Buka Masa Sidang 2022-2023, DPR Rampungkan 43 UU dalam 3 Tahun
Juven Martua Sitompul • 16 Agustus 2022 14:11
Jakarta: Ketua DPR Puan Maharani memimpin Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023. Dia membeberkan berbagai hasil kinerja DPR periode 2019-2024 yang sudah berjalan selama tiga tahun.
"Masa sidang ini memasuki tahun keempat dari periode masa jabatan DPR RI dan Presiden, 2019-2024. Menjadi suatu kesempatan yang semakin mendesak dalam menuntaskan secara bertahap sejumlah permasalahan struktural dalam pembangunan nasional. Sejak 2019 hingga saat ini, sejumlah undang-undang (UU) yang telah selesai dibahas DPR RI bersama pemerintah berjumlah 43 UU," kata Puan dalam Rapat Paripurna DPR usai Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 16 Agustus 2022.
Dari 43 UU itu, kata Puan, 32 UU diselesaikan di masa sidang 2021-2022 atau dalam kurun waktu satu tahun. Dengan kata lain, sejak 16 Agustus 2021 hingga 15 Agustus 2022 DPR mampu merampungkan pembahasan 32 UU.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR itu pun memerinci UU yang telah disahkan berdasarkan alat kelengkapan dewan (AKD) bersama pemerintah. Komisi I menyelesaikan 2 UU, Komisi II 16 UU, Komisi III 4 UU, Komisi V 1 UU, Komisi VI 3 UU, Komisi VII 1 UU, Komisi X 2 UU, Komisi XI 4 UU, Badan Legislasi (Baleg) 6 UU, Badan Anggaran (Banggar) 1 UU, dan Panitia Khusus (Pansus) menyelesaikan 3 UU.
"Pembentukan UU merupakan pekerjaan kolektif yang ditempuh melalui pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan komitmen bersama antarpembentuk UU, yaitu DPR dan pemerintah, dalam memenuhi kebutuhan hukum nasional," kata Puan.
Menurut mantan Menko PMK itu, kinerja dalam pembentukan UU merupakan kinerja bersama antara DPR dan pemerintah. Dalam pembahasan membentuk UU, DPR dan pemerintah dituntut agar selalu cermat.
"Serta mempertimbangkan berbagai pendapat, pandangan, kondisi, situasi, kebutuhan hukum nasional, serta membuka ruang partisipasi rakyat untuk menyampaikan aspirasinya. Pembentuk UU juga dituntut agar pembahasan UU dilakukan secara terbuka sehingga memenuhi prinsip transparansi publik," ucap dia.
Dengan demikian, UU yang dihasilkan akan memiliki keselarasan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945. Termasuk, agar dapat memiliki landasan sosiologis yang kuat dan mengutamakan kepentingan nasional.
"Hal ini menjadi komitmen DPR dalam menjalankan fungsi legislasinya," tegas Puan.
Selain dalam bidang legislasi, DPR memiliki tugas konstitusional yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap kinerja pelaksanaan UU yang diselenggarakan pemerintah. Menurut Puan, fungsi pengawasan DPR diarahkan agar kebijakan dan program pemerintah dilaksanakan untuk dapat memajukan kesejahteraan rakyat dan memudahkan kehidupan rakyat.
"DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan akan memberikan perhatian yang besar terkait dengan berbagai permasalahan yang menjadi perhatian rakyat," kata Puan.
Puan memerinci berbagai persoalan yang menjadi perhatian khusus DPR. Pertama masih terkait dengan perkembangan pandemi covid-19, penanganan dampaknya serta ancaman dari varian baru, dan mitigasi dari ancaman pandemi lainnya.
Persoalan kedua, yakni mengantisipasi dinamika konflik geopolitik global yang telah mengakibatkan krisis pangan dan energi serta menyebabkan tingginya harga komoditas strategis seperti minyak bumi dan bahan pangan.
"Hal ini dapat berdampak pada kemampuan keuangan negara dalam memberikan subsidi energi," ujar Puan.
DPR juga disebut akan mencermati permasalahan terhadap buruh dan pekerja migran serta memperkuat peran TNI dan Polri. Puan berharap TNI/Polri semakin profesional, humanis, dan melayani.
"Sehingga rakyat merasa mendapatkan perlindungan, hadirnya ketertiban, dan rasa aman," tegas cucu Proklamator RI Soekarno (Bung Karno) tersebut.
Puan mengingatkan agar pemerintah terus meningkatkan kinerja kementerian/lembaga dalam urusan-urusan rakyat seperti dalam hal mendapatkan pelayanan, mendapatkan perlindungan sosial, memperoleh kesempatan kerja, dan meningkatkan kesejahteraannya.
"Komitmen pemerintah dalam melaksanakan tindak lanjut hasil rapat kerja pengawasan DPR, menunjukkan bahwa terdapat saling menghormati kewenangan antara lembaga eksekutif dan legislatif," kata Puan.
Dalam kesempatan ini, Puan memberikan apresiasi terhadap langkah Presiden Jokowi dalam pertemuan G7 dan pemimpin-pemimpin negara yang sedang berkonflik beberapa waktu lalu. Menurut Puan, langkah tersebut sejalan dengan amanat UUD 1945, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
"DPR sendiri akan ikut berperan dalam menyukseskan Presidensi Indonesia di G20. Penyelenggaraan P20, yang merupakan forum ketua parlemen negara-negara G20, akan menjadi momentum dalam memperkuat kolaborasi untuk menghadapi tantangan global pada masa yang akan datang," kata Puan.
