Jakarta: Petani kedelai diminta memanfaatkan momentum kenaikan harga tempe di Indonesia. Petani mesti meningkatkan produksi komoditas itu untuk menghindari penggunaan kedelai dari luar negeri dalam pembuatan tempe.
"Ini harus menjadi momentum bagi petani Indonesia untuk menggalakkan budidaya kedelai. Risiko sebagai negara pengimpor kedelai, Indonesia akan terus bergantung dengan negara pengekspor," kata anggota Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ayep Zaki melalui keterangan tertulis, Sabtu, 12 Februari 2022.
Menurut Ayep, harga tempe di Indonesia harusnya tidak perlu bergantung dengan penjualan kedelai internasional jika hasil panen petani bisa dimaksimalkan dengan baik. Dia meyakini Indonesia bisa memproduksi tempe tanpa harus membeli kedelai dari luar negeri.
Dia juga menilai kebiasaan bergantung dengan harga kedelai internasional berbahaya di Indonesia. Memaksimalkan petani kedelai lokal diyakini bisa mengakhiri ketergantungan kedelai kepada negara lain.
Baca: Kementan Pastikan Produktivitas Pertanian Meningkat Melalui Smart Farming
"Apabila terjadi perlambatan ekonomi di negara tersebut yang disebabkan berbagai hal, secara otomatis akan berdampak pula pada negara pengimpor," ujar Ayep.
Harga tempe juga diyakini lebih stabil jika petani kedelai lokal diberdayakan. Pemerintah diminta untuk memaksimalkan pemberdayaan petani kedelai lokal untuk menghilangkan ketergantungan harga tempe dengan negara luar.
"Itu sebabnya budidaya kedelai harus mendapat dukungan dari semua pihak, mulai dari off tacker (penjamin), pemerintah, dunia perbankan hingga petani," tutur Ayep.
Penggunaan kedelai lokal untuk menghilangkan ketergantungan dengan negara lain diyakini tidak mustahil. Ayep melihat Indonesia memiliki potensi yang baik untuk memaksimalkan produksi kedelai lokal sebagai bahan baku tempe.
Pemerintah diminta mengajarkan sistem tanam musim kedua atau ketiga kepada petani kedelai. Produksi kedelai diyakini melonjak dengan sistem tanam itu.
"Ini sudah saya lakukan di beberapa tempat. Jika rata-rata per hektare mencapai 1,8 ton dan harga perkilonya Rp10 ribu, hasilnya bisa mencapai 18 juta per hektare," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan melansir bahwa harga tahu dan tempe di dalam negeri akan naik di bulan mendatang. Hal itu akibat melonjaknya harga kedelai internasional, di mana kedelai menjadi bahan baku utama dalam memproduksi dua makanan kegemaran masyarakat Indonesia tersebut.
"Kondisi kedelai di dunia saat ini terjadi gangguan suplai. Kalau saya melihat di Brasil terjadi penurunan produksi kedelai, di mana awalnya diprediksi mampu memproduksi 140 juta ton pada Januari, menurun menjadi 125 juta ton. Penurunan produksi ini berdampak pada kenaikan harga kedelai dunia," kata Oke, dilansir dari Antara, Jumat, 11 Februari 2022.
Penyebab lainnya, menurut Oke, yakni inflasi di Amerika Serikat yang mencapai tujuh persen, yang berdampak pada kenaikan harga daripada input produk kedelai. Selain itu, terjadi pengurangan tenaga kerja, kenaikan biaya sewa lahan, serta ketidakpastian cuaca di negara produsen kedelai juga mengakibatkan petani kedelai di Amerika Serikat menaikkan harga.
Jakarta: Petani
kedelai diminta memanfaatkan momentum kenaikan harga tempe di Indonesia. Petani mesti meningkatkan produksi komoditas itu untuk menghindari penggunaan kedelai dari luar negeri dalam pembuatan tempe.
"Ini harus menjadi momentum bagi petani Indonesia untuk menggalakkan budidaya kedelai. Risiko sebagai negara pengimpor kedelai, Indonesia akan terus bergantung dengan negara pengekspor," kata anggota Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ayep Zaki melalui keterangan tertulis, Sabtu, 12 Februari 2022.
Menurut Ayep, harga
tempe di Indonesia harusnya tidak perlu bergantung dengan penjualan kedelai internasional jika hasil panen petani bisa dimaksimalkan dengan baik. Dia meyakini Indonesia bisa memproduksi tempe tanpa harus membeli kedelai dari luar negeri.
Dia juga menilai kebiasaan bergantung dengan harga kedelai internasional berbahaya di Indonesia. Memaksimalkan
petani kedelai lokal diyakini bisa mengakhiri ketergantungan kedelai kepada negara lain.
Baca:
Kementan Pastikan Produktivitas Pertanian Meningkat Melalui Smart Farming
"Apabila terjadi perlambatan ekonomi di negara tersebut yang disebabkan berbagai hal, secara otomatis akan berdampak pula pada negara pengimpor," ujar Ayep.
Harga tempe juga diyakini lebih stabil jika petani kedelai lokal diberdayakan. Pemerintah diminta untuk memaksimalkan pemberdayaan petani kedelai lokal untuk menghilangkan ketergantungan harga tempe dengan negara luar.
"Itu sebabnya budidaya kedelai harus mendapat dukungan dari semua pihak, mulai dari off tacker (penjamin), pemerintah, dunia perbankan hingga petani," tutur Ayep.