Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak Polri mengusut tuntas kasus tewasnya seorang pedemo di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng). Korban diduga tertembak saat polisi membubarkan unjuk rasa penolakan kegiatan tambang emas PT Trio Kencana, di Desa Katulistiwa, Tinombo Selatan, Parigi Moutong, Sabtu malam, 12 Februari 2022.
"Yang paling penting untuk penyelidikan awal ini adalah penyebab kematian satu orang dari anggota massa aksi penolak aktivitas pertambangan PT Trio Kencana di Kecamatan Kasimbar dan Tinombo Selatan," kata Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM RI Sulawesi Tengah, Dedi Askary dalam keterangan tertulis, Selasa, 15 Februari 2022.
Dedi mengatakan korban atas nama Erfadi, 21, merupakan warga Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan. Erfadi diduga meninggal karena peluru tajam karena ditemukan proyektil dalam tubuh korban.
"Proyektil tersebut masuk mengenai korban dari arah belakang," ujar Dedi.
Dedi telah mengklarifikasi peristiwa penembakan itu ke beberapa pejabat utama di Polres Parigi Moutong. Termasuk, kepada Kabag Ops Polres Parigi Moutong, AKP Junus Achpa.
Berdasarkan komunikasi dengan AKP Junus Achpa, korban bukan dari pihak kepolisian. Selain itu, disebutkan pengamanan demo mengedepankan sikap humanis dan persuasif, tidak melibatkan penggunaan peluru tajam atau senjata.
Baca: Polri Uji Balistik Usut Anggota Penembak Pedemo di Parigi Moutong
Dedi mengatakan ada fakta lain yang ditemukan dari hasil dialog dengan keluarga, Erfaldi tewas terkena peluru tajam dari aparat yang mengenai bagian belakang sebelah kiri tembus di bagian dada. Hal itu terlihat dari kondisi luka juga penjelasan pihak puskesmas di Desa Katulistiwa.
"Saat melakukan visum dan mengangkat proyektil yang tersisa dan hinggap di bagian tubuh korban," ungkap Dedi.
Menurut Dedi, perlu langkah scientific yang ditempuh polisi dalam mengusut penyebab tertembaknya Erfaldi. Sehingga, ada hasil pengujian ilmiah terkait perjalanan peluru di ruang udara yang berlabuh di tubuh korban.
Kemudian, dia menyebut uji balistik juga menjadi sangat penting untuk dilakukan. Ini guna membandingkan anak peluru yang di temukan di tempat kejadian perkara (TKP), dengan anak peluru pada senjata yang dicurigai.
"Itu akan menentukan siapa pelaku penembakan dan dari jarak tembak berapa pelaku melepaskan tembakan," ujar Dedi.
Dia mengingatkan Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Rudy Sufhariadi untuk memerintahkan anggota mengambil sisa pembakaran berupa gas dan residu saat uji balistik atas proyektil dan senjata yang dicurigai. Gas dan residu itu biasa dikenal dalam dunia balistik Forenshik Gunshoot Reside (GSR).
"Partikel-partikel GSR dapat ditemui dipermukaan tangan dan pakaian pelaku atau di sekitar sumber tembakan, sebab GSR ini hanya bisa bertahan lebih-kurang enam jam saja," beber Dedi.
Baca: Sempat Ditangkap, 59 Pedemo di Parigi Moutong Dipulangkan
Komnas HAM juga berupaya mengungkap pelaku penembakan terhadap seorang pedemo tersebut untuk menghindari informasi samar yang berlarut. Kemudian, membantu melepaskan warga yang ditangkap pihak Polres Parigi Moutong.
"Dengan satu catatan penting, semua pihak utamanya pihak keluarga dan simpul-simpul massa aksi dari desa-desa yang ada di Kecamatan Kasimbar dan Tinombo Selatan mau menahan diri dan mengambil langkah cooling down," ucap Dedi.
Komnas HAM juga bernegosiasi dengan Kapolres Parigi Moutong AKBP Yudy Arto Wiyono. Kapolres langsung mendatangi rumah keluarga almarhum Erfaldi dan bersedia membebaskan 45 warga yang ditangkap.
Sebelumnya, masyarakat setempat mengatasnamakan Aliansi Rakyat Tani (Arti) Koalisi Gerak Tambang melakukan unjuk rasa pada Sabtu, 12 Februari 2022. Mereka menuntut Pemerintah Sulteng menutup tambang emas milik PT Trio Kencana yang memiliki lahan konsesi di Kecamatan Kasimbar, Toribulu, dan Tinombo Selatan.
Masa aksi bergerak sejak pagi pukul 09.00 WITA hingga malam hari. Kepolisian setempat membubarkan paksa demonstran hingga pukul 24.00 WITA, karena aksi itu dianggap telah mengganggu ketertiban lalu lintas. Total ada 59 warga digelandang ke Polres Parigi Moutong buntut demo tersebut.
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (
Komnas HAM) mendesak Polri mengusut tuntas kasus tewasnya seorang pedemo di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng). Korban diduga
tertembak saat polisi membubarkan unjuk rasa penolakan kegiatan tambang emas PT Trio Kencana, di Desa Katulistiwa, Tinombo Selatan, Parigi Moutong, Sabtu malam, 12 Februari 2022.
"Yang paling penting untuk penyelidikan awal ini adalah penyebab kematian satu orang dari anggota massa aksi penolak aktivitas pertambangan PT Trio Kencana di Kecamatan Kasimbar dan Tinombo Selatan," kata Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM RI Sulawesi Tengah, Dedi Askary dalam keterangan tertulis, Selasa, 15 Februari 2022.
Dedi mengatakan korban atas nama Erfadi, 21, merupakan warga Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan. Erfadi diduga meninggal karena peluru tajam karena ditemukan proyektil dalam tubuh korban.
"Proyektil tersebut masuk mengenai korban dari arah belakang," ujar Dedi.
Dedi telah mengklarifikasi peristiwa penembakan itu ke beberapa pejabat utama di Polres Parigi Moutong. Termasuk, kepada Kabag Ops Polres Parigi Moutong, AKP Junus Achpa.
Berdasarkan komunikasi dengan AKP Junus Achpa, korban bukan dari pihak kepolisian. Selain itu, disebutkan pengamanan demo mengedepankan sikap humanis dan persuasif, tidak melibatkan penggunaan peluru tajam atau senjata.
Baca:
Polri Uji Balistik Usut Anggota Penembak Pedemo di Parigi Moutong
Dedi mengatakan ada fakta lain yang ditemukan dari hasil dialog dengan keluarga, Erfaldi tewas terkena peluru tajam dari aparat yang mengenai bagian belakang sebelah kiri tembus di bagian dada. Hal itu terlihat dari kondisi luka juga penjelasan pihak puskesmas di Desa Katulistiwa.
"Saat melakukan visum dan mengangkat proyektil yang tersisa dan hinggap di bagian tubuh korban," ungkap Dedi.
Menurut Dedi, perlu langkah
scientific yang ditempuh polisi dalam mengusut penyebab tertembaknya Erfaldi. Sehingga, ada hasil pengujian ilmiah terkait perjalanan peluru di ruang udara yang berlabuh di tubuh korban.