medcom.id, Jakarta: Penambahan kursi pimpinan DPR dan MPR dinilai dapat membuat Pemerintah bekerja lebih tenang. Namun, hal itu tidak menjamin adanya perbaikan kinerja lembaga dewan.
"Terutama eksekutif, merasa pimpinan DPR itu penting sekali yang bisa seirama. Karena kalau tidak seirama akan selalu menimbulkan konflik atau bisa juga perjalanan roda pemerintah terganggu," jelas Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang, di Jakarta, Selasa (3/1/2017).
Posisi pimpinan DPR-MPR jadi sesuatu yang 'seksi' di mata parpol. Sekilas, posisinya kurang strategis karena hanya sebagai Juru Bicara Parlemen, bukan membawahi anggota-anggota dewan lainnya. Namun, representasi pimpinan DPR tetap dipandang sebagai rekan setingkat dengan Presiden, yang dianggap bisa menentukan arah pemerintahan.
"Pemerintah sekarang akan senang saja dengan Pak Novanto jadi ketua DPR, kan lebih aman," aku dia.
Sebastian menyayangkan cara-cara yang digunakan di DPR dalam proses perombakan pimpinan DPR ini. Harmonisasi UU MD3 di Badan legislasi DPR jelas memperlihatkan adanya kepentingan yang bersilangan antarparpol.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang
Misalnya, Golkar berkepentingan agar Novanto, kembali ke kursi Ketua DPR. PDIP kemudian memanfaatkannya agar dapat memperolah posisi Wakil Ketua DPR-MPR. Sementara itu, PKS pun mengambil manfaatnya dengan meminta kembali kursi pimpinan MKD.
"Karena itu kita tidak berharap banyak perubahan itu akan membawa perubahan lebih baik. Ini perubahan (UU MD3) suka-suka, untuk akomodasi kepentingan mereka saja," ucap Sebastian.
Baca: Pemerintah Setuju UU MD3 Direvisi
Selain soal kepentingan-kepentingan partai mendapatkan kursi. Adapula suara-suara yang meminta pengembalian ke komposisi pimpinan ke sistem proporsional (berdasarkan perolehan suara di pemilu), dan ada yang ingin tetap sistem paket pimpinan.
Hasilnya, penambahan pimpinan DPR-MPR bagi PDIP itu merupakan jalan tengah dari berbagai kepentingan itu.
"Jadi bongkar bolak-balik (UU MD3) semata untuk mengakomodasi kepentingan mereka. Karena peta politik berubah, UU itu diubah lagi untuk memenuhi kepenitingan koalisi mayoritas. Memang pintu masuknya ketika Novanto kembali lagi (ke kursi Ketua DPR)," jelas Sebastian.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memutuskan secara resmi memasukan revisi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Keputusan ini diambil dalam rapat bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Baca: Baleg Sepakati Materi RUU MD3
Rapat Pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati materi revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPD untuk dibawa ke Badan Musyawarah dan paripurna. Usulan revisi terbatas tersebut menjadi usulan inisiatif DPR.
Revisi dilakukan pada pasal 15 dan 84 tentang pimpinan MPR dan DPR. Sebelumnya pada pasal 15 ayat 1 tertulis 'Pimpinan MPR terdiri atas satu (1) orang ketua dan empat (4) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR'.
Sementara di pasal 84 'Pimpinan DPR terdiri atas satu (1) orang ketua dan empat (4) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR'.
PDI Perjuangan selaku pengusul menginginkan pasal tersebut diubah sehingga pimpinan MPR maupun DPR berjumlah masing-masing enam orang. Hal itu dilakukan Agar dapat mengkomodir PDI Perjuangan selaku pemenang Pemilu Tahun 2014.
Selain itu, Baleg juga menyepakati penambahan satu kursi pimpinan di Mahkamah Kehormatan Dewan. Sesuai pasal 121 ayat 2 'Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MKD dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat'.
Saat ini kursi pimpinan MKD berjumlah empat orang. Penambahan satu kursi di MKD itu atas usulan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Kemudian Baleg juga menyepakati perubahan pasal 164 tentang usul rancangan undang-undang bisa diajukan oleh Badan legislasi. Sebelumnya dalam pasal 164 tertulis 'Usul rancangan undang-undang dapat diajukan oleh anggota DPR, Komisi, dan gabungan Komisi'.
medcom.id, Jakarta: Penambahan kursi pimpinan DPR dan MPR dinilai dapat membuat Pemerintah bekerja lebih tenang. Namun, hal itu tidak menjamin adanya perbaikan kinerja lembaga dewan.
"Terutama eksekutif, merasa pimpinan DPR itu penting sekali yang bisa seirama. Karena kalau tidak seirama akan selalu menimbulkan konflik atau bisa juga perjalanan roda pemerintah terganggu," jelas Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang, di Jakarta, Selasa (3/1/2017).
Posisi pimpinan DPR-MPR jadi sesuatu yang 'seksi' di mata parpol. Sekilas, posisinya kurang strategis karena hanya sebagai Juru Bicara Parlemen, bukan membawahi anggota-anggota dewan lainnya. Namun, representasi pimpinan DPR tetap dipandang sebagai rekan setingkat dengan Presiden, yang dianggap bisa menentukan arah pemerintahan.
"Pemerintah sekarang akan senang saja dengan Pak Novanto jadi ketua DPR, kan lebih aman," aku dia.
Sebastian menyayangkan cara-cara yang digunakan di DPR dalam proses perombakan pimpinan DPR ini. Harmonisasi UU MD3 di Badan legislasi DPR jelas memperlihatkan adanya kepentingan yang bersilangan antarparpol.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang
Misalnya, Golkar berkepentingan agar Novanto, kembali ke kursi Ketua DPR. PDIP kemudian memanfaatkannya agar dapat memperolah posisi Wakil Ketua DPR-MPR. Sementara itu, PKS pun mengambil manfaatnya dengan meminta kembali kursi pimpinan MKD.
"Karena itu kita tidak berharap banyak perubahan itu akan membawa perubahan lebih baik. Ini perubahan (UU MD3) suka-suka, untuk akomodasi kepentingan mereka saja," ucap Sebastian.
Baca: Pemerintah Setuju UU MD3 Direvisi
Selain soal kepentingan-kepentingan partai mendapatkan kursi. Adapula suara-suara yang meminta pengembalian ke komposisi pimpinan ke sistem proporsional (berdasarkan perolehan suara di pemilu), dan ada yang ingin tetap sistem paket pimpinan.
Hasilnya, penambahan pimpinan DPR-MPR bagi PDIP itu merupakan jalan tengah dari berbagai kepentingan itu.
"Jadi bongkar bolak-balik (UU MD3) semata untuk mengakomodasi kepentingan mereka. Karena peta politik berubah, UU itu diubah lagi untuk memenuhi kepenitingan koalisi mayoritas. Memang pintu masuknya ketika Novanto kembali lagi (ke kursi Ketua DPR)," jelas Sebastian.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memutuskan secara resmi memasukan revisi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Keputusan ini diambil dalam rapat bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Baca: Baleg Sepakati Materi RUU MD3
Rapat Pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati materi revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPD untuk dibawa ke Badan Musyawarah dan paripurna. Usulan revisi terbatas tersebut menjadi usulan inisiatif DPR.
Revisi dilakukan pada pasal 15 dan 84 tentang pimpinan MPR dan DPR. Sebelumnya pada pasal 15 ayat 1 tertulis 'Pimpinan MPR terdiri atas satu (1) orang ketua dan empat (4) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR'.
Sementara di pasal 84 'Pimpinan DPR terdiri atas satu (1) orang ketua dan empat (4) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR'.
PDI Perjuangan selaku pengusul menginginkan pasal tersebut diubah sehingga pimpinan MPR maupun DPR berjumlah masing-masing enam orang. Hal itu dilakukan Agar dapat mengkomodir PDI Perjuangan selaku pemenang Pemilu Tahun 2014.
Selain itu, Baleg juga menyepakati penambahan satu kursi pimpinan di Mahkamah Kehormatan Dewan. Sesuai pasal 121 ayat 2 'Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MKD dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat'.
Saat ini kursi pimpinan MKD berjumlah empat orang. Penambahan satu kursi di MKD itu atas usulan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Kemudian Baleg juga menyepakati perubahan pasal 164 tentang usul rancangan undang-undang bisa diajukan oleh Badan legislasi. Sebelumnya dalam pasal 164 tertulis 'Usul rancangan undang-undang dapat diajukan oleh anggota DPR, Komisi, dan gabungan Komisi'.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)