena ujung dari perppu itu bermuara di DPR.
Parlemen, lanjut dia, akan menimbang secara keseluruhan baru memutuskan regulasi itu diterima atau tidak.
"Artinya bisa ditolak, bisa diterima. Kalau ditolak artinya UU yang Pak Presiden perppu-kan itu hidup kembali," kata dia.
Yandri tak ingin berspekulasi lebih jauh. Presiden juga belum memutuskan sikap pastinya.
Jika Presiden mengeluarkan perppu, itu akan menjadi tanggung jawab anggota DPR periode 2019-2024. Sebab, anggota Dewan periode 2014-2019 akan berakhir pada 1 Oktober 2019.
"Kita serahkan ke Pak Presiden, yang bisa menilai timingnya pas, kebutuhannya mendesak, kemudian diperlukan itu. Ya kami serahkan ke Pak Jokowi," kata dia.
Jokowi sebelumnya mengatakan bakal menimbang masukan terkait Perppu KPK. Dia menyebut telah mendapat banyak masukan terkait hal ini.
"Banyak sekali masukan-masukan juga diberikan kepada kita, utamanya penerbitan Perppu, tentu saja ini akan kita segera hitung, kita kalkulasi," kata Jokowi, Kamis, 26 September 2019.
Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta
berkonsultasi dengan DPR terkait wacana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atas UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wacana itu muncul setelah Jokowi menerima masukan dari tokoh bangsa.
"Rapat konsultasi atau pertemuan dengan pimpinan partai dan pimpinan DPR, pimpinan fraksi suatu hal yang perlu dan harus dilakukan," kata Politikus PDIP Aria Bima di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 27 September 2019.
Aria mengatakan menerbitkan perppu memang hak Presiden, namun proses politik harus berjalan. Pembahasan perppu harus dilakukan bersama-sama agar hubungan eksekutif dan legislatif tetap harmonis.
"Di mana proses pembuatan RUU perubahan KPK sudah berjalan dalam bangunan hukum pembuatan UU," kata Aria.
Sekretaris Fraksi PAN di DPR Yandri Susanto mengatakan PAN tak masalah dengan pertimbangan Jokowi untuk menerbitkan perppu. Karena ujung dari
perppu itu bermuara di DPR.
Parlemen, lanjut dia, akan menimbang secara keseluruhan baru memutuskan regulasi itu diterima atau tidak.
"Artinya bisa ditolak, bisa diterima. Kalau ditolak artinya UU yang Pak Presiden perppu-kan itu hidup kembali," kata dia.
Yandri tak ingin berspekulasi lebih jauh. Presiden juga belum memutuskan sikap pastinya.
Jika Presiden mengeluarkan perppu, itu akan menjadi tanggung jawab anggota DPR periode 2019-2024. Sebab, anggota Dewan periode 2014-2019 akan berakhir pada 1 Oktober 2019.
"Kita serahkan ke Pak Presiden, yang bisa menilai timingnya pas, kebutuhannya mendesak, kemudian diperlukan itu. Ya kami serahkan ke Pak Jokowi," kata dia.
Jokowi sebelumnya mengatakan bakal menimbang masukan terkait Perppu KPK. Dia menyebut telah mendapat banyak masukan terkait hal ini.
"Banyak sekali masukan-masukan juga diberikan kepada kita, utamanya penerbitan Perppu, tentu saja ini akan kita segera hitung, kita kalkulasi," kata Jokowi, Kamis, 26 September 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)