Jakarta: Presiden Joko Widodo memanggil empat pakar hukum, Mahfud MD, Eddy OS Hiariej, Maruarar Siahaan, dan Luhut Pangaribuan. Presiden meminta masukan dan pandangan mereka tentang beberapa isu penting, antara lain UU MD3 dan RKUHP.
"Ya kita memberi pandangan-pandangan yang bisa jadi alternatif saja kepada Presiden," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 28 Februari 2018.
Mahfud menilai, Presiden harus segera mengambil keputusan terhadap UU MD3 dan RKUHP. Apalagi, Presiden punya kewenangan memutuskan apapun.
Selama pertemuan tadi, kata dia, para pakar banyak memberikan masukan terhadap pasal-pasal yang kontroversial di masyarakat. Misalnya pada RKUHP, pasal-pasal yang sudah dibatalkan oleh MK tentang zina, serta LGBT turut dibahas.
Baca: Presiden Panggil Mahfud MD
"Kita punya pandangan, pandangan bermacam-macam. Tentunya Presiden punya wewenang sepenuhnya untuk mengambil sikap tentang itu, memutuskan," ucap dia.
Terkait UU MD3, lanjut dia, hanya tiga pasal yang dibahas yakni Pasal 73, Pasal 122, dan Pasal 245.
Pasal-pasal itu mengatur tentang pemanggilan paksa terhadap seseorang untuk diperiksa melalui permintaan tertulis kepada Kapolri, kewenangan MKD melaporkan seseorang, perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR ke kepolisian, dan pemanggilan anggota dewan untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus pidana harus melalui pertimbangan MKD sebelum disetujui Presiden.
Pakar hukum tata negara itu mengatakan, mereka hanya menjelaskan pandangan dari segi hukum. Mereka juga mengemukakan pandangan yang berkembang di masyarakat.
"Lalu, kita mengatakan Presiden punya hak konstitusional, wewenang konstitusional untuk segera mengambil keputusan apapun. Itu konsekuensi dari jabatan Presiden sehingga kita harus ikuti apa yang dikatakan," kata dia.
Mahfud tak memberikan usulan apapun tentang pasal yang kontroversial. Ia hanya memberikan pandangan, keputusan tetap berada di tangan Presiden Jokowi.
"Kita tak mengusulkan apa-apa itu haknya Presiden. Kita kalau mengambil ini yang akan timbul. Hukum itukan pilihan-pilihan kalau sudah jadi hukum itu mengikat dengan segala segala risikonya tapi bagaimana supaya tidak tampak putusan MK diabaikan," pungkas dia.
Baca: Jokowi Belum Berniat Terbitkan Perppu MD3
Sementara itu, Luhut menyayangkan langkah DPR yang lamban dalam membahas RKUHP. Menurut dia, RKUHP seharusnya segera disidangkan.
Pakar hukum dari Universitas YAI itu mengaku telah memberikan pertimbangan kepada Presiden terkait beberapa pasal yang dianggap kontroversial pada RKUHP itu. Pertimbangan itu dinilai bisa menjadi bahan pertimbangan Presiden jika ingin kembali merevisi.
"RKUHP memang penting itu segera disidangkan karena memang sudah cukup lama pembahasannya, pemerintahannya banyak dan ini Undang-undangnya lama dari Romawi, Perancis, Belanda. Jadi tadi kita diskusikan dan kita memberikan pertimbangan, termasuk masih ada isu di dalam masyarakat dan itu masih bisa diperbaiki sekalipun nanti setelah diundangkan," kata Luhut.
Hal senada disampaikan Maruarar. Ia berharap DPR segara menyelesaikan pembahasan RKUHP tersebut.
"Mudah-mudahan pada April dalam masa sidang yang berikut itu DPR dan pemerintah mengesahkan RKUHP dan kita punya KUHP baru rasa Indonesia," ucap guru besar dari Universitas Kristen Indonesia itu.
Jakarta: Presiden Joko Widodo memanggil empat pakar hukum, Mahfud MD, Eddy OS Hiariej, Maruarar Siahaan, dan Luhut Pangaribuan. Presiden meminta masukan dan pandangan mereka tentang beberapa isu penting, antara lain UU MD3 dan RKUHP.
"Ya kita memberi pandangan-pandangan yang bisa jadi alternatif saja kepada Presiden," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 28 Februari 2018.
Mahfud menilai, Presiden harus segera mengambil keputusan terhadap UU MD3 dan RKUHP. Apalagi, Presiden punya kewenangan memutuskan apapun.
Selama pertemuan tadi, kata dia, para pakar banyak memberikan masukan terhadap pasal-pasal yang kontroversial di masyarakat. Misalnya pada RKUHP, pasal-pasal yang sudah dibatalkan oleh MK tentang zina, serta LGBT turut dibahas.
Baca:
Presiden Panggil Mahfud MD
"Kita punya pandangan, pandangan bermacam-macam. Tentunya Presiden punya wewenang sepenuhnya untuk mengambil sikap tentang itu, memutuskan," ucap dia.
Terkait UU MD3, lanjut dia, hanya tiga pasal yang dibahas yakni Pasal 73, Pasal 122, dan Pasal 245.
Pasal-pasal itu mengatur tentang pemanggilan paksa terhadap seseorang untuk diperiksa melalui permintaan tertulis kepada Kapolri, kewenangan MKD melaporkan seseorang, perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR ke kepolisian, dan pemanggilan anggota dewan untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus pidana harus melalui pertimbangan MKD sebelum disetujui Presiden.
Pakar hukum tata negara itu mengatakan, mereka hanya menjelaskan pandangan dari segi hukum. Mereka juga mengemukakan pandangan yang berkembang di masyarakat.
"Lalu, kita mengatakan Presiden punya hak konstitusional, wewenang konstitusional untuk segera mengambil keputusan apapun. Itu konsekuensi dari jabatan Presiden sehingga kita harus ikuti apa yang dikatakan," kata dia.
Mahfud tak memberikan usulan apapun tentang pasal yang kontroversial. Ia hanya memberikan pandangan, keputusan tetap berada di tangan Presiden Jokowi.
"Kita tak mengusulkan apa-apa itu haknya Presiden. Kita kalau mengambil ini yang akan timbul. Hukum itukan pilihan-pilihan kalau sudah jadi hukum itu mengikat dengan segala segala risikonya tapi bagaimana supaya tidak tampak putusan MK diabaikan," pungkas dia.
Baca:
Jokowi Belum Berniat Terbitkan Perppu MD3
Sementara itu, Luhut menyayangkan langkah DPR yang lamban dalam membahas RKUHP. Menurut dia, RKUHP seharusnya segera disidangkan.
Pakar hukum dari Universitas YAI itu mengaku telah memberikan pertimbangan kepada Presiden terkait beberapa pasal yang dianggap kontroversial pada RKUHP itu. Pertimbangan itu dinilai bisa menjadi bahan pertimbangan Presiden jika ingin kembali merevisi.
"RKUHP memang penting itu segera disidangkan karena memang sudah cukup lama pembahasannya, pemerintahannya banyak dan ini Undang-undangnya lama dari Romawi, Perancis, Belanda. Jadi tadi kita diskusikan dan kita memberikan pertimbangan, termasuk masih ada isu di dalam masyarakat dan itu masih bisa diperbaiki sekalipun nanti setelah diundangkan," kata Luhut.
Hal senada disampaikan Maruarar. Ia berharap DPR segara menyelesaikan pembahasan RKUHP tersebut.
"Mudah-mudahan pada April dalam masa sidang yang berikut itu DPR dan pemerintah mengesahkan RKUHP dan kita punya KUHP baru rasa Indonesia," ucap guru besar dari Universitas Kristen Indonesia itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)