Primetime News
Surya Paloh Sebut Efek Samping Politik Identitas Harus Ditekan
MetroTV • 08 Juni 2022 05:30
Jakarta: Pemilihan umum (pemilu) rentan memicu polarisasi. Apalagi jika kontentasi demokrasi menggunakan politik identitas.
Efek polarisasi di masyarakat bisa dirasakan hingga waktu lama dan berbahaya bagi persatuan Indonesia. Hal ini yang membuat Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh khawatir. Apalagi dia melihat ada yang masih memakai strategi ini.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh melihat realita politik identitas ini tak bisa dipungkiri. Namun, elite dan tokoh publik memiliki peran untuk menekan efek samping dari beragam polarisasi usai pesta demokrasi.
Berikut perbincangan jurnalis Metro TV Aviani Maliq bersama Surya Paloh dalam program Primetime News pada Selasa, 7 Juni 2022:
Semua anak bangsa harus menjaga marwah dan keberlangsungan negara ini. Namun kita tahu, ketika pemilu terkadang menyisakan residu polarisasi yang begitu kuat sampai berujung pada politik kebencian. Dihindari semua pihak, tapi ternyata diam-diam ada tangan yang juga menggunakan itu.
Apa tanggapan Pak Surya Paloh, terutama melihat kerugian bagi bangsa ini jika ini terus dimainkan?
Kerugian besar, itu yang sejak awal saya tekankan berulang-ulang. Dan saya memahami serta meyakini kalau kita tidak berupaya sungguh sungguh untuk menghindarkan ini, ini akan terjadi lagi. Dan itu sulit. Akan memberikan dampak, yang kita salah-salah, kita bisa sat back mundur ke belakang.
Ketika kita berbeda program menanggapi masalah, katakanlah, pemindahan Ibu Kota. Itu menurut saya wajar-wajar saja. Cepat atau lambat, bangun kesadaran masyarakat akan bisa. Dia akan lihat konsepnya, gagasannya, programnya, kemudian aktualisasi yang berjalan. Akhirnya insyaallah itu akan diterima secara bulat.
Hanya masalah waktu. Secara legal formal sudah ada pengesahannya, sudah ada undang-undangnya.
Tetapi, kalau bicara masalah kita menghadapi pemilu dengan residunya yang potensinya akan besar sekali pembelahan dengan isu-isu politik aliran, identitas, berdasarkan latar belakang agama, latar belakang etnik, saya pikir, ini berbahaya sekali. Ini yang tidak boleh terjadi.
Kita tidak boleh memberikan ruang tempat untuk hal seperti ini. Tetapi tidak hanya bisa sekedar bilang begitu atau menghardiknya. Itu jelek. Kita pikirkan apa upaya sebenarnya yang memungkinkan dengan membangun kesadaran masyarakat kita, yang bercampur aduk sedemikian rupa.
Baca: Surya Paloh: Pemilu 2024 Momentum Membangun Kesadaran Publik
Ada yang tetap dengan kesadaran yang saya katakan tadi, jauh lebih baik. Ada yang barangkali sedang dalam proses memahami. Ada yang tidak peduli. Ada yang memang dengan sengaja supaya itu akan terjadi.
Ini beraneka ragam dengan mindset yang ada di tengah-tengah kehidupan realita masyarakat kita. Di sinilah peran para pemimpin, para elite.
Kehadiran negara harus tetap ada dengan semua otoritas yang mereka miliki. Tetapi tidak cukup hanya pemerintah. Pemuka masyarakat, pemuka agama, itu tidak kalah penting.
Pemuka institusi-institusi partai yang punya hak privilege yang begitu hebat, yang diberikan undang-undang kita. Di sinilah saya katakan, revisi yang pertama, yang paling efektif untuk bangsa kita, yang masih paternalistik seperti ini, hadirnya para pemimpin. Hadirnya para pemuka masyarakat, para elit untuk memberikan keteladanan.
Ketika para elitnya lebih bisa dekat komunikasi silaturahminya, dia bisa membawa suasana itu dengan lebih nyaman. Saya yakin masyarakat akan lihat contoh itu. Mereka akan lihat satu keteladanan yang positif. Dan Insyaallah, kita akan terhindar dari pikiran-pikiran dan praktik-praktik konsekuensi yang merugikan kita bersama.
