Jakarta: Komisi VIII DPR menyebut belum ada titik temu atau kesamaan persepsi mengenai Revisi Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Hal ini disebabkan karena RUU PKS terganjal penundaan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"UU PKS itu kan turunan dari UU KUHP. Ada beberapa substansi dari UU PKS itu juga diatur dalam UU KUHP," kata Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily di Hotel Shangri-La, Sudirman, Jakarta Selatan, Sabtu, 21 September 2019.
Ace mencontohkan, pasal yang saling berkaitan antara UU PKS dan KUHP, di antaranya soal pemerkosaan, pencabulan, asusila, hingga pemaksaan kontrasepsi. Menurut dia, hal-hal semacam itu perlu sinkronisasi.
Lanjutnya, persepsi antar fraksi di Komisi VIII DPR terkait judul, definisi dan jenis pemidanaan juga beragam. Terkait judul, kata dia, ada perdebatan istilah yang bisa berimplikasi terhadap pasal turunannya.
"Apakah menggunakan istilah tindak pidana penghapusan kekerasan seksual? Ada juga yang mengusulkan tindak pidana kejahatan seksual, ada yang mengusulkan undang-undang ketahanan keluarga," ujar Politikus Partai Golkar itu.
Ace berharap pembahasan UU PKS dapat selesai pada sisa waktu kerja DPR saat ini. "Ya selagi kita masih bisa mengerjakan dengan cepat ya kita kerjakan kita bahas ya," tutupnya.
Pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) kemungkinan besar akan ditunda hingga tahun depan. Sebab, belum ada sinyal kuat dari Komisi VIII DPR untuk membahas RUU tersebut.
Kondisi tersebut dinilai kesalahan Komisi VIII yang belum membahas secara terbuka RUU tersebut. Sehingga sulit membahasnya secara komprehensif dan menemukan titik temu.
Jakarta: Komisi VIII DPR menyebut belum ada titik temu atau kesamaan persepsi mengenai Revisi Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Hal ini disebabkan karena RUU PKS terganjal penundaan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"UU PKS itu kan turunan dari UU KUHP. Ada beberapa substansi dari UU PKS itu juga diatur dalam UU KUHP," kata Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily di Hotel Shangri-La, Sudirman, Jakarta Selatan, Sabtu, 21 September 2019.
Ace mencontohkan, pasal yang saling berkaitan antara
UU PKS dan KUHP, di antaranya soal pemerkosaan, pencabulan, asusila, hingga pemaksaan kontrasepsi. Menurut dia, hal-hal semacam itu perlu sinkronisasi.
Lanjutnya, persepsi antar fraksi di Komisi VIII DPR terkait judul, definisi dan jenis pemidanaan juga beragam. Terkait judul, kata dia, ada perdebatan istilah yang bisa berimplikasi terhadap pasal turunannya.
"Apakah menggunakan istilah tindak pidana penghapusan kekerasan seksual? Ada juga yang mengusulkan tindak pidana kejahatan seksual, ada yang mengusulkan undang-undang ketahanan keluarga," ujar Politikus Partai Golkar itu.
Ace berharap pembahasan UU PKS dapat selesai pada
sisa waktu kerja DPR saat ini. "Ya selagi kita masih bisa mengerjakan dengan cepat ya kita kerjakan kita bahas ya," tutupnya.
Pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) kemungkinan besar akan ditunda hingga tahun depan. Sebab, belum ada sinyal kuat dari Komisi VIII DPR untuk membahas RUU tersebut.
Kondisi tersebut dinilai kesalahan Komisi VIII yang belum membahas secara terbuka RUU tersebut. Sehingga sulit membahasnya secara komprehensif dan menemukan titik temu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)