medcom.id, Jakarta: Mahkamah Kehormatan Dewan DPR diminta untuk merombak kursi pimpinan DPR RI. Hal itu menyusul setelah adanya keputusan MKD yang mengabulkan permohonan rehabilitasi nama baik Novanto (Setnov) yang diajukan Fraksi Partai Golkar.
"Sebagai wujud pemulihan nama baik Pak Setya Novanto. Maka MKD wajib meminta kepada Partai Golkar agar Pak Setya Novanto kembali diusulkan sebagai ketua DPR," kata Ketua DPD I Sulawesi Tenggara Partai Golkar, Ridwan Bae, saat dihubungi, Rabu (28/9/2016).
Ridwan menjelaskan, sudah menjadi keharusan bagi MKD mengusulkan ke Fraksi Golkar. Sebab selama persidangan kasus 'Papa Minta Saham' nama baik Novanto dipermalukan di mata nasional dan internasional. Bahkan, saat itu, kata Ridwan, Novanto lebih memilih mengundurkan diri dari Ketua DPR.
"Kalau tidak mau berarti MKD setengah-setengah mengembalikan nama baik Pak Novanto, karena korbannya itu kan Pak Novanto mundur (Ketua DPR). Kita kan selalu ingatkan bahwa bukti rekaman tidak memiliki legal standing," ujar politikus Golkar ini.
Baca: MKD: Sudirman Said Bertanggung Jawab Rehabilitasi Nama Novanto
MKD melalui surat nomor SK/-MKD/-8/2016 DPR RI mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan Setya Novanto. Salah satu poin putusan MKD adalah memulihkan nama baik Novanto.
Setya Novanto--Antara/Puspa Perwitasari
Sudirman Said, saat itu menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengadukan Novanto ke MKD dengan dugaan meminta sesuatu kepada Presiden PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan mencatut nama Presiden Joko Widodo. Ia melapor ke MKD bermodal rekaman pembicaraan diduga Novanto, Maroef, dan pengusaha Riza Chalid, 16 November 2015.
Baca: MKD Pulihkan Nama Baik Setya Novanto
Rabu 16 Desember, MKD menggelar sidang dengan agenda mendengarkan pandangan masing-masing anggota MKD terkait kasus ini. Hasilnya, tujuh anggota MKD menyebut Novanto melakukan pelanggaran berat dan 10 menganggap Novanto melakukan pelanggaran sedang.
Tetapi sebelum sidang tuntas, Novanto mengundurkan diri dari DPR. 19 September 2016, ia memohon peninjauan kembali secara tertulis ke MKD atas apa yang dituduhkan kepada dirinya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan keseluruhan permohonan uji materi perkara Nomor 21/PUU-XIV/2016 yang dimohonkan mantan Ketua DPR Setya Novanto. Novanto mengajukan pengujian Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Baca: MK Kabulkan Permohonan Uji Materi Pemufakatan Jahat Setya Novanto
Novanto mengajukan pengujian Pasal 15 UU Tipikor karena Pasal 88 KUHP yang sebelumnya digugat hanya memuat definisi frasa pemufakatan jahat. Novanto menilai, perbaikan itu tak akan mengubah substansi karena makna pemufakatan jahat merujuk pada Pasal 88 KUHP.
Ketua Majelis Hakim Konsitusi Arief Hidayat menilai, frasa pemufakatan jahat dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 bertentangan dengan UUD 1945.
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Kehormatan Dewan DPR diminta untuk merombak kursi pimpinan DPR RI. Hal itu menyusul setelah adanya keputusan MKD yang mengabulkan permohonan rehabilitasi nama baik Novanto (Setnov) yang diajukan Fraksi Partai Golkar.
"Sebagai wujud pemulihan nama baik Pak Setya Novanto. Maka MKD wajib meminta kepada Partai Golkar agar Pak Setya Novanto kembali diusulkan sebagai ketua DPR," kata Ketua DPD I Sulawesi Tenggara Partai Golkar, Ridwan Bae, saat dihubungi, Rabu (28/9/2016).
Ridwan menjelaskan, sudah menjadi keharusan bagi MKD mengusulkan ke Fraksi Golkar. Sebab selama persidangan kasus 'Papa Minta Saham' nama baik Novanto dipermalukan di mata nasional dan internasional. Bahkan, saat itu, kata Ridwan, Novanto lebih memilih mengundurkan diri dari Ketua DPR.
"Kalau tidak mau berarti MKD setengah-setengah mengembalikan nama baik Pak Novanto, karena korbannya itu kan Pak Novanto mundur (Ketua DPR). Kita kan selalu ingatkan bahwa bukti rekaman tidak memiliki legal standing," ujar politikus Golkar ini.
Baca: MKD: Sudirman Said Bertanggung Jawab Rehabilitasi Nama Novanto
MKD melalui surat nomor SK/-MKD/-8/2016 DPR RI mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan Setya Novanto. Salah satu poin putusan MKD adalah memulihkan nama baik Novanto.
Setya Novanto--Antara/Puspa Perwitasari
Sudirman Said, saat itu menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengadukan Novanto ke MKD dengan dugaan meminta sesuatu kepada Presiden PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan mencatut nama Presiden Joko Widodo. Ia melapor ke MKD bermodal rekaman pembicaraan diduga Novanto, Maroef, dan pengusaha Riza Chalid, 16 November 2015.
Baca: MKD Pulihkan Nama Baik Setya Novanto
Rabu 16 Desember, MKD menggelar sidang dengan agenda mendengarkan pandangan masing-masing anggota MKD terkait kasus ini. Hasilnya, tujuh anggota MKD menyebut Novanto melakukan pelanggaran berat dan 10 menganggap Novanto melakukan pelanggaran sedang.
Tetapi sebelum sidang tuntas, Novanto mengundurkan diri dari DPR. 19 September 2016, ia memohon peninjauan kembali secara tertulis ke MKD atas apa yang dituduhkan kepada dirinya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan keseluruhan permohonan uji materi perkara Nomor 21/PUU-XIV/2016 yang dimohonkan mantan Ketua DPR Setya Novanto. Novanto mengajukan pengujian Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Baca: MK Kabulkan Permohonan Uji Materi Pemufakatan Jahat Setya Novanto
Novanto mengajukan pengujian Pasal 15 UU Tipikor karena Pasal 88 KUHP yang sebelumnya digugat hanya memuat definisi frasa pemufakatan jahat. Novanto menilai, perbaikan itu tak akan mengubah substansi karena makna pemufakatan jahat merujuk pada Pasal 88 KUHP.
Ketua Majelis Hakim Konsitusi Arief Hidayat menilai, frasa pemufakatan jahat dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 bertentangan dengan UUD 1945.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)