Sebaliknya, ketika para elit ini tidak memberikan contoh ke sana, dia hanya memenangkan untuk kepentingan dirinya sendiri, kepentingan partainya, belum melihat secara komprehensif kepentingan nasional.
Ini ada politik aliran. Suka tidak suka, memang ada. Tapi bagaimana kita minimized. Politik identitas, kita suka tidak suka, memang ada. Jangan kita bilang tidak ada.
Makanya, kita cari akal bagaimana me-minimized ini, mengecilkan ini. Membangun kesadaran ini kita Indonesia. Muslim, non-muslim, ini satu dalam semangat pluralisme. Jawa, non-Jawa, satu dalam semangat kebangsaan.
Kita bangun kesadaran ini terus menerus tanpa lelah, kita perankan dan kita praktikan. Insyaallah kita akan menghadapi nanti Pemilu 2024 yang jauh lebih berarti bagi siapapun anak bangsa ini
Kadang keresahan itu dirasakan oleh masyarakat ketika Pak Surya mengatakan ada di tengah masyarakat yang menggunakan politik identitas dan politik aliran. Namun, seakan ada sekat dimana masyarakat takut bersuara.
Sementara para elit di atas lupa akan etika berpolitik yang berujung pada martabat bangsa yang digadaikan. Bagaimana supaya aspirasi masyarakat bisa terdengar dan terserap dengan baik?
Saya katakan tadi bagaimana betapa pentingnya revisi yang paling efektif, paling ampuh, tetap keteladanan, membuka wawasan, membangun kesadaran. Kita ini sekarang mau menjadi negara kuat, negara kokoh, menjadi bangsa yang dihargai, dan menunjukan peradaban kita sudah tinggi.
Amerika dengan konsep pesawat bolak-balik ke antariksa, Cina sudah menaikan manusianya ke bulan misalnya dan kita masih bertikai di antara politik aliran kecil. Sementara demokrasi kita super liberal. Lebih hebat, lebih demokratis dari negara Amerika. Ini ‘kan ada paradoxon.
Sementara kemudian para pengamat kita semua barangkali memberikan penajaman terhadap kritisisasi semata-mata, tapi tidak pernah membangun optimisme. Berat juga kita ini.
Memang diperlukan membangun semangat optimisme. Tapi, itu akan tidak efektif ketika tidak diiringi dengan praktik. Hidup di tengah masyarakat ada keteladanan demi keteladanan. Mari kita lakukan ini bersama.
Teladan butuh pengorbanan, Pak, dan mungkin tidak semua orang bersedia memiliki hati jiwa melakukan pengorbanan itu termasuk mengorbankan dirinya sendiri.
Dari pilihan-pilihan yang ada, kita cari pilihan yang relatif lebih baik di antara yang baik. Atau relatif sedikit lebih bagus dari yang sulit, yang jelek. Kita harus memilih.
Tapi, saya lebih memilih optimisme daripada skeptisme. Itu tugas saya. Sisa hidup yang ada sebaiknya saya tetap konsisten bangun optimisme. Itu yang saya bisa berikan untuk negeri ini.
Pak Surya juga merupakan tokoh pers dan hari ini Metro TV meluncurkan The Election Channel sebagai pertanda program pemilu. Bagaimana peran media dalam memberikan pendidikan politik yang mana harus dipertajam dan diperkuat?
Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan forum pemimpin redaksi dalam satu temu ramah di tempat ini. Saya utarakan juga apa yang menjadi konsen kita bersama. Betapa luar biasa sebenarnya peran yang harus dijalankan oleh institusi pers.
Ini gambaran potret sosial sekarang yang ada, baik buruknya, tidak terlepas dari kontribusi institusi pers yang ada di negeri ini dengan segala kebebasan yang dimiliki oleh institusi pers ini.
Sekarang kita harus berkaca diri. Kalau berbicara tentang kekitaan kita dalam komunitas pers, itu sudah benar atau tidak.
