Jakarta: Calon hakim agung, Yohanes Priyana, mengaku khawatir bila persidangan di pengadilan dilakukan melalui siaran langsung atau live. Menurut dia, hal itu berpotensi memicu arena perjudian.
"Kalau live yang terjadi mungkin bisa terjadi perjudian, nanti orang bertaruh. Karena masing-masing, menurut saya, akhirnya mungkin suami istri pun bisa berkelahi karena suatu perkara yang di-live-kan," ujar Yohanes saat menanggapi pertanyaan dalam uji kepatutan dan kelayakan calon hakim agung di Komisi III DPR, Jakarta, Senin, 20 September 2021.
Menurut Yohanes, sebagian masyarakat belum memahami mengenai perbedaan keharusan sidang secara live dengan terbuka untuk umum. Dorongan persidangan secara live kerap dikaitkan sebagai bentuk tranparansi.
Baca: Hakim Pengadil Ahok Disinggung Soal Kasus Penodaan Agama
"Masyarakat dikaitkan dengan tranparansi berkaitan dengan undang-undang keterbukaan informasi publik, menghendaki segala sesuatu itu harus terbuka seperti telanjang gitu," ucap Yohanes.
Dia menilai menelanjangi sidang membahayakan. Karena, terdapat sejumlah fakta persidangan yang berpotensi dibawa hingga ke ranah publik yang lebih sempit.
"Sebab, kalau live ini seakan-akan membawa perkara ini kepada sampai ke dapur orang. Sehingga, orang sambil masak nonton. Berbahaya sekali," ucap Yohanes.
Selain itu, persidangan secara live dikhawatirkan membuat saksi yang diperiksa saat persidangan memahami keterangan saksi lainnya. Padahal, saksi tersebut diperiksa sendiri di ruang persidangan.
"Dengan adanya live menjadi percuma. Karena segala sesuatu, sejak awalnya saksi lain pun, siapa tahu antara satu saksi dengan saksi lain enggak punya keterkaitan, tapi karena live semua jadi mengerti," ujar Yohanes.
Menurut dia, terdapat batasan yang harus dipahami oleh masyarakat. Persidangan tertutup hingga persidangan yang terbuka untuk umum.
"Persidangan (terbuka untuk umum) itu dimanfaatkan untuk kepentingan majelis untuk mendapatkan sebuah fakta hukum yang benar, yang pada akhirnya majelis memberikan putusan yang berdasarkan fakta hukum yang benar dan dapat memberikan putusan yang adil," terang Yohanes.
Sebanyak sebelas nama calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial (KY). Mereka yang diusung terdiri atas calon hakim agung kamar perdata, militer, dan pidana.
Untuk calon hakim agung kamar pidana, KY mengusung Inspektur Wilayah I Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Aviantara, Kepala Badan Pengawasan MA Dwiarso Budi Santiarto, dan Hakim Tinggi Pengawas pada Badan Pengawasan MA Jupriyadi.
Kemudian, Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA Prim Haryadi dan Hakim Tinggi Pada Pengadilan Tinggi Bandung Subiharta. KY juga mengusung Panitera Muda Pidana Khusus pada MA Suharto, Hakim Tinggi Pengawas pada Badan Pengawasan MA Suradi, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Kupang Yohanes Priyana.
Sementara itu, calon hakim agung kamar perdata hanya dua. Mereka, yakni Hakim Pengadilan Tinggi Banten Ennid Hasanuddin dan Panitera Muda Perdata Khusus MA Haswandi. Sedangkan calon hakim agung kamar militer yakni Wakil Kepala Pengadilan Militer Utama Brigjen TNI Tama Ulintat By Tarigan.
Terdapat 13 posisi hakim agung yang dibutuhkan. Namun, KY baru mengirim sebelas nama yang dinilai mumpuni mengisi jabatan yang dibutuhkan.
Dua posisi lain yang dibutuhkan, yakni kamar tata usaha negara dan kamar khusus pajak. Saat ini, KY masih mencari sosok yang cocok.
Jakarta: Calon hakim agung, Yohanes Priyana, mengaku khawatir bila
persidangan di pengadilan dilakukan melalui siaran langsung atau
live. Menurut dia, hal itu berpotensi memicu arena perjudian.
"Kalau
live yang terjadi mungkin bisa terjadi perjudian, nanti orang bertaruh. Karena masing-masing, menurut saya, akhirnya mungkin suami istri pun bisa berkelahi karena suatu perkara yang di-
live-kan," ujar Yohanes saat menanggapi pertanyaan dalam uji kepatutan dan kelayakan calon
hakim agung di Komisi III
DPR, Jakarta, Senin, 20 September 2021.
Menurut Yohanes, sebagian masyarakat belum memahami mengenai perbedaan keharusan sidang secara
live dengan terbuka untuk umum. Dorongan persidangan secara
live kerap dikaitkan sebagai bentuk tranparansi.
Baca:
Hakim Pengadil Ahok Disinggung Soal Kasus Penodaan Agama
"Masyarakat dikaitkan dengan tranparansi berkaitan dengan undang-undang keterbukaan informasi publik, menghendaki segala sesuatu itu harus terbuka seperti telanjang gitu," ucap Yohanes.
Dia menilai menelanjangi sidang membahayakan. Karena, terdapat sejumlah fakta persidangan yang berpotensi dibawa hingga ke ranah publik yang lebih sempit.
"Sebab, kalau
live ini seakan-akan membawa perkara ini kepada sampai ke dapur orang. Sehingga, orang sambil masak nonton. Berbahaya sekali," ucap Yohanes.
Selain itu, persidangan secara
live dikhawatirkan membuat saksi yang diperiksa saat persidangan memahami keterangan saksi lainnya. Padahal, saksi tersebut diperiksa sendiri di ruang persidangan.
"Dengan adanya
live menjadi percuma. Karena segala sesuatu, sejak awalnya saksi lain pun, siapa tahu antara satu saksi dengan saksi lain enggak punya keterkaitan, tapi karena
live semua jadi mengerti," ujar Yohanes.