Jakarta: Pakar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan permasalahan antara Indonesia dan Tiongkok di Perairan Natuna perlu diselesaikan lewat diplomasi pintu belakang. Menurutnya, harus ada tokoh Indonesia yang membahas masalah ini dengan tokoh Tiongkok.
"Menyampaikan jangan sampai masalah kayak begini memunculkan sentimen anti-Tiongkok di Indonesia, padahal Tiongkok ini punya kepentingan yang besar di Indonesia," kata Hikmahanto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020.
Ia menjelaskan pemerintah Tiongkok akan merugi jika terjadi sentimen anti-Tiongkok di Indonesia. Investasi Tiongkok bakal terganggu jika sentimen itu meluas.
Sentimen itu juga akan membahayakan kerja sama kedua negara. Hikmahanto mengatakan pemerintah juga harus menempatkan nelayan di Perairan Natuan sembari melakukan diplomasi pintu belakang.
"Saya bilang solusi kita adalah perbanyak nelayan-nelayan kita di sana untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Ini kan masalah sumber daya alam," jelas Hikmahanto.
Menurutnya, masalah Natuna tak akan selesai karena Indonesia dan Tiongkok punya klaim berbeda. Kedua belah pihak tak memiliki pandangan yang sama terkait hal itu.
Hikmahanto menyebut tak mungkin ada pembicaraan dengan Tiongkok terkait masalah ini. Apalagi kapal-kapal Tiongkok masih berada di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia untuk menangkap ikan.
"Mereka enggak mau mundur sejengkal pun dari klaimnya," jelas dia.
Hubungan diplomatik Indonesia dan Tiongkok kembali memanas setelah sejumlah kapal nelayan dan kapal penjaga pantai Tiongkok masuk ke wilyaah ZEE Indonesia. Kapal asing itu kukuh menangkap ikan di perairan sekitar 130 mil dari Perairan Ranai, Natuna.
TNI telah mengerahkan delapan Kapal Republik Indonesia (KRI) berpatroli untuk pengamanan Perairan Natuna.
Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, perairan Natuna merupakan wilayah ZEE Indonesia. Tiongkok tidak memiliki hak apa pun atas perairan tersebut. Namun, Tiongkok secara sepihak mengklaim kawasan itu masuk ke wilayah mereka.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/4ba56DJb" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Pakar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan
permasalahan antara Indonesia dan Tiongkok di Perairan Natuna perlu diselesaikan lewat diplomasi pintu belakang. Menurutnya, harus ada tokoh Indonesia yang membahas masalah ini dengan tokoh Tiongkok.
"Menyampaikan jangan sampai masalah kayak begini memunculkan sentimen anti-Tiongkok di Indonesia, padahal Tiongkok ini punya kepentingan yang besar di Indonesia," kata Hikmahanto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020.
Ia menjelaskan pemerintah Tiongkok akan merugi jika terjadi sentimen anti-Tiongkok di Indonesia. Investasi Tiongkok bakal terganggu jika sentimen itu meluas.
Sentimen itu juga akan membahayakan kerja sama kedua negara. Hikmahanto mengatakan pemerintah juga harus menempatkan nelayan di Perairan Natuan sembari melakukan diplomasi pintu belakang.
"Saya bilang solusi kita adalah perbanyak nelayan-nelayan kita di sana untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Ini kan masalah sumber daya alam," jelas Hikmahanto.
Menurutnya, masalah Natuna tak akan selesai karena
Indonesia dan Tiongkok punya klaim berbeda. Kedua belah pihak tak memiliki pandangan yang sama terkait hal itu.
Hikmahanto menyebut tak mungkin ada pembicaraan dengan Tiongkok terkait masalah ini. Apalagi kapal-kapal Tiongkok masih berada di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia untuk menangkap ikan.
"Mereka enggak mau mundur sejengkal pun dari klaimnya," jelas dia.
Hubungan diplomatik Indonesia dan Tiongkok kembali memanas setelah sejumlah kapal nelayan dan kapal penjaga pantai Tiongkok masuk ke wilyaah ZEE Indonesia. Kapal asing itu kukuh menangkap ikan di perairan sekitar 130 mil dari Perairan Ranai, Natuna.
TNI telah mengerahkan delapan Kapal Republik Indonesia (KRI) berpatroli untuk pengamanan Perairan Natuna.
Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, perairan Natuna merupakan wilayah ZEE Indonesia. Tiongkok tidak memiliki hak apa pun atas perairan tersebut. Namun, Tiongkok secara sepihak mengklaim kawasan itu masuk ke wilayah mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)