Tapi yang pasti, pers memiliki kontribusi yang besar sekali. Menjadi nation and character building itu kontribusi terbesar, menurut saya. Apalagi di alam kebebasan pers seperti ini. (Fatha Annisa)
Jakarta: Pemilihan umum (pemilu) rentan memicu polarisasi. Apalagi jika kontentasi demokrasi menggunakan politik identitas.
Efek polarisasi di masyarakat bisa dirasakan hingga waktu lama dan berbahaya bagi persatuan Indonesia. Hal ini yang membuat Ketua Umum Partai NasDem
Surya Paloh khawatir. Apalagi dia melihat ada yang masih memakai strategi ini.
Ketua Umum Partai NasDem
Surya Paloh melihat realita politik identitas ini tak bisa dipungkiri. Namun, elite dan tokoh publik memiliki peran untuk menekan efek samping dari beragam polarisasi usai pesta demokrasi.
Berikut perbincangan jurnalis Metro TV Aviani Maliq bersama Surya Paloh dalam program
Primetime News pada Selasa, 7 Juni 2022:
Semua anak bangsa harus menjaga marwah dan keberlangsungan negara ini. Namun kita tahu, ketika pemilu terkadang menyisakan residu polarisasi yang begitu kuat sampai berujung pada politik kebencian. Dihindari semua pihak, tapi ternyata diam-diam ada tangan yang juga menggunakan itu.
Apa tanggapan Pak Surya Paloh, terutama melihat kerugian bagi bangsa ini jika ini terus dimainkan?
Kerugian besar, itu yang sejak awal saya tekankan berulang-ulang. Dan saya memahami serta meyakini kalau kita tidak berupaya sungguh sungguh untuk menghindarkan ini, ini akan terjadi lagi. Dan itu sulit. Akan memberikan dampak, yang kita salah-salah, kita bisa sat back mundur ke belakang.
Ketika kita berbeda program menanggapi masalah, katakanlah, pemindahan Ibu Kota. Itu menurut saya wajar-wajar saja. Cepat atau lambat, bangun kesadaran masyarakat akan bisa. Dia akan lihat konsepnya, gagasannya, programnya, kemudian aktualisasi yang berjalan. Akhirnya insyaallah itu akan diterima secara bulat.
Hanya masalah waktu. Secara legal formal sudah ada pengesahannya, sudah ada undang-undangnya.
Tetapi, kalau bicara masalah kita menghadapi pemilu dengan residunya yang potensinya akan besar sekali pembelahan dengan isu-isu politik aliran, identitas, berdasarkan latar belakang agama, latar belakang etnik, saya pikir, ini berbahaya sekali. Ini yang tidak boleh terjadi.
Kita tidak boleh memberikan ruang tempat untuk hal seperti ini. Tetapi tidak hanya bisa sekedar bilang begitu atau menghardiknya. Itu jelek. Kita pikirkan apa upaya sebenarnya yang memungkinkan dengan membangun kesadaran masyarakat kita, yang bercampur aduk sedemikian rupa.
Baca:
Surya Paloh: Pemilu 2024 Momentum Membangun Kesadaran Publik
Ada yang tetap dengan kesadaran yang saya katakan tadi, jauh lebih baik. Ada yang barangkali sedang dalam proses memahami. Ada yang tidak peduli. Ada yang memang dengan sengaja supaya itu akan terjadi.
Ini beraneka ragam dengan
mindset yang ada di tengah-tengah kehidupan realita masyarakat kita. Di sinilah peran para pemimpin, para elite.
Kehadiran negara harus tetap ada dengan semua otoritas yang mereka miliki. Tetapi tidak cukup hanya pemerintah. Pemuka masyarakat, pemuka agama, itu tidak kalah penting.
Pemuka institusi-institusi partai yang punya hak privilege yang begitu hebat, yang diberikan undang-undang kita. Di sinilah saya katakan, revisi yang pertama, yang paling efektif untuk bangsa kita, yang masih paternalistik seperti ini, hadirnya para pemimpin. Hadirnya para pemuka masyarakat, para elit untuk memberikan keteladanan.