Jakarta: Bulan Oktober 2020 seakan menjadi 'panggung utama' bagi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Beragam isu mengiringi aturan itu, tepatnya saat pembahasan omnibus law dikebut pada 1 Oktober 2020.
Banyak pihak mendukung pengebutan aturan yang mempermudah izin berusaha itu, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun tak sedikit yang mengkritik bakal aturan tersebut, khususnya menyangkut nasib buruh.
Isu seputar upah minimum, berkurangnya pesangon, hingga kontrak kerja tak terbatas, mewarnai pembahasan warganet terkait Rancangan UU Cipta Kerja. Banyak juga yang menyoroti integrasi aturan yang memudahkan investasi dalam bakal beleid itu.
Puncak respons terhadap omnibus law yakni pada 5 Oktober 2020, saat DPR mengesahkan rancangan aturan menjadi UU Cipta Kerja. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengeklaim 2 juta buruh akan turun ke jalan pada Selasa, 6 Oktober 2020.
"Mogok nasional ini akan diikuti sekitar dua juta buruh. Aksi itu digelar pada 6-8 Oktober 2020," kata Iqbal, dikutip dari Media Indonesia, Senin, 5 Oktober 2020.
Kepolisian tak mengizinkan unjuk rasa tersebut, lantaran kasus covid-19 semakin tinggi. Kapolri Jenderal Idham Azis menegaskan bakal menindak tegas siapa pun pedemo nekat.
Aksi damai tetap dilakukan di beberapa daerah, namun berakhir ricuh karena ulah penyusup. Seperti yang terjadi di Jakarta pada Kamis, 8 Oktober 2020.
Kepolisian menemukan indikasi perusuh membakar fasilitas umum. Puluhan Halte TransJakarta, belasan pos polisi, hingga alat berat proyek moda raya terpadu (MRT) dibakar pedemo. Polisi menangkap 1.192 demonstran di Jakarta.
"Hampir setengahnya pelajar STM (sekolah teknik menengah)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 9 Oktober 2020.
Banyak pihak menilai demonstrasi yang berpotensi ditunggangi perusuh bukan solusi, apalagi di tengah pandemi. Akademisi dan tokoh politik menyarankan mereka yang tak setuju dengan aturan itu menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bahkan, Presiden Joko Widodo mempersilakan pihak tak sepakat menggugat aturan sapu jagat. Langkah itu lebih elok dibandingkan unjuk rasa saat kasus covid-19 terus meningkat.
"Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam konferensi pers rapat terbatas (ratas) melalui Youtube Kementerian Sekretariat Negara (Setneg), Jumat, 9 Oktober 2020.
Pembahasan terkait UU Cipta Kerja berlanjut ke dua hal pada Oktober 2020, pertama terkait redaksional aturan sapu jagat. Jumlah halaman regulasi itu sempat berubah usai diserahkan DPR ke Istana.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya mengatakan perubahan halaman itu tak memengaruhi substansi omnibus law. Perubahan jumlah halaman dari 812 menjadi 1.187 halaman karena adanya penyesuaian format penulisan tata naskah UU untuk ditandatangani Presiden Joko Widodo.
"Mulai dari jenis kertas yang bertanda resmi kop kepresidenan, margin kiri-kanan dan atas-bawah, jarak spasi antar pasal/ayat, hingga penulisan kalimat awal halaman selanjutnya pada setiap akhir kalimat halaman di depannya, pada pojok kanan bawah," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya saat dihubungi, Jakarta, Kamis, 22 Oktober 2020.
Pembahasan selanjutnya, terkait aturan turunan dari UU Cipta Kerja. Pemerintah diberi tenggat membuat regulasi turunan omnibus law tiga bulan setelah aturan itu disahkan.
Pemodal disebut menantikan aturan turunan untuk menerapkan omnibus law. Duta Besar RI untuk Singapura Suryopratomo mengatakan regulasi itu menata iklim investasi dan menarik minat investor.
"Pengalaman berbisnis para investor asing di Indonesia itu berbelit-belit, sulit. Ini sudah jadi rahasia umum dan sebetulnya sudah dikonfirmasi oleh Bank Dunia," kata Suryopratomo dalam acara Newsmaker Medcom.id, Sabtu, 31 Oktober 2020.
Jakarta: Bulan Oktober 2020 seakan menjadi 'panggung utama' bagi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja. Beragam isu mengiringi aturan itu, tepatnya saat pembahasan omnibus law dikebut pada 1 Oktober 2020.
Banyak pihak mendukung pengebutan aturan yang mempermudah izin berusaha itu, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun tak sedikit yang mengkritik bakal aturan tersebut, khususnya menyangkut nasib buruh.
Isu seputar upah minimum, berkurangnya pesangon, hingga kontrak kerja tak terbatas, mewarnai pembahasan warganet terkait Rancangan UU Cipta Kerja. Banyak juga yang menyoroti integrasi aturan yang memudahkan investasi dalam bakal beleid itu.
Puncak respons terhadap
omnibus law yakni pada 5 Oktober 2020, saat DPR mengesahkan rancangan aturan menjadi UU Cipta Kerja. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengeklaim 2 juta buruh akan turun ke jalan pada Selasa, 6 Oktober 2020.
"Mogok nasional ini akan diikuti sekitar dua juta buruh. Aksi itu digelar pada 6-8 Oktober 2020," kata Iqbal, dikutip dari Media Indonesia, Senin, 5 Oktober 2020.
Kepolisian tak mengizinkan
unjuk rasa tersebut, lantaran kasus covid-19 semakin tinggi. Kapolri Jenderal Idham Azis menegaskan bakal menindak tegas siapa pun pedemo nekat.
Aksi damai tetap dilakukan di beberapa daerah, namun berakhir ricuh karena ulah penyusup. Seperti yang terjadi di Jakarta pada Kamis, 8 Oktober 2020.
Kepolisian menemukan indikasi perusuh membakar fasilitas umum. Puluhan Halte TransJakarta, belasan pos polisi, hingga alat berat proyek moda raya terpadu (MRT) dibakar pedemo. Polisi menangkap 1.192 demonstran di Jakarta.
"Hampir setengahnya pelajar STM (sekolah teknik menengah)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 9 Oktober 2020.