Pertemuan P20 dengan tema Stronger Parliament for Sustainable Recovery yang akan berlangsung pada Oktober 2022 dinilai sejalan dengan tema Presidensi G20, yaitu Recover Together, Recover Stronger.
Dalam P20 akan dibahas empat isu prioritas, yakni soal akselerasi pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau, ketahanan pangan dan energi, serta tantangan ekonomi. Kemudian, mengenai parlemen yang efektif dan demokrasi dinamis hingga terkait inklusi sosial, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan.
Menurut Puan, keempat isu tersebut sangat relevan dalam rangka pemulihan global pascapandemi covid-19. Termasuk, dalam menghadapi berbagai permasalahan aktual global yang dihadapi saat ini.
"DPR akan memberikan perhatian dan fokus pada isu ketahanan pangan yang menjadi bagian dari isu pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau," kata Puan.
Puan memandang diperlukan komitmen bersama agar setiap negara dapat membangun kedaulatan pangannya tanpa dihalangi dengan berbagai hambatan. Termasuk, isu-isu yang sering dikaitkan dengan perdagangan bebas.
"DPR dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau telah melakukan langkah nyata yaitu dengan mengusulkan RUU EBT (Energi Baru dan Terbarukan) sebagai usul inisiatif DPR serta akan mulai menggunakan solar sel untuk memenuhi 25 persen kebutuhan listrik di gedung DPR," kata dia.
Hasil dari P20 diharapkan dapat menetapkan sebuah kesepakatan bersama yang dapat mendorong adanya aksi nyata dalam merespons berbagai masalah global. Sehingga, setiap orang dapat hidup dalam suasana damai.
"Kita berusaha membangun suatu dunia, di mana terdapat keadilan dan kesejahteraan untuk semua orang. DPR akan mendorong parlemen negara anggota P20 untuk terus melakukan kerja sama, sehingga dapat mencapai target yang diharapkan melalui kepemimpinan Indonesia pada P20," ucapnya.
Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022–2023 DPR dimulai sejak hari ini hingga 31 Oktober 2022. "Atas nama Pimpinan DPR, kami menyampaikan selamat bekerja menjalankan fungsi kedaulatan rakyat, semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa memberikan rahmat dan bimbingannya bagi kita semua," kata Puan.
Dalam sidang tahunan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin juga hadir. Keduanya menyampaikan secara langsung RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2023 beserta Nota Keuangan dan dokumen pendukungnya kepada DPR.
Jakarta: Ketua DPR
Puan Maharani memimpin Rapat Paripurna Pembukaan
Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023. Dia membeberkan berbagai hasil kinerja
DPR periode 2019-2024 yang sudah berjalan selama tiga tahun.
"Masa sidang ini memasuki tahun keempat dari periode masa jabatan DPR RI dan Presiden, 2019-2024. Menjadi suatu kesempatan yang semakin mendesak dalam menuntaskan secara bertahap sejumlah permasalahan struktural dalam pembangunan nasional. Sejak 2019 hingga saat ini, sejumlah undang-undang (UU) yang telah selesai dibahas DPR RI bersama pemerintah berjumlah 43 UU," kata Puan dalam Rapat Paripurna DPR usai Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 16 Agustus 2022.
Dari 43 UU itu, kata Puan, 32 UU diselesaikan di masa sidang 2021-2022 atau dalam kurun waktu satu tahun. Dengan kata lain, sejak 16 Agustus 2021 hingga 15 Agustus 2022 DPR mampu merampungkan pembahasan 32 UU.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR itu pun memerinci UU yang telah disahkan berdasarkan alat kelengkapan dewan (AKD) bersama pemerintah. Komisi I menyelesaikan 2 UU, Komisi II 16 UU, Komisi III 4 UU, Komisi V 1 UU, Komisi VI 3 UU, Komisi VII 1 UU, Komisi X 2 UU, Komisi XI 4 UU, Badan Legislasi (Baleg) 6 UU, Badan Anggaran (Banggar) 1 UU, dan Panitia Khusus (Pansus) menyelesaikan 3 UU.
"Pembentukan UU merupakan pekerjaan kolektif yang ditempuh melalui pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan komitmen bersama antarpembentuk UU, yaitu DPR dan pemerintah, dalam memenuhi kebutuhan hukum nasional," kata Puan.
Menurut mantan Menko PMK itu, kinerja dalam pembentukan UU merupakan kinerja bersama antara DPR dan pemerintah. Dalam pembahasan membentuk UU, DPR dan pemerintah dituntut agar selalu cermat.
"Serta mempertimbangkan berbagai pendapat, pandangan, kondisi, situasi, kebutuhan hukum nasional, serta membuka ruang partisipasi rakyat untuk menyampaikan aspirasinya. Pembentuk UU juga dituntut agar pembahasan UU dilakukan secara terbuka sehingga memenuhi prinsip transparansi publik," ucap dia.
Dengan demikian, UU yang dihasilkan akan memiliki keselarasan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945. Termasuk, agar dapat memiliki landasan sosiologis yang kuat dan mengutamakan kepentingan nasional.
"Hal ini menjadi komitmen DPR dalam menjalankan fungsi legislasinya," tegas Puan.