Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Tokoh Papua Bicara Relevansi Kasus Floyd dengan Bumi Cendrawasih

Medcom • 12 Juni 2020 08:55
Jakarta: Dua tokoh Papua membahas relevansi antara kasus pembunuhan George Floyd di Amerika Serikat dan isu ketidakadilan di Bumi Cendrawasih. Pembahasan ini berangkat dari viralnya aktivitas penyangkutpautan kedua isu itu di media sosial.
 
Mantan Gubernur Papua Freddy Numberi melihat dua kasus itu sebenarnya berbeda. Namun, ada persinggungan begitu dikaitkan dengan ketidakadilan, kesejahteraan, dan hak-hak masyarakat Papua dibandingkan dengan daerah lain.
 
"Pemerintah butuh bekerja keras untuk menjamin Papua yang lebih aman, damai, sejahtera, dan demokratis tanpa diskriminasi," kata Freddy dalam keterangan tertulis yang diterima, Medcom.id, Jumat, 12 Juni 2020.

Mantan Menteri Perhubungan ini mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkokoh payung regulasi di Bumi Cendrawasih agar persoalan ini tak terus 'digoreng'. Menurutnya, pemerintah harus menjunjung hak-hak sipil di sana.
 
"Terutama, jangan sampai ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di tanah Papua," ujar purnawiranan TNI Angkatan Laut berpangkat Laksamana Madya ini.
 
Di periode kedua pemerintahannya, Freddy juga mengingatkan Jokowi untuk meninggalkan warisan yang positif bagi masyarakat Papua.
 
"Jokowi harus bisa mengubah 'memoria pasionis' (ingatan penderitaan) warga Papua dengan 'memoria felicitas' (ingatan kebahagiaan). Itu legacy yang harus ditinggalkan Jokowi di tanah Papua," kata dia.
 
Baca: Amarah Tak Bisa Membangun Papua
 
Tokoh muda Papua, Yan Mandenas, melihat pemerintah sudah berupaya menelurkan berbagai kebijakan untuk menyelesaikan masalah ketidakadilan di Papua. Meski begitu, masih harus melakukan langkah-langkah lanjutan.
 
"Sebagai contoh pengungkapan kasus rasialis yang sempat terjadi pada mahasiswa Papua di Surabaya. Pengadilan harus bisa memutuskan dengan adil," kata Anggota Komisi I DPR dari Partai Gerindra ini.
 
Meski begitu, kata dia, tak bisa juga serta-merta kasus itu disamakan dengan kasus yang menimpa George Floyd di Amerika. Menurutnya, konteksnya berbeda, baik dari aspek politik, ekonomi, bahkan sosial-budaya.
 
"Penyelesaian konflik di Papua akan lebih efektif jika selalu mengedepankan dialog. Langkah ini dilakukan agar tidak menimbulkan aksi provokatif di masyarakat. Kalau terjadi, justru akan merugikan banyak pihak," kata Yan.
 
Supaya persoalan tak berlarut, ia mengajak seluruh elemen masyarakat Papua aktif berkomunikasi lewat para pemimpin maupun tokoh Papua. Tak terkecuali wakil rakyat di DPR.
 
"Kita bisa duduk bersama memikirkan konsep terbaik membangun Papua. Hindari pengaruh-pengaruh negatif yang dikaitkan dengan Isu Papua Merdeka. Hal itu hanya akan semakin menyudutkan kita dalam bingkai NKRI. Hanya menguntungkan pihak tertentu," katanya. 
 
Yan juga berharap pemerintah pusat terus membuka ruang dialog dengan seluruh elemen masyarakat Papua. Tak terkecuali dengan mahasiswa Papua.
 
Baca: Penggiringan Kasus Floyd ke Papua Dianggap Tak Relevan
 
George Floyd meninggal pada 25 Mei 2020 ketika seorang petugas polisi kulit putih Minneapolis menekan lutut ke lehernya selama hampir sembilan menit. Kematian Floyd menjadi bagian keretakan hubungan antara komunitas kulit berwarna dengan polisi di AS. 
 
Insiden itu juga memunculkan protes keras terhadap keadilan dan kebrutalan polisi di AS dan sekitarnya. Sejumlah netizen kemudian menyangkutpautkan kasus Floyd ini dengan kasus yang terjadi di Papua dengan tagar 'Papuan Lives Matter'.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan