Ilustrasi: Medcom.id
Ilustrasi: Medcom.id

Revisi UU MK Diduga Kental Konflik Kepentingan

Siti Yona Hukmana • 28 Agustus 2020 19:14
Jakarta: Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif menduga ada konflik kepentingan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, tiga aturan yang dijadikan tindak lanjut dalam revisi tidak ada hubungan dengan putusan MK.
 
"Maka sekali lagi, ini menimbulkan kecurigaan dan menimbulkan pikiran adanya konflik kepentingan, karena ada iktikad tidak baik untuk mengubah UU ini," kata peneliti KoDe Inisiatif Viola Reininda dalam konferensi pers daring, Jumat, 28 Agustus 2020. 
 
Menurut dia, ada dua perspektif untuk menilai revisi UU MK itu, yakni prosedural dan substantif. Terkait prosedural, kata dia, revisi UU MK tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024. Namun, revisi UU disetujui masuk daftar kumulatif terbuka pada 2 April 2020.

"Pertanyaan pertama muncul, ketika kita semua sibuk mengurus pandemi covid-19, bulan Maret-April 2020 lalu adalah bulan yang sangat menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran tentang covid-19, tiba-tiba DPR memasukkan revisi UU ini sebagai daftar kumulatif terbuka. Ini sudah satu iktikadnya bisa terlihat, kemudian kalau kita lihat isinya juga hanya berkutat sepanjang persoalan masa jabatan saja," ungkap Viola. 
 
Viola memandang pembentukan UU MK ini mengambil strategi yang serupa saat pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupai (KPK). Polanya, kata dia, memasukkan ke dalam daftar kumulatif terbuka dan disinyalir sebagai tindak lanjut putusan MK.
 
"Kedoknya dan kemudian menyisipkan aturan-aturan yang sebetulnya tidak ada hubungannya dengan tindak lanjut itu," ucap Viola. 
 
Sementara dari perspektif substantif, lanjut Viola, pembahasan RUU MK itu menimbulkan kecurigaan. Diduga ada konflik kepentingan. 
 
 

"Ada juga pemikiran bahwa ini ada potensi untuk tukar kepentingan," tutur dia.
 
Viola menjelaskan dalam aturan peralihan revisi UU, tepatnya dalam Pasal 87, ditetapkan ketentuan perubahan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK juga berlaku bagi hakim konstitusi yang saat ini menjadi petahana. Perubahan aturan dinilai menguntung para hakim.
 
"Hakim-hakim konstitusi inilah yang mendapat keuntungan dari perpanjangan masa jabatan hakim ketua dan wakil ketua, dan perpanjangan sampai masa pensiun, yakni sampai usia 70 tahun," papar Viola. 
 
Baca: Pembahasan RUU MK Dikritisi
 
Terdapat tiga permasalahan pokok dari 14 poin perubahan rancangan UU (RUU) tersebut. Pertama, kenaikan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK dari dua tahun enam bulan menjadi lima tahun.
 
Kedua, menaikkan syarat usia minimal hakim konstitusi dari 47 tahun menjadi 60 tahun. Ketiga, masa jabatan hakim konstitusi diperpanjang menjadi hingga usia pensiun, yaitu 70 tahun.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan