Mantan Presiden Soeharto bersama dua putrinya, Mbak Tutut dan Titiek/ANT/Jefri Aries
Mantan Presiden Soeharto bersama dua putrinya, Mbak Tutut dan Titiek/ANT/Jefri Aries

Integritas Soeharto Belum Teruji Menjadi Pahlawan Nasional

Whisnu Mardiansyah • 24 Mei 2016 16:57
medcom.id, Jakarta: Wacana pemberian gelar pahwalan untuk Soeharto perlu dikaji lebih dalam. Integritas Presiden kedua Indonesia itu dinilai belum teruji.
 
"Soeharto banyak jasanya, tapi jasanya tertutup dengan tindakannya yang tercela. Gelar pahlwan diberikan kepada orang-orang yang secara integritas teruji," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Ferry Kusumah, di kantornya, Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2016).
 
Menurut Ferry, gelar pahlawan hanya layak diberikan kepada sosok yang memiliki moralitas tinggi. Perbuatan-perbuatannya pun tidak boleh merusak kehidupan masyarakat.

Sementara Soeharto dianggap ternoda dengan kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa kepemimpinannya selama 32 tahun.
 
"Soeharto justru menjajah orang-orang di dalam negerinya sendiri. Pelanggaran HAM suatu pelanggaran yang luar biasa yang seharusnya dimintai pertanggungjawabannya. Gelar pahlawan akan menodai rasa keadilan bagi para korban kekerasannya," jelas Ferry.
 
(Baca: Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto-Gusdur Harus Dipertimbangkan)
 
Pemerintah saat ini semestinya menyelesaikan kasus-kasus yang menjerat Soeharto, bukan malah memberi gelar pahlawan nasional.
 
"Seseorang yang berkuasa secara otoriter, maka pemerintah berkewajiban untuk menyelesaikan kasusnya secara hukum. Seperti di negara-negara lain yang rezim otoriternya tumbang," ujar dia.
 
Integritas Soeharto Belum Teruji Menjadi Pahlawan Nasional
Konferensi Pers di Kontras soal penolakan pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto/MTVN/Whisnu Mardiansyah
 
Pengusutan kasus tidak boleh berhenti, meski Soeharto telah mangkat. Ia meminta pemerintah mengadili kroni-kroni Soeharto yang berperan dalam pelanggaran HAM pada masa Orde Baru atau menjelang reformasi.
 
"Soeharto hanya salah satu aktor. Masih ada aktor lainnya yang harus diusut. Ini ruang yang jadi tugas Kejaksaan Agung. Pelanggaran HAM tidak mungkin dilakukan sendirian," ucap Ferry.
 
(Baca: Kontras Tolak Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto)
 
Sebelumnya, politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu juga menyampaikan penolakan. Menurut anggota Komisi III DPR itu, pemberian gelar pahlawan nasional terganjal rekam jejak Soeharto selama memimpin. Apalagi TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada Pasal 4 jelas menyebut nama Soeharto.
 
Pasal 4 berbunyi:

"Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia."


Pemberian gelar pahlawan nasional juga terganjal UU Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Merujuk dua aturan ini, ujar Masinton, Soeharto tidak memenuhi syarat menyandang gelar kehormatan itu.
 
Integritas Soeharto Belum Teruji Menjadi Pahlawan Nasional
Mantan Presiden Soeharto/ANT
 
Sementara itu, Senator AM Fatwa menganggap Soeharto layak mendapat gelar pahlawan. Menurut dia, bagaimanapun jasa Soeharto tak bisa dipandang sebelah mata.Presiden yang 32 tahun memimpin ini sempat didapuk gelar Bapak Pembangunan.
 
Di bawah pemerintahan Soeharto, Indonesia berhasil menjadi negara swasembada beras. Perkembangan sektor pertanian melaju pesat melalui rencana pembangunan lima tahun (Repelita) yang ia usung.
 
Namun, kondisi ekonomi Indonesia di tangan Soeharto memang tak selalu baik. Puncaknya terjadi pada krisis moneter 1998. Kondisi negeri bisa dikatakan cukup parah karena krisis ekonomi bercampur dengan kepanikan politik.
 
Mahasiswa bergerak. Demonstrasi besar-besaran dilakukan sampai akhirnya Soeharto mengundurkan diri. Pernyataan berhenti sebagai Presiden RI dibacakan Soeharto tepat pukul 09.05 WIB, 21 Mei 1998. Tongkat kepemimpinan kemudian dipegang BJ Habibie yang sebelumnya menjadi Wapres.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan