Jakarta: Meski nama calon presiden dan wakil presiden 2024 masih menjadi bola panas, nyatanya black buzzer mulai bergerak di media sosial. Fenomena ini lantas menuai perhatian dari pegiat media sosial, Enda Nasution.
"Justru sekarang ini menjadi waktu yang tepat bagi para calon presiden (capres) untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya,” kata Enda, dalam tayangan Metro Pagi Primetime di Metro TV, Selasa, 25 Januari 2022.
Menurut Enda, jumlah pembicaraan di media sosial yang sebelumnya dipancing oleh buzzer dapat menjadi tolok ukur elektabilitas elite politik. Bahkan, hal ini dianggap sebagai alternatif hasil survei.
"Jika seorang politikus memperoleh hasil survei yang jelek, tapi dirinya banyak diperbincangkan di media sosial, itu bisa menjadi daya tariknya hingga menjadi capres resmi," sambung pegiat media sosial tersebut.
Baca: Bebani Ongkos Politik, Legislator Minta Masa Kampanye Dipersingkat
Di sisi lain, Enda tak menampik bahwa black buzzer dapat menjadi tunggangan bagi elite politik. Baik untuk meningkatkan citranya, atau justru menyerang pihak tertentu.
Black buzzer sendiri dikenal sebagai oknum yang seringkali tak pilih-pilih informasi. Selagi mendapat bayaran, lanjut Enda, mereka tak peduli apakah informasi yang disebarkannya itu bernilai benar atau keliru.
Lebih parahnya lagi, terkadang mereka mengaburkan fakta dengan opini. Alhasil, tak jarang netizen Indonesia merasa kebingungan dengan informasi yang beredar di media sosial.
Agar tak terprovokasi ulah buzzer, Enda menyarankan agar netizen meningkatkan literasi digitalnya. Mereka juga perlu mengetahui perbedaan antara konten buzzer dengan konten organik.
Menurut Enda, konten black buzzer biasanya menggunakan hastag tertentu serta menggunakan foto atau video yang sama. Kemudian, terindikasi pula adanya repetisi konten yang disebarkan dalam jangka waktu sempit.
Baca: Bebani Ongkos Politik, Legislator Minta Masa Kampanye Dipersingkat
Sebelumnya, Polri memprediksi penyebaran hoaks akan meningkat pada 2022 hingga 2024. Kepolisian menilai hal yang terjadi di awal 2022 ini serupa dengan kejadian pada 2019 silam.
Antisipasi Polri terkait fenomena ini dilakukan dengan mengedepankan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Supaya mereka tak mudah terpengaruh oleh informasi simpang-siur yang belum jelas kebenarannya. (Nurisma Rahmatika)
Jakarta: Meski nama
calon presiden dan wakil presiden 2024 masih menjadi bola panas, nyatanya
black buzzer mulai bergerak di
media sosial. Fenomena ini lantas menuai perhatian dari pegiat media sosial, Enda Nasution.
"Justru sekarang ini menjadi waktu yang tepat bagi para calon presiden (capres) untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya,” kata Enda, dalam tayangan Metro Pagi Primetime di
Metro TV, Selasa, 25 Januari 2022.
Menurut Enda, jumlah pembicaraan di media sosial yang sebelumnya dipancing oleh
buzzer dapat menjadi tolok ukur elektabilitas elite politik. Bahkan, hal ini dianggap sebagai alternatif hasil survei.
"Jika seorang politikus memperoleh hasil survei yang jelek, tapi dirinya banyak diperbincangkan di media sosial, itu bisa menjadi daya tariknya hingga menjadi capres resmi," sambung pegiat media sosial tersebut.
Baca:
Bebani Ongkos Politik, Legislator Minta Masa Kampanye Dipersingkat
Di sisi lain, Enda tak menampik bahwa
black buzzer dapat menjadi tunggangan bagi elite politik. Baik untuk meningkatkan citranya, atau justru menyerang pihak tertentu.