Jakarta: Bebasnya Siti Aisyah dari dakwaan pembunuhan terhadap saudara tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-nam diyakini tak lepas dari aktifnya pemerintah Indonesia, lewat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, untuk melobi Jaksa Agung Malaysia, Tommy Thomas. Berbagai kalangan mengapresiasi upaya persuasi pemerintah.
Anggota DPR RI Komisi III Asrul Sani berharap, langkah pembebasan ini bisa menjadi acuan dalam memberikan perlindungan hukum bagi WNI lain di luar negeri. Ia menyebut, langkah pemerintah melakukan silent diplomacy pilihan yang tepat.
“Pemerintah sudah lama melakukan silent diplomacy kepada pemerintah Malaysia tapi dengan tetap menghormati kedaulatan hukum dan sistem peradilan di Malaysia,” kata Arsul Sani, Senin, 11 Maret 2019.
Menurut Sekjen PPP itu, pemerintah dan DPR selama ini peduli dengan perlindungan terhadap TKI yang bekerja di luar negeri, terutama yang sedang menjalani peradilan. Ia meyakini, ke depannya prinsip perlindungan seperti ini akan diterapkan pada WNI lainnya yang bermasalah.
“Prinsip perlindungan wajib hukumnya diterapkan untuk semua, akan tetapi kasus per kasusnya harus dilihat dan dipahami terlebih dulu,” jelas Arsul.
Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo mengatakan, pembebasan Siti Aisyah dari ancaman hukuman mati di Malaysia menunjukkan upaya pemerintah untuk melindungi tenaga kerja Indonesia di luar negeri tak pernah berhenti. Ia juga meminta pemerintah agar lebih serius melakukan diplomasi seperti ini.
Baca: Pembebasan Siti Aisyah Melalui Proses Panjang
“Pemerintah harus lebih serius lagi melaksanakan diplomasi semacam ini pada warga negara Indonesia yang bernasib seperti Siti Aisyah,” ujar dia.
Migrant Care juga ikut memantau perkara yang menimpa Siti Aisyah sejak persidangan pertama. Oleh karena itu, Migrant Care menilai positif pemerintah Indonesia yang proaktif memberikan pembelaan dan bantuan hukum serta langkah-langkah diplomasi terhadap warna negaranya.
“Migrant Care mengapresiasi atas putusan bebas ini,” kata Wahyu.
Tidak hanya itu, pengamat hukum pidana dari Universitas Al-Azhar, Supardji Ahmad mengatakan, pembebasan Siti Aisyah dari jerat hukum di Pengadilan Malaysia merupakan langkah kongkret. Proses hukum Siti Aisyah, kata dia, semestinya memang dihentikan setelah penuntut umum mencabut dakwaannya.
Baca: Siti Aisyah Ingin Bertemu Jokowi
“Putusan itu merupakan langkah kongkret dari diplomasi hukum. Apakah melalui Presiden, Kemenlu, ataupun Kemenkumham.
Di kesempatan berbeda, pengamat Politik UIN Adii Prayitno menilai, langkah lobi yang dilakukan Menkumham Yasonna merupakan langkah yang baik. Bahkan dia meyakini keberhasilan pemerintah membebaskan Siti Aisyah akan berimpak positif pada psikologis TKI secara keseluruhan.
Sebab, menurut dia, dengan ini para TKI akan semakin meyakini jika pemerintah hadir dan peduli pada permasalahan TKI yang kerap mendapat perlakuan tak manusiawi di luar negeri.
“Jadi saya rasa apa yang sudah dilakukan Menkumham, lobi-lobi pemerintah Malaysia untuk tidak mengeksekusi ini sudah sangat bagus. Sudah sangat maksimal,” jelasnya.
Siti Aisyah kembali ke Tanah Air Senin, 11 Maret 2019. Siti kembali dengan menggunakan jet pribadi bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Lalu Muhammad Iqbal, serta perwakilan dari KBRI Kuala Lumpur.
Baca: Yasonna Sebut Siti Aisyah Korban
Dia dituduh terlibat dalam pembunuhan terhadap seorang warga negara Korea Utara, Kim Jong-nam, yang juga adalah kakak tiri pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, pada 13 Februari 2017. Siti Aisyah didakwa bersama seorang warga negara Vietnam Doan Thi Huong.
Namun, Siti membantah dirinya terlibat pembunuhan. Dia mengaku hanya diajak melakukan gurauan atau prank, oleh seseorang bernama James, yang diduga intelijen Korea Utara.
Kini, Siti sudah menghirup udara bebas. Dia mengaku mendapat banyak pelajaran dari kasus yang dialaminya tersebut, dan untuk sementara dia enggan kembali ke Negeri Jiran.
