Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Pemerintah Berkukuh Mempertahankan Pasal Penghinaan Presiden

Indriyani Astuti • 19 Juni 2022 04:05
Jakara: Pemerintah berkukuh mempertahankan pasal penghinaan presiden dalam rancangan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan menjelaskan pasal tersebut perlu ada dalam KUHP untuk menjaga wibawa presiden sebagai kepala negara.
 
"Kita harus menghormati wibawa presiden sebagai kepala negara. Bukan untuk kepentingan orangnya, tapi untuk negara," terang Ade Irfan ketika dihubungi, Jumat, 17 Juni 2022.
 
Ancaman pidana terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden diatur dalam RKUHP Pasal 218 ayat 1. Bunyinya, 'setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV'.

Kemudian, Pasal 219 berbunyi, ‘Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.’
 
Baca: Komnas HAM Didorong Terlibat Selesaikan Polemik Pasal Penghinaan Dalam RKUHP
 
Pada draf, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menambahkan penjelasan bahwa pengaduan mengenai pasal itu harus dilakukan langsung oleh presiden maupun wakil presiden secara tertulis. Menanggapi perubahan dari delik umum menjadi aduan terhadap pasal tersebut, Ade mengatakan hal itu bertujuan agar orang tidak sembarangan menyerang atau mencaci-maki presiden.
 
"Kalau pada suatu saat jika presiden merasa dihina dengan kata-kata tidak patut, presiden berhak mengadukan itu kan harga diri, martabat presiden sebagai kepala negara. Ketika kita bicara di media sosial, seluruh dunia bisa mengetahui atau mengakses dengan cepat,” terang dia. 
 
Ada kekhawatiran banyak pihak pasal tersebut bertentangan dengan demokrasi atau dapat membungkam kritik masyarakat, Ade menilai publik dapat memahami perbedaan antara kritik dengan penghinaan.
 
"Kita sudah bisa membedakan lah kritik dan penghinaan. Jangan mencampuradukan kebebasan berdemokrasi dengan penghinaan. Jangan melakukan penghinaan, tapi mengatasnamakan demokrasi. Kritik ada solusi, ada perbaikan yang disampaikan," cetus dia.
 
 
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan