medcom.id, Jakarta: Rencana pemberian gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 RI Soeharto, menuai pro dan kontra. Komisi untuk Orang hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto tidak tepat dan bertentangan dengan konteks keadilan.
"Kami menolak dengan tegas gelar pahlawan untuk Soeharto. Tindakan ini tidak tepat, bertentangan dengan konteks keadilan. Pada pemerintahan era Soeharto pelanggaran HAM terjadi, otoriter, dan represif," kata Wakil Koordinator Kontras Bidang Advokasi, Yati Anggriani, di kantornya, Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2016).
Menurutnya, hakikatnya gelar pahlawan merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan. Juga simbol pengakuan terhadap warga negara yang berjasa, mendermabaktikan hidupnya, memberikan karya terbaiknya bagi bangsa dan negara.
Seseorang yang layak diberikan gelar pahlawan dalam riwayat hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dapat merusak nilai perjuangan. Soeharto adalah sosok yang kontroversial.
"Mengutip kalimat yang pernah digunakan mantan Presiden Abdurahman Wahid, Soeharto itu jasanya besar, tetapi dosanya juga besar," jelas Yati.
Hal senada diungkapkan beberapa orang tua korban penculikan dan kekerasan rezim Orde Baru. Di antaranya Sumarsih, ibu dari Wawan, korban penembakan peristiwa Semanggi I itu menuturkan apa ukurannya Soeharto layak diberi gelar pahlawan.
"Sebagai keluarga korban setiap tahun kami suarakan tolak gelar pahlawan untuk Soeharto. Beberapa hari yang lalu Tomi (anak Soeharto) mengatakan jasa Soeharto banyak. Ukurannya dari mana?" kata Sumarsih.
Sepakat dengan Sumarsih, Farian Siahaan, ayah dari Ucok Siahaan korban penculikan tahun 1997. Menurut dia, sebaiknya pemerintah menyelesaikan dahulu kasus hukum yang menjerat Soeharto.
"Sangat ironi kalau sampai memberikan gelar kepahlawanan, tapi masalah Soeharto belum tuntas. Kasus pelangaran HAM berat masa lalu sangat mencemarkan nama baik Indonesia di mata dunia," ujar dia.
Wacana pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto, sesungguhnya telah muncul beberapa kali. Pertama, pada tahun 2010 ketika nama Soeharto lolos sebagai calon penerima gelar pahlawan nasional dari wilayah Jawa Tengah oleh Kementerian Sosial.
Kemudian pada 2014, capres Prabowo Subianto kala itu berjanji memberikan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto seandainya terpilih sebagai presiden. Yang terakhir Munaslub Golkar baru-baru ini kembali mengusulkan agar Soeharto diberikan gelar pahlawan nasional.
medcom.id, Jakarta: Rencana pemberian gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 RI Soeharto, menuai pro dan kontra. Komisi untuk Orang hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto tidak tepat dan bertentangan dengan konteks keadilan.
"Kami menolak dengan tegas gelar pahlawan untuk Soeharto. Tindakan ini tidak tepat, bertentangan dengan konteks keadilan. Pada pemerintahan era Soeharto pelanggaran HAM terjadi, otoriter, dan represif," kata Wakil Koordinator Kontras Bidang Advokasi, Yati Anggriani, di kantornya, Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2016).
Menurutnya, hakikatnya gelar pahlawan merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan. Juga simbol pengakuan terhadap warga negara yang berjasa, mendermabaktikan hidupnya, memberikan karya terbaiknya bagi bangsa dan negara.
Seseorang yang layak diberikan gelar pahlawan dalam riwayat hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dapat merusak nilai perjuangan. Soeharto adalah sosok yang kontroversial.
"Mengutip kalimat yang pernah digunakan mantan Presiden Abdurahman Wahid, Soeharto itu jasanya besar, tetapi dosanya juga besar," jelas Yati.
Hal senada diungkapkan beberapa orang tua korban penculikan dan kekerasan rezim Orde Baru. Di antaranya Sumarsih, ibu dari Wawan, korban penembakan peristiwa Semanggi I itu menuturkan apa ukurannya Soeharto layak diberi gelar pahlawan.
"Sebagai keluarga korban setiap tahun kami suarakan tolak gelar pahlawan untuk Soeharto. Beberapa hari yang lalu Tomi (anak Soeharto) mengatakan jasa Soeharto banyak. Ukurannya dari mana?" kata Sumarsih.
Sepakat dengan Sumarsih, Farian Siahaan, ayah dari Ucok Siahaan korban penculikan tahun 1997. Menurut dia, sebaiknya pemerintah menyelesaikan dahulu kasus hukum yang menjerat Soeharto.
"Sangat ironi kalau sampai memberikan gelar kepahlawanan, tapi masalah Soeharto belum tuntas. Kasus pelangaran HAM berat masa lalu sangat mencemarkan nama baik Indonesia di mata dunia," ujar dia.
Wacana pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto, sesungguhnya telah muncul beberapa kali. Pertama, pada tahun 2010 ketika nama Soeharto lolos sebagai calon penerima gelar pahlawan nasional dari wilayah Jawa Tengah oleh Kementerian Sosial.
Kemudian pada 2014, capres Prabowo Subianto kala itu berjanji memberikan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto seandainya terpilih sebagai presiden. Yang terakhir Munaslub Golkar baru-baru ini kembali mengusulkan agar Soeharto diberikan gelar pahlawan nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)