Jakarta: Bebasnya Siti Aisyah dari dakwaan pembunuhan terhadap saudara tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-nam diyakini tak lepas dari aktifnya pemerintah Indonesia, lewat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, untuk melobi Jaksa Agung Malaysia, Tommy Thomas. Berbagai kalangan mengapresiasi upaya persuasi pemerintah.
Anggota DPR RI Komisi III Asrul Sani berharap, langkah pembebasan ini bisa menjadi acuan dalam memberikan perlindungan hukum bagi WNI lain di luar negeri. Ia menyebut, langkah pemerintah melakukan
silent diplomacy pilihan yang tepat.
“Pemerintah sudah lama melakukan
silent diplomacy kepada pemerintah Malaysia tapi dengan tetap menghormati kedaulatan hukum dan sistem peradilan di Malaysia,” kata Arsul Sani, Senin, 11 Maret 2019.
Menurut Sekjen PPP itu, pemerintah dan DPR selama ini peduli dengan perlindungan terhadap TKI yang bekerja di luar negeri, terutama yang sedang menjalani peradilan. Ia meyakini, ke depannya prinsip perlindungan seperti ini akan diterapkan pada WNI lainnya yang bermasalah.
“Prinsip perlindungan wajib hukumnya diterapkan untuk semua, akan tetapi kasus per kasusnya harus dilihat dan dipahami terlebih dulu,” jelas Arsul.
Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo mengatakan, pembebasan Siti Aisyah dari ancaman hukuman mati di Malaysia menunjukkan upaya pemerintah untuk melindungi tenaga kerja Indonesia di luar negeri tak pernah berhenti. Ia juga meminta pemerintah agar lebih serius melakukan diplomasi seperti ini.
Baca: Pembebasan Siti Aisyah Melalui Proses Panjang
“Pemerintah harus lebih serius lagi melaksanakan diplomasi semacam ini pada warga negara Indonesia yang bernasib seperti Siti Aisyah,” ujar dia.
Migrant Care juga ikut memantau perkara yang menimpa Siti Aisyah sejak persidangan pertama. Oleh karena itu, Migrant Care menilai positif pemerintah Indonesia yang proaktif memberikan pembelaan dan bantuan hukum serta langkah-langkah diplomasi terhadap warna negaranya.
“Migrant Care mengapresiasi atas putusan bebas ini,” kata Wahyu.
Tidak hanya itu, pengamat hukum pidana dari Universitas Al-Azhar, Supardji Ahmad mengatakan, pembebasan Siti Aisyah dari jerat hukum di Pengadilan Malaysia merupakan langkah kongkret. Proses hukum Siti Aisyah, kata dia, semestinya memang dihentikan setelah penuntut umum mencabut dakwaannya.
Baca: Siti Aisyah Ingin Bertemu Jokowi
“Putusan itu merupakan langkah kongkret dari diplomasi hukum. Apakah melalui Presiden, Kemenlu, ataupun Kemenkumham.
Di kesempatan berbeda, pengamat Politik UIN Adii Prayitno menilai, langkah lobi yang dilakukan Menkumham Yasonna merupakan langkah yang baik. Bahkan dia meyakini keberhasilan pemerintah membebaskan Siti Aisyah akan berimpak positif pada psikologis TKI secara keseluruhan.
Sebab, menurut dia, dengan ini para TKI akan semakin meyakini jika pemerintah hadir dan peduli pada permasalahan TKI yang kerap mendapat perlakuan tak manusiawi di luar negeri.
“Jadi saya rasa apa yang sudah dilakukan Menkumham, lobi-lobi pemerintah Malaysia untuk tidak mengeksekusi ini sudah sangat bagus. Sudah sangat maksimal,” jelasnya.
Siti Aisyah kembali ke Tanah Air Senin, 11 Maret 2019. Siti kembali dengan menggunakan jet pribadi bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Lalu Muhammad Iqbal, serta perwakilan dari KBRI Kuala Lumpur.
Baca: Yasonna Sebut Siti Aisyah Korban
Dia dituduh terlibat dalam pembunuhan terhadap seorang warga negara Korea Utara, Kim Jong-nam, yang juga adalah kakak tiri pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, pada 13 Februari 2017. Siti Aisyah didakwa bersama seorang warga negara Vietnam Doan Thi Huong.
Namun, Siti membantah dirinya terlibat pembunuhan. Dia mengaku hanya diajak melakukan gurauan atau prank, oleh seseorang bernama James, yang diduga intelijen Korea Utara.
Kini, Siti sudah menghirup udara bebas. Dia mengaku mendapat banyak pelajaran dari kasus yang dialaminya tersebut, dan untuk sementara dia enggan kembali ke Negeri Jiran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)