Jakarta: DPR diminta lebih banyak melibatkan masyarakat dalam merumuskan Undang-Undang (UU). UU baik adalah yang berguna bagi bangsa dan negara serta berdampak langsung pada masyarakat, salah satunya UU TPKS.
“Produk legislasi ini akan dieksekusi sebagai keputusan politik. Ketika dieksekusi oleh eksekutif yang menerima dampaknya adalah rakyat," kata peneliti senior BRIN Siti Zuhro kepada wartawan, Jakarta, Jumat, 29 April 2022.
Menurut dia, untuk membuat UU yang berkualitas, legislatif harus melibatkan masyarakat sipil. Sehingga, aspirasi yang diserap lebih komprehensif dan berdampak bagi rakyat.
"Harus ada perumusan yang betul-betul sampai ada konsultasi publik yang gayeng, betul enggak pasal ini ayat ini akan berdampak positif terhadap negara bangsa terutama,” kata Siti.
Baca: Baleg Sebut UU TPKS Bukti DPR Periode Sekarang Produktif
Sebaliknya, kata dia, UU yang dikerjakan terkesan terburu-buru akan memicu polemik di masyarakat. Dia mencontohkan UU IKN.
“Tidak ada masalah dengan pindah Ibu Kota, kan rencana bagus. Tetapi pindahnya bagaimana, itu yang perlu dibicarakan. Meski sudah mengundang puluhan pakar dalam FGD tidak menjamin rakyat setuju,” kata Siti.
UU TPKS
Ketua DPR Puan Maharani sebelumnya meminta agar tolok ukur program legislasi yang dirumuskan legislatif tidak berdasarkan dari banyaknya undang-undang yang dilahirkan. Dia ingin semua produk parlemen berkualitas.
Proses pembuatan UU di masa kepemimpinannya di DPR, kata Puan, lebih difokuskan pada mekanisme yang benar serta bermanfaat untuk masyarakat. "Namun, yang jauh lebih penting adalah UU itu dibahas dengan mekanisme yang benar serta memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat," kata Puan.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya mengungkapkan kuantitas produk perundangan memang selalu menjadi sorotan kinerja legislasi DPR. Dia memastikan DPR periode sekarang produktif namun berkualitas.
"Tentu beban legislasi itu selalu menjadi sorotan DPR ya kuantitas, tapi hari ini, periode ini, sangat produktif, cukup banyak,” ujar Willy.
Berdasarkan data dari laman dpr.go.id per Rabu, 27 April 2022, kinerja legislasi pada tahun prioritas 2022 mencatatkan 9 RUU yang sudah selesai. Termasuk, RUU TPKS yang sudah disahkan.
Dia mengatakan masih ada 11 RUU dalam tahap pembahasan. Kemudian, 9 RUU berstatus terdaftar, 3 RUU dalam tahap penyusunan, 6 RUU dalam tahap harmonisasi, dan 2 RUU dalam tahap penetapan usul.
Dia mengakui pembahasan UU TPKS cepat sekaligus tidak meninggalkan substansi. Bahkan, dalam 8 hari RUU itu selesai di tingkat pembahasan.
Willy menyebut sda sejumlah faktor yang membuat pembahasan UU TPKS cepat. Di antaranya, kesamaan kehendak politik dari DPR dan pemerintah untuk menyelesaikan RUU tersebut.
Kedua, partisipasi dan dukungan dari elemen masyarakat yang terus mengalir. Dalam proses penyusunannya, DPR dan pemerintah juga melibatkan 120 kelompok masyarakat sipil.
“Political will DPR dan pemerintah memiliki frekuensi yang sama, ditambah partisipasi publik yang begitu intensif. Dan DPR yang terbuka, sidangnya terbuka semua. Enggak ada yang di-umpet-umpetkan,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya mengungkapkan kuantitas produk perundangan memang selalu menjadi sorotan kinerja legislasi DPR. Dia memastikan DPR periode sekarang produktif namun berkualitas.
"Tentu beban legislasi itu selalu menjadi sorotan DPR ya kuantitas, tapi hari ini, periode ini, sangat produktif, cukup banyak,” ujar Willy.
Berdasarkan data dari laman dpr.go.id per Rabu, 27 April 2022, kinerja legislasi pada tahun prioritas 2022 mencatatkan 9 RUU yang sudah selesai. Termasuk, RUU TPKS yang sudah disahkan.
Dia mengatakan masih ada 11 RUU dalam tahap pembahasan. Kemudian, 9 RUU berstatus terdaftar, 3 RUU dalam tahap penyusunan, 6 RUU dalam tahap harmonisasi, dan 2 RUU dalam tahap penetapan usul.
Dia mengakui pembahasan UU TPKS cepat sekaligus tidak meninggalkan substansi. Bahkan, dalam 8 hari RUU itu selesai di tingkat pembahasan.
Willy menyebut sda sejumlah faktor yang membuat pembahasan UU TPKS cepat. Di antaranya, kesamaan kehendak politik dari DPR dan pemerintah untuk menyelesaikan RUU tersebut.
Kedua, partisipasi dan dukungan dari elemen masyarakat yang terus mengalir. Dalam proses penyusunannya, DPR dan pemerintah juga melibatkan 120 kelompok masyarakat sipil.
“
Political will DPR dan pemerintah memiliki frekuensi yang sama, ditambah partisipasi publik yang begitu intensif. Dan DPR yang terbuka, sidangnya terbuka semua. Enggak ada yang di-
umpet-umpetkan,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)